Nusa Dua, Bali (ANTARA News) - Indonesia dan Jepang menggelar pertemuan bilateral membahas sejumlah usulan kerja sama maupun hambatan yang dihadapi, mulai dari keluhan Jepang soal kebijakan anti-dumping produk baja lembaran, hingga mengevaluasi Economic Partnership Agreement (EPA).

Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengemukakan hal itu usai pertemuan bilateral dengan delegasi Jepang di Hotel Marriott, Nusa Dua, Bali, Jumat. Pertemuan dilaksanakan sebagai bagian dari kegiatan APEC 2013.

"Jepang membawa lima agenda kerja, begitu juga dengan Indonesia yang mengajukan lima hal," katanya.

Lima hal yang diajukan Negeri Sakura dalam pertemuan tersebut, yaitu keluhan terhadap kebijakan anti-dumping untuk produk baja lembaran; penjelasan kebijakan mengenai kebijakan tarif impor terhadap kendaraan CBU yang dinilai cukup tinggi, kejelasan peraturan di bidang mineral dan batu bara (minerba).

Kemudian rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Batang, Jawa Tengah, berkapasitas 2.000 megawatt yang menelan biaya Rp35 triliun. Pokok bahasan terakhir adalah rencana pembangunan pelabuhan laut di Cilamaya yang akan dimulai 2015 guna mengatasi permasalahan "dwelling time" (waktu bongkar muat).

Sementara itu, pihak Indonesia juga akan mengungkapkan usulannya antara lain rencana mengevaluasi kerja sama ekonomi EPA yang ditandatangani sejak 2007, membahas rencana MPE (Metropolitan Priority Area), dan mendorong Jepang memperluas investasinya agar tidak terkonstrasi di Pulau Jawa.

"Pokoknya kita akan kasih penjelasan rinci, misalnya mengenai soal kebijakan anti-dumping. Kita akan beri penjelasan yang detil sehingga bisa diterima dengan baik oleh Jepang," kata Hatta.

Asosiasi perusahaan baja Indonesia memandang perlu untuk menerapkan kebijakan anti-dumping guna melindungi pengusaha lokal dari praktik perdagangan tidak sehat, seperti menjual produk lembaran baja dingin yang lebih murah dari biaya produksi. Namun, produksi baja lokal masih belum memenuhi standar sesuai yang diterapkan prinsipal otomotif, serta pasokan baja lokal masih terbatas.

Data Kementerian Perdagangan, impor lembaran baja dingin (CRC-cold rolled coil) dari lima negara naik tajam selama lima tahun terakhir. Pada 2007 impor CRC tervatat 325.511 ton dan naik menjadi 728.900 ton pada 2011. Industri otomotif nasional selama ini memerlukan pasokan CRC impor dari Jepang, Korea Selatan, China, Taiwan, serta Vietnam.

Mengenai pembangunan PLTU Batang di Jawa Tengah, Jepang tetap ingin menangani proyek pembangkit listrik tenaga uap (terbesar di Asia Tenggara), walau pelaksanaannya dipastikan molor dari jadwal. Pembangunannya menurut rencana pada 2014 dan pada 2018 sudah bisa beroperasi.

Evaluasi EPA


Menko Perekonomian mengatakan, Indonesia akan mengevaluasi kerja sama skema EPA yang telah ditandatangani pada 2007, karena dinilai menyimpang dari tujuan dasarnya yang saling menguntungkan.

Sejumlah pihak di Indonesia menilai, ada beberapa hal yang perlu menjadi bahan evaluasi EPA, yaitu terkait subsidi ekspor hasil pertanian, sertifikasi kompetensi tenaga kerja, perdagangan sektor energi dan mineral tambang, serta pengadaan barang pemerintah.

Kamar Dagang Dan Industri Indonesia (Kadin) berpendapat, EPA justru membuat ekspor Indonesia ke Negeri Sakura itu masih defisit.

Jepang secara bilateral bahkan diuntungkan karena mendapat kemudahan bea masuk sampai nol persen dalam sektor otomotif. Sementara masyarakat otomotif Indonesia belum secara langsung merasakan manfaat kerja sama itu.

EPA dengan Jepang dinilai tidak memberikan kesetaraan.

Pewarta: Benny S Butarbutar
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013