Beijing (ANTARA) - Pemerintah China kembali menentang proses pembuangan air limbah radioaktif olahan dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima ke laut yang dilakukan oleh Tokyo Electric Power Company Holdings Inc (TEPCO).

"Pembuangan itu bertentangan dengan hukum internasional dan tindakan yang sangat tidak bertanggung jawab, China dengan tegas menentangnya dan meminta Jepang menghentikan tindakan keliru tersebut," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning saat menyampaikan keterangan kepada media di Beijing, China pada Rabu.

Operator PLTN Fukushima, TEPCO, pada Rabu (28/2) mulai melepaskan air olahan radioaktif ke laut untuk keempat kalinya. Pada siklus kali ini, akan ada 7.800 ton air olahan yang dibuang selama sekitar 17 hari setelah memastikan tingkat radioaktif dari kumpulan air terbaru itu memenuhi standar utilitas seperti yang ditetapkan pemerintah.

"Meskipun ada kekhawatiran dan tentangan dunia internasional, Jepang sudah membuang lebih dari 23.000 ton air dari PLTN Fukushima yang terkontaminasi nuklir ke laut sehingga menyebarkan risiko kontaminasi ke seluruh dunia," tambah Mao Ning.

Apalagi insiden kebocoran baru-baru ini di PLTN Fukushima Daiichi, menurut Mao Ning, di mana air yang terkontaminasi nuklir terciprat ke pekerja dan bocor dari sistem pemurnian menunjukkan kelemahan manajemen TEPCO dan kurangnya pengawasan pemerintah.

"Klaim Jepang bahwa pelepasan tersebut 'aman' dan 'dapat diandalkan' tidaklah meyakinkan," ungkap Mao Ning

Kebocoran itu terjadi pada 7 Febuari 2024 dengan perkiraan sebanyak 5,5 ton (5.500) liter air radioaktif bocor sebelum sebagian besar unsur radioaktif disaring di fasilitas canggih yang dikenal sebagai ALPS.

Atas kebocoran air limbah tersebut, TEPCO menyebut tidak ada tanda-tanda kontaminasi yang terdeteksi di luar fasilitas tersebut. TEPCO juga mengklaim "tidak ada perubahan signifikan" di pos-pos pemantauan radioaktivitas di sekitar pembangkit listrik.

"Pembuangan air yang terkontaminasi nuklir Fukushima ke laut berdampak pada kesehatan seluruh umat manusia, lingkungan laut global, dan kepentingan publik internasional," tegas Mao Ning.

Baca juga: PLTN Jepang kembali lepaskan air olahan radioaktif

Jepang, kata Mao Ning, perlu menanggapi dengan serius kekhawatiran masyarakat dalam negerinya maupun internasional dan menangani pembuangan tersebut dengan baik, bertanggung jawab dan konstruktif.

"China Jepang untuk mau bekerja sama penuh dalam membentuk aturan pemantauan internasional yang independen sehingga tetap efektif dalam jangka panjang dan melibatkan partisipasi dari negara-negara tetangga Jepang dan pemangku kepentingan lain demi menghindari konsekuensi buruk dari pembuangan air limbah ke laut," jelas Mao Ning.

Jepang mulai melepaskan air radioaktif olahan dari PLTN Fukushima Daiichi ke Samudera Pasifik pada 24 Agustus 2023 dengan pembuangan tahap pertama sebanyak 7.800 meter kubik atau setara dengan air yang memenuhi tiga kolam renang ukuran Olimpiade.

Secara total, Tokyo Electric Power Co (TEPCO) secara bertahap telah melepaskan 1,34 juta ton limbah air olahan PLTN Fukushima hingga Februari 2024. TEPCO mengklaim air limbah itu tidak berbahaya dan sangat encer di laut, kemudian dibuang secara bertahap selama puluhan tahun.

Sebelum dilepaskan, air olahan radioaktif tersebut disimpan dalam tangki yang dipasang di lokasi. Air yang diproses telah diencerkan dengan air laut hingga 1 per 40 konsentrasi yang diizinkan menurut standar keselamatan Jepang sebelum dialirkan melalui terowongan bawah air 1 kilometer dari pembangkit listrik.

Air tersebut juga telah melalui sistem pemrosesan cair yang menghilangkan sebagian besar radionuklida kecuali tritium, namun kini volumenya sudah mendekati kapasitas tampung. Air tersebut mengandung tritium dengan konsentrasi rendah dan dianggap kurang berbahaya dibandingkan bahan radioaktif lainnya dan radionuklida lainnya ke lingkungan sebagai bagian dari operasi normal.

Baca juga: Operator PLTN Fukushima didesak jamin keselamatan nuklir

PLTN Fukushima hancur akibat gempa bumi besar dan tsunami pada 2011, yang menewaskan 18 ribu orang. Operasi pembersihan fasilitas itu diperkirakan memakan waktu hingga puluhan tahun.

Badan Energi Atom Internasional (IAEA) juga mengatakan air olahan limbah Fukushima tidak berbahaya setelah melakukan survei dampak lingkungan, termasuk dengan mengambil sampel air dan ikan.

Otoritas Bea Cukai China kemudian melarang impor produk akuatik, termasuk hewan akuatik yang dapat dimakan dari Jepang sejak 24 Agustus 2023. Berdasarkan data lembaga tersebut, China mengimpor makanan laut senilai lebih dari 500 juta dolar AS dari Jepang pada 2022.

Hal tersebut juga dilakukan oleh Hong Kong dan Makau. Larangan impor berlaku untuk produk dari 10 prefektur Fukushima, Miyagi, Ibaraki, Tochigi, Gunma, Saitama, Chiba, Tokyo, Nagano dan Niigata.

Baca juga: China lanjutkan larangan impor hasil laut dari Jepang

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Copyright © ANTARA 2024