Memang MK perlu diawasi, tapi secara konstitusi bukan oleh KY"
Jakarta (ANTARA News) - Pakar hukum tata negara Margarito Kamis menegaskan sampai kapan pun Komisi Yudisial (KY) tidak akan bisa mengawasi hakim Mahkamah Konstitusi (MK) selama UUD 1945 tidak diamandemen.

"Sekalipun saat ini Presiden Susilo bambang Yudhoyono telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)," sambung Margarito Kamis di Gedung DPD RI Jakarta, Rabu.

Pasal 24 B dan 24 C UUD`45 tidak berubah dan sudah tegas menjelaskan bahwa MK bukan bagian dari obyek KY. "Memang MK perlu diawasi, tapi secara konstitusi bukan oleh KY, agar tak menciptakan kesuraman konstitusi," katanya.

Margarito menjelaskan pengawasan oleh KY sudah dibatalkan MK karena dinilai inkonstitusional.

Ia menegaskan konstitusi di mana pun akan bekerja sesuai dengan fungsi dan tugasnya sebagai lembaga negara. Hanya saja dalam menjalankan fungsinya tersebut akan selalu terjadi relasi formal dan relasi politik.

"Kalau relasi legal konstitusi bersifat instruktif-imperatif, tak bisa menjalankan perintah dan kewenangannya selain yang ditugaskan konstitusi," katanya.

Sedangkan dalam relasi politik, lanjut Margarito, menjalankan konstitusi itu akan tergantung pada pengaruh, kekuasaan, dan keterampilan politik lainnya.

Dalam konteks itu, tambah Margarito maka tidak bicara norma, tetapi soal etika politik. Margarito mencontohkan saat Presiden SBY mengundang para ketua lembaga tinggi negara guna membahas jalan keluar pasca ditangkapnya Ketua MKRI Akil Mocthar dalam skandal suap beberapa waktu lalu itu.

"MK yang bermasalah itu secara etik senbagai lembaga mestinya ikut diundang. Karena ini yang bermasalah perorangan, ketuanya dan bukannya lembaga MK. Sementara ada anggota DPR yakni Chairunnisa yang juga bermasalah, tapi kenapa Ketua DPR-nya ikut diundang? Ini saya tak bisa terima. Ini soal etika bernegara?" tambahnya.

Pewarta: Jaka Suryo
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013