Membeli kebutuhan berbuka puasa menjadi tantangan bagi sebagian besar rumah tangga
Ankara (ANTARA) - Seiring dimulainya bulan suci Ramadan, warga Turki menyambutnya dengan perasaan campur aduk antara sukacita dan kekhawatiran akibat tantangan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya yang mencengkeram negara mereka.

Kenaikan biaya dan inflasi yang meroket memaksa banyak orang untuk mengencangkan ikat pinggang, berusaha mengatasi tekanan keuangan yang melonjak selama setahun terakhir.

Pelin Ozturk, seorang ibu rumah tangga yang tinggal di Distrik Kizilay yang hiruk pikuk di Ankara, menuturkan bahwa keluarganya, seperti banyak keluarga lainnya di Turki, harus mengurangi perayaan tradisional, mulai dari hidangan berbuka puasa yang mewah hingga hadiah yang dipertukarkan, di tengah inflasi yang meroket di negara tersebut.

"Membeli kebutuhan berbuka puasa menjadi tantangan bagi sebagian besar rumah tangga," katanya, seraya menekankan bahwa daging telah menjadi barang mewah bagi banyak orang.
 
   Antrian panjang terlihat saat orang-orang ingin membeli bahan makanan yang mereka butuhkan saat bulan suci Ramadan di sebuah toko di Ankara, Turki, pada 11 Maret 2024. (Xinhua/Mustafa Kaya)   

Untuk mengurangi penderitaan masyarakat yang kurang beruntung, pemerintah Turki melakukan intervensi dengan memantau harga pasar dan mendorong peretail untuk memberikan diskon selama Ramadan.

Namun, kenaikan harga sebesar 80 persen yang mengkhawatirkan untuk pita Ramadan, sejenis roti panggang tradisional saat Ramadan di Turki, mengurangi pengalaman berbuka puasa bagi banyak orang.

"Ramadan melambangkan persatuan, namun dalam beberapa tahun terakhir, kesengsaraan ekonomi membayangi kegembiraan ini," keluh Ahmet Ozturk, seorang pensiunan, membayangkan dampak yang menyedihkan bagi jutaan pensiunan.
 
Orang-orang membeli bahan makanan di sebuah toko saat Ramadhan di Ankara, Turki, pada 11 Maret 2024. (Xinhua/Mustafa Kaya)  

Tingkat inflasi tahunan Turki yang mencapai 67,07 persen pada Februari, tertinggi sejak 2022, telah memperburuk krisis biaya hidup, meskipun ada kenaikan upah dan pensiun.

Di tengah cobaan tersebut, rasa afinitas sosial yang kuat muncul selama bulan puasa dan introspeksi ini.

"Ramadan mewujudkan persatuan dan solidaritas. Saya sangat gembira dapat menghidangkan makanan bagi keluarga, para sesepuh, dan kawan-kawan. Ini menandakan solidaritas dengan komunitas kami, yang merupakan inti dari Ramadan," ujar Ozturk.
 
Seorang wanita berbelanja di sebuah pasar swalayan di Ankara, Turki, pada 5 Maret 2024. ANTARA/Xinhua/Mustafa Kaya 

Terlepas dari tekanan keuangan, banyak keluarga berusaha mempertahankan tradisi, berbuka puasa bersama, dan mengupayakan rekonsiliasi selama Ramadan.

"Saat kami berkumpul dengan para sesepuh untuk berbuka puasa, ini menjadi kesempatan untuk menjalin silaturahmi keluarga di tengah kesulitan," ujar seorang mahasiswa bernama Furkan Yuceaslantas, saat berkeliling bersama kawan-kawannya di Kizilay.

Sepanjang Ramadan, suara meriam akan bergema di seluruh penjuru Turkiye, menandai waktu berbuka puasa. Selain itu, "tenda buka puasa", yang menawarkan makan gratis bagi ratusan warga, serta gerakan amal yang diadakan oleh berbagai organisasi seperti Bulan Sabit Merah Turki berupaya meringankan beban mereka yang kurang beruntung.

"Seperti di setiap bulan Ramadan, kami membagikan paket makanan kepada mereka yang membutuhkan," kata Kepala Bulan Sabit Merah Turki Fatma Meric, seraya menggarisbawahi komitmen untuk memberikan bantuan selama bulan suci ini.
 

Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2024