Kejang yang berulang lebih dari 24 jam tanpa pencetus itu yang kita sebut dengan epilepsi
Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis neurologi dari Rumah Sakit Pusat Otak Nasional Prof Dr dr Mahar Mardjono dr Chairunnisa mengatakan, sebenarnya ciri-ciri epilepsi sangat banyak, contohnya seperti melamun, atau bahkan sakit kepala.

Chairunnisa dalam gelar wicara "Hari Epilepsi Sedunia 2024" yang disiarkan melalui kanal YouTube RSPON Prof Dr dr Mahar Mardjono di Jakarta Kamis menjelaskan, selama ini masyarakat awam hanya tahu mulut berbusa sebagai ciri-ciri epilepsi, dan sering menganggap orang yang epilepsi sedang kesurupan.

"Ada juga yang sederhana seperti bengong. Orang kan selama ini, 'ah saya bengong, biasa lah dok yang namanya bengong'. Tapi ternyata itu gejala epilepsi yang bentuknya blank. Jadi pasiennya ya blank, bengong, tapi dia tidak sadar," katanya.

Dia mengatakan bahwa epilepsi adalah sindrom, yaitu kumpulan beberapa gejala.

Epilepsi, ujarnya, merupakan suatu bangkitan atau kejang yang tanpa pencetus.

"Kejang yang berulang lebih dari 24 jam tanpa pencetus itu yang kita sebut dengan epilepsi," katanya.

Namun demikian, dia menyebut bahwa tidak semua orang yang kejang terkena epilepsi.

Kata dokter itu, kejang terjadi karena adanya aktivitas listrik yang abnormal di otak.

Dia menjelaskan, ciri-ciri lain epilepsi adalah nyeri kepala, terutama yang sudah diderita selama bertahun-tahun.

Dokter itu menambahkan, bagi penderitanya, biasanya terdapat sensasi-sensasi tertentu, yang disebut sebagai aura, yang terjadi beberapa detik atau menit sebelum epilepsi. Dia menyebut bahwa sensasi tersebut menyerang audio maupun visual penderita tersebut, dan kerap menimbulkan fenomena deja vu atau jamais vu.

Deja vu adalah ketika perasaan ketika seseorang merasa yang dialami sekarang pernah juga dialami di masa lalu. Sementara itu, jamais vu adalah ketika seseorang tidak mengenali hal yang familiar dengan dirinya.

"Atau yang paling sering lagi disebut dengan epigastric discomfort. Jadi pasiennya merasa ada sensasi yang tidak nyaman. Dari mulut hati terus naik ke atas seperti muntah gitu ya. Itu juga merupakan salah satu aura yang paling sering juga bisa jadi bagian dari epilepsi," kata dokter itu.

Chairunnisa juga menyebutkan bahwa apabila terjadi suatu gerakan-gerakan halus atau kedutan, perlu segera dipastikan hal tersebut bukan pertanda epilepsi.

Dalam kesempatan itu dia menyebutkan bahwa penyebab epilepsi diduga adalah faktor genetik, serta simptomatik, di mana ada sesuatu di otak yang menyebabkan gangguan itu.

Dia mencontohkan, tumor, infeksi, atau trauma pada saat proses kelahiran.

Adapun pencetusnya, katanya, antara lain waktu menatap layar, baik itu TV maupun telepon pintar.

Dia menjelaskan bahwa epilepsi dapat dikontrol melalui pengobatan, namun pada satu persen penderita epilepsi, dapat terjadi kematian mendadak setelah epilepsi (SUDEP).

Menurutnya, penyebab kematian tersebut masih belum jelas, akan tetapi diduga terkait dengan masalah pernafasan dan jantung.

Pada kesempatan yang sama, Ahli Gizi Masruroh Mastin menyebutkan bahwa penderita epilepsi perlu menjaga asupan gizi yang seimbang agar daya tahan tubuh tetap kuat, sehingga tidak terjadi infeksi.

Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2024