Tantangan ekonomi hijau, antara lain besarnya investasi, transfer teknologi dan investasi, serta migrasi ke pekerjaan hijau.
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyerap berbagai aspirasi masyarakat mengenai pengembangan ekonomi hijau dalam visi Indonesia Emas 2045.

Salah satunya, dengan menyerap aspirasi dalam dialog terbuka antara masyarakat dan para pemangku kepentingan (stakeholder) dengan diskusi yang bertajuk "Transformasi Menuju Ekonomi HIjau yang Berkelanjutan" yang diadakan oleh Green Economic Youth Organization (GEYO), di Jakarta, Jumat (8/3).

Dialog terbuka yang dihadiri oleh kurang lebih 50 masyarakat umum itu, diawali dengan paparan Perencana Pertama Dinas Lingkungan Hidup Bappenas Caroline Aretha mengenai kolaborasi multipihak untuk transisi ke ekonomi hijau.

"Akan ada dalam 20 tahun lagi, periodenya dari 2025-2045. Ini sudah tahap di DPR, jadi sebentar lagi akan rilis. Dalam RPJPN ada 17 goals, 8 agenda pembangunan, dan 45 indikator pembangunan,” ujar Aretha pula.

Menurut dia, tantangan ekonomi hijau, antara lain besarnya investasi, transfer teknologi dan investasi, serta migrasi ke pekerjaan hijau.

Rencana prioritas peningkatan literasi ekonomi hijau di daerah-daerah dapat diakses melalui situs web Low Carbon Development Indonesia.

Asisten Deputi Wawasan Pemuda Kemenpora Edi Nurinda Susila menambahkan bahwa peran pemuda dapat difasilitasi oleh Kemenpora dengan ikut terlibat pada Geopark Forum, komunitas lingkungan, dan forum diskusi teruntuk santri.

Harapannya, seluruh kapasitas sumber daya manusia (SDM) pemuda akan linear dengan misi ekonomi hijau.

Dalam diskusi tersebut, politisi muda Manik Marganamahendra mengomentari praktik politik yang dilakukan para stakeholder dalam mendukung ekonomi hijau masih belum maksimal dijalankan.

Menurutnya, perlu adanya political will dari pemerintah agar mampu merealisasikan ekonomi hijau yang berkelanjutan di Indonesia.

"Sayangnya political will yang dimiliki oleh kementerian-kementerian teknis terkait belum tentu seideal itu. Pada akhirnya adalah banyak sekali tarik ulur terkait dengan masalah pembedaan antara ekonomi dan lingkungan,” ujar Manik.

Selain itu, salah seorang peserta dari Nusa Tenggara Timur menyampaikan protes mengenai pemerataan literasi ekonomi hijau di daerah tertinggal, terdepan, terluar (3T).

Menurutnya, literasi harus ditingkatkan selain di Jabodetabek, karena ekonomi hijau turut berdampak kepada seluruh masyarakat.

Selanjutnya, peserta berencana akan mengawasi penggunaan anggaran pemerintah daerah untuk literasi ekonomi hijau.

Dialog ditutup dengan foto bersama seluruh partisipan, pembicara, dan anggota GEYO.

Adapun GEYO sendiri merupakan perkumpulan berbadan hukum yang memiliki misi untuk menumbuhkan kesadaran ekonomi hijau di kalangan anak muda dan menjadi mitra utama kebijakan ekonomi hijau dengan pemangku kepentingan.

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024