Thandwe, Myanmar (ANTARA News) - Sekelompok massa di Myanmar memutilasi dan membakar Khin Naing sampai anaknya tidak dapat mengenali jasadnya.

Lalat-lalat berterbangan di sekitar tanah yang masih berlumuran darah di depan masjid yang terletak di desa Tha Phyu Chai. Di tempat itulah pihak kepolisian mengeluarkan mayat Khin Naing setelah dia dibunuh oleh sekelompok massa etnik Rakhine.

"Dia tidak dapat melarikan diri dari orang-orang Rakhine itu," kata anaknya Tun Tun Naing (17 tahun) yang hanya dapat mengidentifikasi jasad ayahnya dari serobek baju yang tidak terbakar.

Khin Naing adalah satu dari lima warga Muslim yang terbunuh dalam kekerasan horizontal di Thandwe, negara bagian Rakhine, yang telah berlangsung selama empat hari. Empat orang dari pihak Buddha etnis Rakhine juga terluka akibat kekerasan tersebut.

Para saksi mengatakan, pihak etnis Rakhine berulangkali menyerang penduduk Muslim dari hari Minggu dan membakar rumah-rumah.

Kekerasan sektarian di Myanmar sejak Juni 2012 telah menewaskan setidaknya 240 orang dan membuat 140.000 lainnya kehilangan rumah.

Peristiwa berdarah terakhir di Thandwe menunjukkan kegagalan pemerintah reformis di negara tersebut untuk membatasi penyebaran gerakan nasionalis Buddha yang terkenal dengan sebutan "969".

Gerakan 969 dipimpin oleh biksu garis keras yang mengajarkan bahwa Islam adalah ancaman dan memfatwakan haram pernikahan antar agama. Mereka juga menyuruh pengikutnya memboikot bisnis yang dimiliki oleh Muslim.

Polisi di Thandwe mengatakan telah menangkap enam orang, termasuk kepala cabang Partai Pembangunan Nasional Rakhine (RNDP) dan beberapa pendukung gerakan 969. Investigasi Reuters menemukan bahwa beberapa anggota RNDP terlibat dalam kekerasan anti Muslim yang menewaskan setidaknya 89 orang pada Oktober tahun lalu.

Salah satu biksu terkenal dari gerakan 969 adalah Wirathu.

Dia mempunyai banyak pengagum dan salah satu di antaranya adalah Menteri Agama Sann Sint. Pada Juni lalu dia mengatakan bahwa Wirathu hanya mengajarkan "cinta dan saling pemahaman antar agama."

Presiden Thein Sein juga mengatakan bahwa Wirathu adalah "anak dari Buddha" dan 969 adalah "simbol perdamaian."

Sementara itu pejabat RNDP Maung Maung Phyu di Thandwe mengatakan bahwa penangkapan kepala cabang partai hanya akan memperkerunh suasana dan memancing kekerasan.

"Ini adalah tanggung jawab pemerintah karena telah menangkap pemimpin partai dan pemimpin agama. Rakyat dipancing untuk marah," kata Maung kepada Reuters.

(G005/H-RN)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013