Tangerang (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) memastikan pendampingan terhadap delapan anak yang menjadi korban kasus pornografi sesama jenis melalui media Telegram Messenger.

"Untuk penanganan anak saat ini, terkait penanganan psikososial yang dilakukan teman-teman UPTD daerah sebagai memastikan penanganannya secara komprehensif," kata Pelaksana Harian Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Rini Handayani di Tangerang, Banten, Sabtu.

Ia mengatakan pendampingan hukum dan psikososial terhadap para korban sejauh ini telah dilakukan oleh Unit Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Daerah Tangerang, pekerja sosial, dan Lembaga Perlindungan Anak (LPA).

"Mudah-mudahan nanti kita bisa melakukan pendekatan kepada anak itu sendiri. Yang memang perlu dilakukan rehabilitasi," ujarnya.

Dalam hal ini, pihaknya menyoroti terhadap pihak terkait dan keluarga agar dapat memberikan perhatian khusus kepada para korban dalam kasus pornografi anak tersebut.

"Kondisi anak saat ini kita lihat sudah berani berkomunikasi, terkait kronologis kasus itu. Tapi memang ada faktor-faktor kesehatan, kemudian aspek sosial. Dan ini perlu kita berikan perhatian khusus," ujarnya.

Baca juga: Polri bongkar jaringan pornografi anak sesama jenis

Dengan adanya kasus tersebut, katanya, pemerintah tentunya akan memberikan perhatian khusus dan menginstruksikan agar seluruh pihak terkait bersama-sama untuk menuntaskan permasalahan tersebut.

"Regulasi kita sudah perkuat, tapi hanya memang harus ter-deliver dengan menaikkan secara utuh. Mulai menangani dari sisi hulu sampai hilir atas kasus ini," kata dia.

Sebelumnya, aparat Kepolisian Resor Kota (Polresta) Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) Tangerang, Polda Metro Jaya berhasil membongkar jaringan internasional penjualan video pornografi anak sesama jenis melalui media Telegram Messenger.

"Jadi ada lima pelaku yang diamankan dengan peran yang berbeda-beda ada peran yang membuat konten merekam, menyiapkan fasilitas, kemudian ada peran orang dewasa yang sebagai pelaku dalam video itu," ucap Wakapolresta Bandara Soetta Tangerang AKBP Ronald FC Sipayung.

Ia menerangkan kelima pelaku yang berhasil diamankan dalam kasus jaringan pornografi anak ini, di antaranya HS, berperan sebagai pelaku utama dalam memproduksi konten pornografi, MA, pelaku pencabulan dan penyebaran konten, AH, pembeli konten pornografi, KR, pelaku pencabulan dan penyedia fasilitas, dan NZ, pembeli konten, pelaku pencabulan serta penyedia fasilitas.

"Pelaku yang merupakan orang dewasa dengan melibatkan anak sebagai korban dalam video, kemudian itu yang menjadi konten yang diperjualbelikan atau didistribusikan kepada orang-orang yang memang mencari dari konten pornografi itu," ujarnya.

Baca juga: KemenPPPA pastikan pendampingan 7 anak korban kasus pornografi Sumut

Korban kasus ini delapan anak dengan rentang usia 12 hingga 16 tahun.

"Dari hasil pengembangan yang dilakukan oleh pendidik, kita menemukan bahwa ada delapan anak-anak yang menjadi korban dalam jaringan internasional pornografi," ujarnya.

Dia menyebutkan para pelaku memproduksi konten-konten video pornografi anak itu secara mandiri, melalui rekaman telepon seluler pribadi. Mereka kemudian menyebarluaskan serta menjualbelikan konten itu melalui akun telegram premium VGK.

"Kita yakini bahwa konten-konten itu sudah terjual atau distribusikan, di mana pelaku-pelaku ini mendapatkan mendapatkan keuntungan dengan menjual video-video tersebut," kata dia.

Baca juga: Polisi buru WNA yang rekam adegan intim remaja di bawah umur
Baca juga: Polisi ungkap kasus foto dan video sesama jenis serta eksploitasi anak
Baca juga: Kemen PPPA dorong upaya rehabilitasi kasus pornografi anak di Bali

Pewarta: Azmi Syamsul Ma'arif
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024