"Frustrasi, kita memang frustrasi pada kenyatannya. Tapi tidak banyak yang dilakukan," kata Menlu RI.
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia tidak akan mengambil opsi untuk menyatakan mosi tidak percaya kepada PBB ataupun memboikot produk dagang negara tertentu kendati Jakarta telah terang-terangan menyatakan kecewa terhadap badan dunia itu karena hingga kini tak mampu menghentikan agresi militer Israel ke Lebanon yang menewaskan lebih 1.000 warga sipil. "Kita tidak pernah berbicara tentang mosi tidak percaya. Bahwa kita sampaikan kekecewaan kita, harapan kita, iya. Dan itu akan bersama-sama dengan negara-negara OKI," kata Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Jumat malam. Kendati Indonesia mengaku frustrasi terhadap sikap PBB yang belum berhasil mewujudkan gencatan senjata di Lebanon --padahal serangan oleh tentara Israel hingga Jumat telah berlangsung selama satu bulan dan menewaskan lebih dari 1.000 warga sipil-- mosi tidak percaya kepada badan dunia itu tak dapat dilaksanakan. Menurut Hassan, tidak dapat dilaksanakannya mosi tersebut dikarenakan Indonesia terbentur oleh situasi yang mengharuskan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menaati struktur pembagian kewenangan di Dewan Keamanan PBB. Ia mengingatkan bahwa DK-PBB terdiri atas 15 negara anggota, yang lima di antaranya mempunya hak veto dan jika salah satu dari lima negara anggota itu tidak setuju, maka tidak ada suatu keputusan yang bisa dijalankan. "Itu faktanya. Betapapun kita tidak setuju atau menghendaki segera dicapai gencatan senjata, struktur kewenangan pembagian tugas dalam organisasi yang berkaitan dengan pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional ya seperti itu," katanya. "Frustrasi, kita memang frustrasi pada kenyatannya. Tapi tidak banyak yang dilakukan," tambahnya. Hassan menyatakan keyakinannya bahwa rasa frustrasi karena keputusan soal gencatan senjata di Lebanon yang tak kunjung dikeluarkan oleh PBB, tidak hanya dialami oleh Indonesia tetapi juga oleh masyarakat internasional, bahkan sebagian dari lima anggota PBB pemilik hak veto. "Kita tahu sebagian dari anggota tetap DK seperti Rusia, Cina, bahkan dari Eropa menginginkan segera dicapai gencatan senjata. Mereka duduk di situ, tapi satu anggota menyatakan tidak, ya kenyataannya seperti sekarang ini. Itu realitas politiknya yang kita hadapi," ujarnya. Sementara itu, tentang wacana aksi boikot produk negara-negara tertentu yang dianggap telah mendukung atau membiarkan Israel melakukan penyerangan secara membabi buta, Menlu Hassan menilai sebagai hal yang sulit diwujudkan jika dilihat dari berdasarkan berbagai contoh dalam sejarah. "Boikot perdagangan itu tidak efektif. Barang tidak pernah mengenal nasionalitas. Di mana ada uang, dia bisa datang. Karena itu dalam percaturan politik internasional, jarang sekali kita bicara tentang embargo sekarang ini," katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006