Jakarta (ANTARA News) - Alamsyah Hanafiah, kuasa hukum tiga terpidana mati kasus kerusuhan Poso Fabianus Tibo, Marinus Riwu, dan Dominggus da Silva mengatakan, bila eksekusi terhadap Tibo dan kawan-kawan dilakukan maka hal tersebut dapat mengaburkan fakta sesungguhnya kasus kerusuhan Poso tahun 2000. "Prinsipnya, kalau Tibo diesekusi sebelum 16 orang lainnya diperiksa di persidangan, hal itu akan mengaburkan fakta sessungguhnya kasus Poso," kata Alamsyah di Jakarta, Rabu malam. Seperti diberitakan sebelumnmya, tiga terpidana mati tersebut rencananya akan dieksekusi pada 12 Agustus 2006, pukul 00.15 waktu setempat oleh Kejaksaan Negeri Palu selaku eksekutor. Selama menunggu eksekusi mati tersebut, Tibo dan kawan-kawan pernah menyebut 16 nama yang menurut mereka merupakan orang-orang yang seharusnya bertanggungjawab atas peristiwa berdarah di Poso tahun 2000. Tiga terpidana mati tersebut, kata Alamsyah, telah dimintai keterangan oleh kepolisian, namun hal tersebut belum cukup dan kliennya harus didengar kesaksiannya di depan persidangan bagi 16 orang tresebut. Menurut Alamsyah, pelaksanaan eksekusi mati secara terburu-buru terhadap kliennya merupakan upaya politisasi yang dimaksudkan untuk membungkam kesaksian Tibo dan kawan-kawan. "Ada rekayasa politik agar kesaksian Tibo tidak diungkap di persidangan," katanya. Disinggung mengenai alasan Kejaksaan yang menilai pelaksanaan eksekusi harus dilaksanakan mengingat seluruh upaya hukum sudah dijalani, Alamsyah justeru berpendapat sebaliknya karena pihaknya masih punya hak untuk mengajukan grasi. Grasi, kata dia, dapat diajukan oleh terpidana, keluarga maupun kuasa hukum terpidana. Kliennya, kata dia, memang telah mengajukan grasi, namun pihak keluarga maupun kuasa hukum belum pernah mengajukan grasi. Fabianus Tibo, Dominggus da Silva dan Marinus Riwu, dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Palu pada Maret 2001, karena terbukti terlibat dalam kerusuhan bernuansa SARA di Poso, Sulteng tahun 2000. Ketiganya telah melakukan upaya hukum banding, kasasi hingga peninjuan kembali (PK) dan grasi masing-masing sebanyak dua kali, namun ditolak dan tetap dinyatakan bersalah. Alamsyah menambahkan, meskipun pihak keluarga telah menerima surat pemberitahuan rencana eksekusi mati tersebut, namun dirinya belum menerima surat yang sama dari Kejaksaan Negeri Palu. "Seharusnya pengacara juga dikirimi surat. Selama saya belum menerima pemberitahuan eksekusi, saya anggap rencana itu sebagai rumor," kata.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006