Menarik bagaimana bahasa dan sastra disuguhkan dalam satu bentuk yang dikaitkan dengan ekologi,
Jakarta (ANTARA) - Kepala Pusat Riset Bahasa, Sastra, dan Komunitas Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ade Mulyanah menyebut sastra hijau merupakan bentuk keberpihakan penulis pada lingkungan.

"Sedikit saya mencuplik sastra hijau, yang merepresentasikan kepedulian atau keberpihakan penulis terhadap ekologi, dengan mengangkat tema-tema tentang lingkungan hidup atau kesejahteraan bersama," kata Ade dalam diskusi yang diikuti di Jakarta, Kamis.

Diskusi bedah buku "Suara Alam dari Komunitas Kita" yang diselenggarakan oleh BRIN dengan
mengundang para penulis yang merupakan sivitas akademika dari berbagai perguruan tinggi.

"Menarik bagaimana bahasa dan sastra disuguhkan dalam satu bentuk yang dikaitkan dengan ekologi, juga bagaimana buku ini menawarkan berbagai sudut pandang terkait beragam komunitas dengan tradisi dan multimoderat," ujar dia.

Baca juga: Perhutani Surakarta ajak remaja cinta hutan lewat sastra hijau

Sejak tahun 1970-an sastra hijau juga diagungkan sebagai aktivitas lingkungan, di Amerika Latin misalnya, karya sastra tersebut banyak bermunculan akibat kerusakan hutan oleh para pengusaha kayu.
 
Ade menambahkan pada awal tahun 90-an literatur Barat menyebut sastra hijau sebagai kritik ekologis, sehingga buku yang dibedah tersebut sangat berkaitan dengan konsep-konsep kritik ekologis tersebut.

Ia juga menjelaskan sastra hijau dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk turut memelihara bumi.

"Sastra hijau ini memiliki tujuan menyadarkan para penghuni bumi agar dapat mengubah gaya hidup, perusak bumi menjadi pemelihara bumi," ucapnya.

Ia menyebutkan buku "Suara Alam dari Komunitas Kita" akan memberikan perspektif baru terhadap bahasa dan sastra yang dilihat dengan latar belakang lingkungan.

Baca juga: Kisah perempuan aktif selamat dari kanker

"Kisah-kisah dalam buku ini merupakan representasi bagaimana bahasa diwujudkan dalam karya sastra yang berlatar belakang lingkungan dan sering disebut juga sebagai sastra hijau, bagaimana memandang bahasa dan sastra dari latar belakang lingkungan," tuturnya.

Ia memaparkan ide tentang sastra hijau dimunculkan sebagai tanggapan para sastrawan dan periset dalam melihat bahasa dan sastra sekaligus mengalami dan merasakan lingkungan sekitar atau tempat yang ditinggali.

"Buku ini menampilkan tulisan-tulisan dari para peneliti tentang suara alam kita, tentang respons dan sekitarnya, bagaimana kisah-kisah tentang air, vegetasi, dan beragam spesies saling bersinggungan," katanya.

Ia menegaskan ke depan penelitian-penelitian tentang sastra hijau maupun kegiatan bedah buku akan menjadi tradisi sebagai kontribusi BRIN kepada masyarakat, yang dapat diajukan pendanaan ke rumah program sebagai pendanaan internal, maupun pendanaan dengan skema Riset Inovasi Indonesia Maju (RIIM).

Baca juga: BRIN: Riset sastra dan bahasa bisa didanai lewat skema RIIM ekspedisi

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024