Jenis-jenis tumbuhan tersebut melengkapi tumbuhan yang sudah dikenal dalam restorasi ekosistem gambut
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laode Alhamd menyebutkan ada enam jenis tumbuhan yang memiliki laju pertumbuhan terbaik dengan tingkat kematian rendah.

Keenam jenis tumbuhan yang direkomendasikan tersebut adalah Acronychia porter, Eugenia clavatum, Calophyllum biflorum, Shorea teysmaniana, Lithocarpus leptogyne, dan Palaquium leiocapum.

"Jenis-jenis tumbuhan tersebut melengkapi tumbuhan yang sudah dikenal dalam restorasi ekosistem gambut, seperti ramin, jelutung, punak, meranti rawa, balangeran, nyatoh, dan perepat,” kata Laode dalam keterangan di Jakarta, Jumat.

Kepala Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN Anang Setiawan Achmadi mengatakan Indonesia adalah pemilik hutan rawa gambut tropis atau lebih dikenal dengan ekosistem gambut yang mencapai 13,4 juta hektare.

Baca juga: BRIN sebut ada enam juta hektare lahan gambut perlu direstorasi
Baca juga: Suaka Margasatwa Padang Sugihan ditanami tumbuhan vegetasi gambut lagi


Menurutnya, potensi itu menjadikan Indonesia sebagai negara dengan hutan gambut terluas di dunia.

Ekosistem unik yang terbentuk secara alami sejak ribuan tahun lalu tersebut memegang peranan penting sebagai salah satu faktor pengendali perubahan iklim global, termasuk pengatur tata air, perosot karbon, dan penyimpan biodiversitas.

"Perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut berbasis riset dan inovasi sangat penting dan masih menjadi tantangan bersama, baik secara nasional maupun internasional," ucap Anang.

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN Budi Hadi Narendra mengatakan upaya restorasi lahan gambut dengan fungsi lindung harus diusahakan melalui kegiatan pembasahan dan pemeliharaan kedalaman muka air tanah.

“Selain itu, budidaya pertanian dapat diterapkan dengan menggunakan jenis-jenis tanaman adaptif,” ujarnya.

Budi mengungkapkan bahwa pengelolaan pertanian secara intensif di lahan gambut akan menghasilkan nilai kerapatan gambut yang lebih tinggi. Namun, nilai porositas, kadar air total tanah, dan variabel konduktivitas hidrolik menjadi rendah.

Kondisi itu menyebabkan degradasi sifat fisik dan hidrolik gambut yang dapat mengurangi fungsi gambut dalam menyimpan, menampung, dan mengalirkan air.

"Berkurangnya fungsi ekosistem gambut dapat meningkatkan kerentanan terhadap bencana kekeringan hidrologis dan risiko kebakaran," kata Budi.

Baca juga: BRGM telah restorasi 1,3 juta hektare lahan gambut di tujuh provinsi
Baca juga: Pakar sarankan gambut terbakar tidak ditanami tumbuhan lahan kering


 

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024