Jakarta (ANTARA News) - Sekitar 70 persen pengiriman uang (remittance) Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri ke Indonesia menggunakan jalur informal sehingga rawan disalahgunakan oleh pelaku kriminal seperti pencucian uang dan pendanaan teroris. Sistem non formal yang tidak tertata dan tercatat dengan baik itu, menurut Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PTATK), Yunus Husein, sangat rentan terhadap penyalahgunaan untuk kegiatan-kegiatan ilegal seperti pencucian uang (money loundring) dan pembiayaan terorisme. Dalam seminar "Mengamankan Pengiriman Uang dari Kejahatan Pencucian Uang" di Jakarta, Kamis, Yunus mengatakan bahwa transaksi remitansi TKI di luar negeri kepada sanak saudaranya di Indonesia cukup besar dan diperkirakan mencapai Rp2 triliun. Besarnya potensi TKI menghasilkan devisa itu, menurut Yunus, selama ini tidak diikuti dengan pemberian pelayanan yang baik, sebagai contoh, tidak ada perusahaan pengiriman uang asal Indonesia yang membuka cabang di Malaysia. "Hal itu justru dimanfaatkan oleh perusahaan Malaysia untuk mengirimkan uang TKI ke Indonesia," katanya. Kurang tersedianya jasa yang memberikan layanan dengan baik itulah yang memicu TKI memanfaatkan jalur pengiriman uang non formal. Bagi TKI, katanya, sistim pengiriman secara non formal memang lebih mudah dan murah dibanding dengan jasa pengiriman formal, namun hal itu rawan dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Ia mengatakan untuk mengurangi pengiriman uang non formal perlu dukungan infrastruktur dan sistem keuangan yang aman, mudah dan berbiaya rendah. "Karena itulah diperlukan suatu kebijakan dalam mengeluarkan suatu sistem pengiriman atau transaksi keuangan yang baik dan aman yang dikeluarkan bersama-sama oleh pemerintah dan lembaga keuangan." kata yunus. Ia juga mengatakan bahwa masalah pengiriman uang menjadi perhatian dari gugus tugas aksi finansial mengenai pencucian uang yang tergambar dari rekomendasi spesialnya. Rekomendasi nomor 7 gugus tugas tersebut menyebutkan setiap negara harus mengambil segala upaya mewajibkan lembaga keuangan termasuk jasa pengiriman uang untuk meminta informasi akurat dan asli tentang transfer dana dan pesan-pesan terkait yang dikirim, dan informasi harus sama dengan transfer dan pesan terkait melalui jaringan pembayaran.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006