Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI mengajak Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Hong Kong memperkuat konsep nilai kebangsaan dan persatuan sesama Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri, guna meningkatkan resiliensi terhadap radikal-terorisme.

Kepala BNPT RI Komjen Pol. Mohammed Rycko Amelza Daniel mengatakan saat ini masih terdapat aktivitas kelompok penganut ideologi kekerasan, terutama dalam hal penggalangan dana serta radikalisasi pada perempuan, anak, dan remaja walaupun tidak terdapat aksi terorisme terbuka pada 2023.

"Perlu menguatkan konsep kebangsaan, persatuan, dan kesatuan, serta menjaga orang-orang terdekat agar tidak mudah terhasut oleh ajaran kebencian," ujar Rycko dalam acara diseminasi bahaya radikal-terorisme BNPT RI kepada PMI di Hong Kong, Sabtu (9/3), seperti dikutip dari keterangan resmi di Jakarta, Kamis.

BNPT RI mencatat terdapat sejumlah hasil penelitian terkait PMI dan jenis kasus yang pernah terjadi kepada PMI di Hong Kong, yaitu aktivitas di media sosial, pendanaan, hingga komitmen untuk melakukan bom bunuh diri di Indonesia.

Dalam kesempatan yang sama, Konsul Jenderal Konsulat Jenderal RI (KJRI) Hong Kong, Yul Edison menyambut baik upaya BNPT RI untuk melaksanakan program pencegahan terorisme sebagai upaya peningkatan resiliensi PMI di Hong Kong terhadap radikal-terorisme.

"Kami mendukung program pencegahan terorisme, baik offline maupun hybrid, sebagai contoh pada kegiatan welcoming program kepada PMI yang baru datang ke Hong Kong," kata Yul Edison.

Dirinya menyampaikan bahwa jumlah WNI yang ada di Hong Kong mencapai ratusan ribu orang dengan mayoritas merupakan PMI. Para pekerja migran, kata dia, selama ini telah mendapatkan apresiasi dari pemerintah Hong Kong karena bekerja dengan baik.

Sementara itu, Deputi Bidang Penempatan dan Pelindungan Kawasan Eropa dan Timur Tengah Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Irjen Pol. I Ketut Suardana menambahkan bahwa PMI memiliki peran penting sebagai penyumbang devisa kedua setelah migas untuk dapat berangkat secara prosedural.

"PMI tidak boleh berangkat secara non-prosedural karena rawan menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO)," ungkap I Ketut Suardana.

Baca juga: BNPT: Patriarkisme punya andil sebarkan paham radikal pada perempuan
Baca juga: Komisi III dukung kolaborasi BNPT-Kemendes maksimalkan Desa Siapsiaga

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2024