Jakarta (ANTARA) - "Ia secara cepat dipindahkan ke Singapura dan kemudian ke Thailand untuk membangun rel kereta api Burma-Thailand, dan pada akhirnya ke tambang batu bara di Jepang". 

Diplomat Amerika Serikat Marc Cook membacakan sekelumit kisah kakeknya, Max Wilker, dalam sambutan di halaman Kedutaan Besar Amerika Serikat, di Jakarta pada 1 Maret 2024.

Dalam jurnalnya, lanjut Cook, kakek menuliskan: "Kami bisa bertahan hanya dengan dua mangkuk nasi sehari dan sup lobak yang encer sekali."

Setiap 1 Maret, ada suatu upacara militer yang sakral bagi Amerika Serikat dan Australia di Indonesia. 

Upacara digelar untuk mengenang para pelaut angkatan laut AS dan Australia dalam pertempuran ikutan dari Pertempuran Laut Jawa pada awal-awal invasi bersenjata agresif Angkatan Laut Kekaisaran Jepang ke Hindia Belanda, yang kelak bernama Indonesia.

ANTARA termasuk dalam daftar pendek undangan upacara yang pada tahun ini digelar di halaman depan kompleks Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta.

Beberapa perwira tinggi dan menengah TNI AL hadir, termasuk Gubernur Banten Al Muktabar yang wilayahnya menjadi latar penting upacara peristiwa bersejarah berpuluh tahun lalu ini terjadi.

Pertempuran Laut Jawa, bagi banyak sejarahwan, dianggap sebagai pertempuran heroik yang penuh taktik dan strategi antara tujuh kapal perang aneka kelas Angkatan Laut Amerika Serikat, Angkatan Laut Kerajaan Belanda, Angkatan Laut Australia, Angkatan Laut Kerajaan Inggris melawan konvoi kapal perang Jepang.

Pertempuran Laut Jawa merupakan palagan awal yang membuat USS Houston-CA-30 dan HMAS Perth tenggelam di Selat Sunda dalam Pertempuran Selat Sunda pada 28 Februari hingga 1 Maret 1942. Kelazimannya, upacara itu dilaksanakan di atas kapal perang sambil berlayar di Selat Sunda, yang bertolak dari Cilegon. Namun setelah pandemi korona melanda, upacara ini belum kembali dilaksanakan seturut kelaziman itu.

Bukan kebetulan Cook didaulat menjadi salah satu orang yang memberikan sambutan dalam upacara sederhana namun khidmat pada Jumat pagi, 1 Maret 2024 itu. Ia, yang merupakan diplomat untuk urusan ekonomi di Kedutaan Besar Amerika di Jakarta itu, merupakan cucu dari salah satu korban selamat dari Pertempuran Selat Sunda itu.

"Ia kakek saya, ayah dari ibu saya. Seseorang yang saya tahu sangat heroik, patriotik dan pantang menyerah," katanya singkat setelah upacara usai tentang kakeknya yang bernama Max Wilker, kelahiran Grace, Idaho, pada 30 Juni 1919.

Podium tempat Cook memberikan sambutannya berada di tepi kolam besar, di dekatnya terdapat karangan bunga untuk dilarung ke kolam itu sebagai simbol lautan.

Ia mengatakan, "Sebagai tambahan atas 'menu kelaparan' sebagaimana para tawanan menyebutnya, penyiksaan mental dan fisik merupakan bagian dari pengalaman sehari-hari."

Masih mengutip ucapan sang kakek, Cook mengatakan,"Kematian merupakan sesuatu yang kami lihat setiap hari. Bagian yang paling sulit pada masa tahanan itu adalah ketidakjelasan kapan ini akan berakhir." 

Kakek dilaporkan hilang dan diduga meninggal oleh keluarga di rumah, katanya.

 
Diplomat Amerika Serikat, Marc Cook, menunjukkan foto sang kakek, Max Wilker. Kakeknya itu selamat dalam Pertempuran Selat Sunda pada 28 Februari-1 Maret 1942. ANTARA/@usembassyjkt



Cook melanjutkan, "Pada saat dia kembali, dia membaca obituarinya sendiri -- suatu pengingat bahwa perang itu tidak bisa diperkirakan dan pengorbanan yang terjadi." Kabar tentang Wilker kembali ke kampung halamannya setelah dinyatakan hilang oleh Angkatan Laut Amerika Serikat dan kemudian ternyata selamat, ada dalam kliping koran-koran setempat di Amerika Serikat, lengkap dengan foto dirinya. Informasi cukup lengkap tentang hal ini ada dalam instagram resmi Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, @usembassyjkt.

Saat memberi sambutan, sang cucu menyatakan, "Hanya sejarak bermil-mil dari tempat di mana kakek saya berenang ke pantai hampir 80 tahun lalu, saya berdiri di sini dengan penghormatan mendalam dan kerendahan hati mendalam untuk seluruh pengorbanannya dan mereka yang berdinas saat itu."

Perwakilan Korps Marinir Amerika Serikat, Mayor Ding, juga membacakan sambutannya. "Tidak lama setelah HMAS Perth tenggelam, komandan USS Houston, Kolonel Alberth H Rooks, mengeluarkan perintah meninggalkan kapal. Beberapa saat kemudian, dia gugur terkena pecahan peluru..."

"Berdiri di struktur atas kapal itu (USS Houston), dua anggota Marinir, Gunnery Sergeant Walter Standish dan Private First Class Howard, bertahan. Tanpa kenal takut mereka terus menembaki musuh dengan senapan mesin kaliber 12,7 mm. Mengantisipasi kapal tenggelam, Standish memaksa prajurit muda Howard segera melompat ke laut. Howard memohon kepada dia untuk tetap terjun bersama namun Standish menolak," kata Ding.

"Hari ini, kita tidak sedang mengglorifikasi perang namun mengenang betapa perang menimbulkan korban yang luar biasa, dengan harapan dunia tidak perlu lagi mendapat luka dan penderitaan akibat perang lagi," katanya.

Armada

Jika dirinci, kapal-kapal perang yang terlibat pada Pertempuran Laut Jawa itu adalah dua kapal penjelajah berat (HMS Exeter dan USS Houston), tiga penjelajah ringan (HrMs de Reuter/Belanda-juga sebagai kapal bendera Laksamana Karel Doorman, HrMs Java, dan HMAS Perth), dan sembilan kapal perusak (HMS Electra, HMS Encounter, HMS Jupiter, HrMs Kortaener, HrMs Witte de With, USS Alden, USS John D Edwards, USS John D Ford, dan USS Paul Jones).

Seluruh armada kapal perang Sekutu di Theater Pasifik (ABDA Command/ABDACOM) ini di bawah komando Laksamana Doorman yang kemudian gugur dalam pertempuran laut itu dan kemudian diganti Laksamana Thomas C Hart dari Amerika Serikat.

Sedangkan dari Angkatan Laut Kekaisaran Jepang, adalah dua penjelajah berat (Nachi dan Haguro), dua penjelajah ringan (Naka dan Jintsu), dan 14 perusak (Yudachi, Samidare, Murasame, Harusame, Minegumo, Asagumo, Yukikaze, Tokitsukaze, Amaratsukaze, Hatsukaze, Yamakaze, Kawakaze, Sazanami, dan Ushio). Semua kapal perang Jepang ini di bawah komando Laksamana Muda Shoji Nishimura.

Mengutip dari situs ikahan.com, setelah berhasil bertahan atas serangan tanpa mengalami kerusakan yang dihadapi pada 24 dan 25 Februari 1942 di Batavia, HMAS Perth berlayar menuju Surabaya diikuti empat kapal lain Australia.

HMAS Perth meninggalkan Surabaya bersama pasukan sekutu dari Amerika, Inggris dan Belanda (ABDACOM) menuju Pulau Madura pada 26 Februari 1942. Dalam pelayarannya, 11 kapal tersebut terlibat pertempuran di Laut Jawa dengan armada Jepang selama dua hari.

HMAS Perth dan USS Houston (kelas Northampton Class Heavy Cruiser) adalah dua dari 11 kapal yang berhasil bertahan dan mundur ke Tanjung Priok untuk pengisian bahan bakar sebelum melanjutkan pertempuran. Namun, karena keterbatasan bahan bakar di Jawa (dan Tanjung Priok), HMAS Perth hanya dapat menerima setengah dari kebutuhannya.

Setelah mengisi bahan bakar pada 28 Februari 1942, USS Houston dan HMAS Perth berlayar menuju Cilacap, melalui Selat Sunda. Tak lama setelah jam 23.00 malam itu, pasukan Jepang melihat kedua kapal tersebut dan terjadi pertempuran sengit (awal dari Pertempuran Selat Sunda).

Tambahan kapal perusak dari pasukan Jepang datang dari arah utara, sehingga USS Houston dan HMAS Perth memutuskan untuk berpencar agar dapat menyerang secara bersamaan pada lebih dari satu kapal dari Pasukan Jepang. Karena kalah jumlah, USS Houston dan HMAS Perth rusak sangat parah.

Karena memiliki amunisi yang sedikit maka Komandan HMAS Perth, Letnan Kolonel ‘Hec’ Waller, memutuskan untuk menggunakan kekuatan penuh, keluar dari Selat Sunda melalui arah selatan sampai akhirnya terkena torpedo tunggal Jepang yang mengenai sisi kanan kapal. Waller memerintahkan awak kapal untuk meninggalkan kapal tersebut.

Tak lama kemudian, serangan torpedo kedua dan ketiga kembali menghantam kapal. Sampai empat serangan menerpa mereka, akhirnya kapal perang itu tenggelam pada dini hari, 1 Maret 1942, dengan hilangnya 350 dari 681 dari krunya, termasuk komandan kapal di kedalaman 30 meter dari permukaan laut.

Sedangkan pada USS Houston yang dikomandani Rook, juga mengalami hal yang kurang lebih sama. Gugur 631 pelaut tangguh Angkatan Laut Amerika Serikat di perairan berkedalaman 30 meter itu. Salah satu yang selamat adalah kakek dari Marc Cook, Max Wilker, yang sudah dikisahkan di atas.

Pertempuran Selat Sunda pada 28 Februari-1 Maret 1942 itu, secara tidak langsung menyeret wilayah (kemudian menjadi Indonesia) ke dalam kancah Perang Dunia II. Mungkin sejarah bangsa ini, Indonesia, dan kawasan bisa berbeda jika kedua kapal perang yang dipimpin Waller dan Rook itu menang atas armada Angkatan Laut Kekaisaran Jepang.

Namun sejarah sudah menuliskan catatannya. Hormat kepada pelaut-pelaut tangguh yang gugur pada Pertempuran Selat Sunda.

Editor: Sri Haryati
Copyright © ANTARA 2024