Jakarta (ANTARA) - Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI) Haidar Alwi mengatakan bahwa wacana hak angket dugaan kecurangan pemilu tidak layak untuk ditindaklanjuti karena tidak merepresentasikan kepentingan sebagian besar rakyat Indonesia.

"Wacana tersebut tidak merepresentasikan kepentingan sebagian besar rakyat Indonesia," kata Haidar dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu.

Ia menjelaskan bahwa hak angket sebagai pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI harus ada dalam kerangka representasi rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 69 Ayat 2 Undang-Undang MD3.

Baca juga: Hak angket hanya membuktikan DPR bekerja untuk rakyat

Sementara berdasarkan temuan Lembaga Survei Indonesia (LSI), Haidar menuturkan sebanyak 60,5 persen rakyat menganggap Pemilihan Umum 2024 tidak diwarnai kecurangan.

Selain itu, tercatat sebanyak 83,6 persen rakyat puas terhadap penyelenggaraan pemilu dan 76,4 persen rakyat menyatakan pemilu telah berlangsung jujur dan adil.

Selain karena tidak merepresentasikan kepentingan sebagian besar rakyat Indonesia, dia menilai wacana hak angket Pemilu 2024 tidak layak ditindaklanjuti karena yang dipermasalahkan hanya kecurangan pemilihan presiden, sementara pemilihan legislatif tidak.

Dengan demikian, menurut Haidar, hal tersebut cukup aneh karena potensi kecurangan pemilu justru lebih besar di pileg ketimbang pilpres.

Baca juga: Haidar Alwi: Hak angket berpotensi timbulkan protes dari rakyat

Dengan jumlah calon legislatif (caleg) yang mencapai puluhan ribu dan adanya ambang batas parlemen 4 persen, praktik pencurian serta jual beli suara antarcaleg maupun antar partai pun sudah menjadi rahasia umum.

Terlebih, proses penghitungan suara pileg yang dilakukan pada malam hingga dini hari semakin membuka ruang lebih luas bagi terjadinya praktik kecurangan pemilu sebab pada waktu tersebut situasi di tempat pemungutan suara (TPS) sudah mulai sepi dari pengawasan masyarakat dan potensi kelengahan petugas akibat kelelahan atau mengantuk.

Tak hanya itu, Haidar menyampaikan alasan lain wacana hak angket Pemilu 2024 tidak layak ditindaklanjuti karena motif yang cenderung mengarah kepada kepentingan politik segelintir elite daripada untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.

Baca juga: Jimly Asshiddiqie temui Airlangga bahas amandemen hingga hak angket

Ia melihat wacana hak angket kecurangan pemilu pertama kali diembuskan Ganjar Pranowo yang merupakan kader PDI Perjuangan, sekaligus salah satu kontestan Pilpres 2024. Kemudian wacana itu didukung partai pengusungnya dan partai pengusung Anies-Muhaimin.

Jika ditelusuri lagi, sambung Haidar, kali ini bukanlah kali pertama PDI Perjuangan mewacanakan hak angket soal pemilu.

Sebelumnya kader PDI Perjuangan Masinton Pasaribu juga pernah mengusulkan hak angket setelah putusan Mahkamah Konstitusi tentang batas usia capres-cawapres, namun usulan itu akhirnya gagal karena tidak ditindaklanjuti DPR.

"Dari sini, publik bisa menilai motifnya apa, tujuan-nya apa, dan untuk kepentingan siapa," ujarnya.

Baca juga: Siti Zuhro: Hak angket bisa jadi ajang semua kubu buktikan kecurangan
Baca juga: Mahfud sebut hak angket tak bisa ubah hasil pemilu


Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2024