Jakarta (ANTARA) - Sejauh mata memandang, Jakarta terbentang sebagai sebuah kota yang terekam dalam sinar gemerlap. Dengan cahaya kota dan gedung-gedung yang menjulang tinggi, kota megalopolitan ini memantulkan kemegahan dan kehidupan yang tak kenal lelah.

Namun, di tengah gemuruh jalan raya dan gedung-gedung megah itu, Jakarta tak dapat memungkiri tantangan yang menyelinap, salah satunya adalah kenaikan harga pangan, saat ini.

Jenis pangan yang mengalami kenaikan harga, misalnya saja beras, bawang, cabai, daging sapi, telur ayam hingga gula. Tentunya, banyak masyarakat yang merasakan dampak dari naiknya harga pangan-pangan tersebut.

Rini, warga yang juga pedagang warteg, mengaku kenaikan harga pangan ini juga berpengaruh terhadap omzet dagangannya.

Untuk mengatasinya, muncullah salah satu gerakan yang dikenal dengan urban farming atau pertanian di perkotaan. Meskipun Jakarta tampak begitu padat, namun upaya tersebut terus digencarkan untuk menekan inflasi dan menjaga ketahanan pangan.

Seperti namanya, urban farming adalah praktik bercocok tanam yang dilakukan di lingkungan perkotaan. Praktik ini mencakup berbagai kegiatan, seperti menanam sayuran, buah-buahan, dan bunga.

Dalam melaksanakan kegiatan ini, Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta memaksimalkan pemanfaatan lahan dan membuat lahan pertanian di rooftop,hingga kebun vertikal di pagar atau tembok bangunan.

Kepala DKPKP DKI Jakarta Suharini Eliawati mengatakan, apabila langkah kecil tersebut juga diterapkan di banyak tempat dan banyak pihak, maka tentu gerakan ini dapat berdampak besar bagi lingkungan Jakarta.

Di tengah naiknya harga cabai, pada awal Maret lalu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui tim penggerak (TP) Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) menanam puluhan ribu bibit cabai untuk menjaga ketahanan pangan menjelang Ramadhan.

Kegiatan tersebut diharapkan dapat menjaga ketahanan pangan, mengendalikan inflasi, serta dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga besar TP PKK Jakarta dan masyarakat menjelang Ramadhan, tahun ini.

Penanaman bibit cabai tersebut dilakukan di lahan Halaman Asri, Teratur, Indah dan Nyaman (HATINYA) PKK, Sudirman Park, Tanah Abang, Jakarta Pusat, sebanyak 900 bibit cabai.

Gerakan tanam cabai juga dilakukan di 503 lokasi lain oleh 7.430 kader PKK dengan jumlah total 31.800 bibit cabai.


Ladang modern

Kepala Suku Dinas KPKP Jakarta Pusat Penty Yunesi Pudyastuti mengatakan gerakan urban farming kini semakin masif. Masyarakat kini juga banyak yang secara mandiri melakukan gerakan tersebut untuk ketahanan pangan keluarga.

Selain dilakukan secara masif, sudah banyak masyarakat yang merasakan hasilnya, tidak hanya puluhan tanaman, tapi juga ratusan. Masyarakat juga menjadi paham bahwa itu sangat bermanfaat dan berpengaruh, terutama saat harga cabai naik.

Pada tahun 2022, sudah ada 233 titik urban farming di wilayahnya. Kemudian pada tahun 2023, titik urban farming kembali ditambah 50 titik pertanian perkotaan. Titik urban farming akan terus ditambah setiap tahunnya dan akan terus dilaksanakan demi terus meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya di Jakarta Pusat.

Agar masyarakat juga turut aktif melakukan kegiatan itu, Sudin KPKP juga memberikan bantuan sejumlah unit perlengkapan dan bahan hidroponik.

Sudin KPKP Jakarta Pusat juga mendampingi langsung warga agar bisa memanfaatkan sisa lahan yang ada, seperti pekarangan rumah, gang, kelurahan, rooftop atau lantai atap perkantoran, sekolah, bahkan rumah sakit untuk menanam sayur dan buah-buahan.

Harmoni hijau

Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Joga menyatakan sudah seharusnya Jakarta dibangun menjadi kota berkelanjutan pangan yang mampu memenuhi, setidaknya sebagian kebutuhan pangan, mengurangi ketergantungan pangan di daerah lain, serta membangun ketahanan pangan lokal, dimana masyarakat dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti cabai, timun, tomat dan sayur, serta buah-buahan lainnya.

Selain memanfaatkan rumah, gang, serta rooftop perkantoran, BP Pasar Jaya juga dapat membangun atau merevitalisasi bangunan gedung pasar menjadi lebih modern dan memadukan ruang atau lantai untuk urban farming yang akan memasok kebutuhan sayur dan buah segar ke pasar yang ada di lantai bawahnya.

Pengamat juga setuju dengan adanya gerakan urban farming sebagai solusi ketahanan pangan di Jakarta. Diharapkan gerakan tersebut bisa terus berlanjut.

Sebab, salah satu tantangan yang dihadapi dalam gerakan urban farming ini adalah rasa malas. Apabila belum timbul kesadaran dari masyarakat dan kebanyakan masih hanya berpikir praktis, maka tak heran jika gerakan tersebut bisa kembali hilang di masa depan.

Tak dipungkiri jika anak muda di zaman kini enggan untuk bertani. Bahkan, anak muda lulusan pertanian pun belum tentu bersedia menjadi petani.

Oleh karena itu, untuk terus menjaga gerakan ini, perlu juga adanya kesadaran para generasi muda untuk melakukan urban farming. Agar lebih menarik, gerakan tersebut bisa disosialisasikan dengan cara-cara yang kekinian, misalnya dicontohkan oleh figur publik yang banyak diidolakan oleh generasi muda, atau memberi contoh urban farming di kafe-kafe tempat biasa para anak muda menghabiskan waktu.

Untuk menggaet anak muda, juga telah dilakukan berbagai macam upaya, misalnya dengan melakukan sosialisasi di lingkungan sekolah, hingga ke karang taruna. Dengan kesadaran generasi muda terhadap sisi positif dari urban farming, diharapkan hal ini juga mampu membuat Jakarta yang lebih hijau dan terbebas dari kelangkaan pangan.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024