Washington (ANTARA News) - Beberapa peneliti Inggris dan AS, Kamis (3/10), mengatakan mereka telah mengidentifikasi sumber baru pemicu kanker di wilayah genom yang tak banyak diteliti dan sebelumnya dipandang sebagai "sampah".

Para peneliti dari University of Yale, Wellcome Trust Sanger Institute dan lembaga lain, mempersatukan data dari dua proyek analisis genom yang berskala besar --yang dikenal sebagai proyek 1.000 Genomes dan proyek ENCODE-- untuk mempelajari bagian DNA tanpa-kode dan hubungannya dengan resiko penyakit.

Tidak seperti wilayah genom yang diberi kode, tempat 23.000 gen dengan kode protein berada, wilayah tanpa-kode, yang terdiri atas 98 persen genom manusia, tak banyak dipahami.

Tim tersebut mendapati sebagian wilayah DNA tanpa-kode memperlihatkan tingkat variasi rendah yang hampir sama, dan menyebut itu wilayah "ultra-sensitif".

Di dalam wilayah ultra-sensitif, mereka meneliti satu penanda khusus DNA yang, ketika diubah, mengakibatkan gangguan terbesar pada banyak gen, sehingga menimbulkan penyakit, demikian laporan Xinhua--yang dipantau Antara di Jakarta, Jumat siang.

Mereka memadukan semua informasi tersebut untuk mengembangkan sistem komputer yang disebut FunSeq, yang memprioritaskan varian genetika di wilayah tanpa-kode berdasarkan dampak ramalan mereka mengenai penyakit manusia.

Tim itu menerapkan FunSeq untuk 90 genom kanker termasuk kanker payudara, kanker prostat dan tumor otak, dan mendapati hampir 100 penggerak tanpa-kode yang berpotensi memicu kanker.

Di antara temuan baru tersebut ialah satu perubahan penanda DNA yang tampaknya memiliki dampak sangat besar pada perkembangan kanker payudara. Satu perubahan penanda terjadi pada wilayah ultra-sensitif yang jadi pusat bagi jaringan banyak gen yang berkaitan, kata para peneliti itu.

"Teknik kami memungkinkan ilmuwan memusatkan perhatian pada bagian dengan fungsi paling penting di wilayah genom tanpa-kode," kata Profesor Mark Gerstein, penulis senior dari University of Yale, di dalam satu pernyataan. "Ini bukan hanya bermanfaat bagi penelitian kanker, tapi juga dapat dikembangkan untuk penyakit lain genetika."

Temuan tersebut disiarkan di jurnal AS, Science.
(C003)

Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013