Bamako (ANTARA News) - Militan menyerang kota Gao, Mali utara, dengan tembakan artileri, Senin, kata sejumlah pejabat, dalam serangan pertama terhadap bekas benteng gerilyawan itu dalam beberapa bulan ini.

Gao adalah kota pertama yang dibebaskan dari pendudukan militan oleh pasukan intervensi pimpinan Prancis yang mengusir gerilyawan terkait Al Qaida dari Mali utara sebelumnya tahun ini.

"Pagi ini mulai sekitar pukul 06.30 (pukul 13.30 WIB), empat ledakan terjadi di kota itu. Satu prajurit Mali cedera dan sebuah rumah rusak," kata Idrissa Cisse, seorang pejabat pemerintah kota Gao, kepada Reuters.

Cisse dan penduduk Gao mengatakan, militan menembakkan bom-bom mortir dari luar kota itu, namun seorang pejabat militer menyatakan bahwa ledakan berasal dari roket.

"Militan menembakkan roket-roket ke kota itu. Mereka masih berada di kawasan tersebut," katanya.

Sejumlah helikopter Prancis berpatroli di atas kota Gao pada pagi hari, dan penduduk mengatakan bahwa keadaan telah tenang kembali di kota itu.

Presiden baru Mali Ibrahim Boubacar Keita yang terpilih pada Agustus telah berjanji keamanan menjadi prioritas utamanya ketika negara itu memerangi sisa-sisa militan yang menduduki wilayah utara selama lebih dari sembilan bulan.

Akhir bulan lalu, sedikitnya empat orang tewas dan beberapa lain cedera dalam serangan bom mobil bunuh diri di Timbuktu, sebuah kota lain di Mali utara yang sebelumnya diduduki militan.

Mali, yang pernah menjadi salah satu negara demokrasi yang stabil di Afrika, mengalami ketidakpastian setelah kudeta militer pada Maret 2012 menggulingkan pemerintah Presiden Amadou Toumani Toure.

Masyarakat internasional khawatir negara itu akan menjadi sarang baru teroris dan mereka mendukung upaya Afrika untuk campur tangan secara militer.

Kelompok garis keras, yang kata para ahli bertindak di bawah payung Al Qaida di Maghribi Islam (AQIM), menguasai kawasan Mali utara, yang luasnya lebih besar daripada Prancis, sejak April tahun lalu.

Pemberontak suku pada pertengahan Januari 2012 meluncurkan lagi perang puluhan tahun bagi kemerdekaan Tuareg di wilayah utara yang mereka klaim sebagai negeri mereka, yang diperkuat oleh gerilyawan bersenjata berat yang baru kembali dari Libya. Namun, perjuangan mereka kemudian dibajak oleh kelompok-kelompok muslim garis keras.

Kudeta pasukan yang tidak puas pada Maret 2012 dimaksudkan untuk memberi militer lebih banyak wewenang guna menumpas pemberontakan di wilayah utara, namun hal itu malah menjadi bumerang dan pemberontak menguasai tiga kota utama di Mali utara dalam waktu tiga hari saja.

Prancis, yang bekerja sama dengan militer Mali, pada 11 Januari meluncurkan operasi ketika militan mengancam maju ke ibu kota Mali, Bamako, setelah keraguan berbulan-bulan mengenai pasukan intervensi Afrika untuk membantu mengusir kelompok garis keras dari wilayah utara.

PBB telah menyetujui penempatan pasukan penjaga perdamaian berkekuatan sekitar 12.600 prajurit untuk membantu menstabilkan dan mengamankan Mali.
(M014)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013