Dalam kopi terdapat kafein yang membuat seseorang merasa lebih semangat karena meningkatkan denyut jantung, sehingga akhirnya sulit tidur dan pada akhirnya meningkatkan risiko kejang
Jakarta (ANTARA) - Ahli gizi dari Rumah Sakit Pusat Otak Nasional Prof. Dr. dr. Mahar Mardjono Masruroh Mastin mengatakan pasien epilepsi sebaiknya tidak mengonsumsi kopi berlebihan untuk mengatasi kejang, karena kafein justru dapat meningkatkan frekuensi kejang tersebut.

"Dari hasil studi kasus ditemukan bahwa pasien dengan epilepsi terkontrol dengan obat-obatan ataupun dengan epilepsi yang tidak terkontrol, namun ketika minum kopi dalam jumlah yang tinggi dan sedang, di atas empat cangkir dalam satu harinya ternyata malah meningkatkan frekuensi dari kejang itu sendiri," ujar Masruroh dalam gelar wicara memperingati Hari Epilepsi Sedunia yang disiarkan RSPON Prof. Dr. dr. Mahar Mardjono di Jakarta, Kamis.

Dia menjelaskan bahwa dalam kopi terdapat kafein yang membuat seseorang merasa lebih semangat karena meningkatkan denyut jantung, sehingga akhirnya sulit tidur dan pada akhirnya meningkatkan risiko kejang.

Selain itu, kata dia, risiko kejang juga terjadi karena kafein juga dapat meningkatkan pengeluaran cairan tubuh, sehingga terjadi dehidrasi.

Baca juga: Dokter paparkan ciri-ciri dan penyebab epilepsi

"Kafein ini tidak hanya terdapat pada kopi ya, pada teh juga ada kafein, kemudian juga pada minuman-minuman ringan, coklat juga ada kafeinnya. Berarti memang fokus utamanya adalah di senyawa kafeinnya, bukan hanya sekadar fokus utamanya di kopi," ujarnya.

Namun demikian, ujarnya, efek kafein pada setiap orang berbeda-beda. Dalam percobaan pada hewan dengan dosis kecil, kafein dapat menurunkan frekuensi kejang.

"Tidak serta merta kita tetap harus menyimpulkan bahwa boleh mengkonsumsi kopi dalam dosis yang rendah," kata dia.

Dalam kesempatan itu, dia memberikan sejumlah tips selama berpuasa bagi penderita epilepsi, salah satunya adalah dengan mengurangi makanan dan minuman manis, karena dapat mencetuskan epilepsi.

Baca juga: Lima mitos dan fakta seputar kejang dan epilepsi

"Pembatasan dari gula maksimal empat sendok makan, kemudian garam sekitar satu sendok teh dalam satu harinya, dan lemak sekitar lima sendok makan dalam seharinya," ujarnya.

Selain itu, katanya, adalah minum air putih yang cukup, yaitu delapan gelas sehari, serta mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang.

Dalam kesempatan yang sama, Dokter spesialis neurologi dr. Chairunnisa menyebut bahwa epilepsi adalah sindrom, yaitu kumpulan beberapa gejala. Epilepsi merupakan suatu bangkitan atau kejang berulang dalam lebih dari 24 jam, yang tanpa pencetus.

Dia menjelaskan bahwa tidak semua orang yang kejang berarti punya epilepsi. Kejang terjadi karena adanya aktivitas listrik yang abnormal di otak.

"Pencetus dari epilepsi itu sebenarnya banyak banget. Memang paling sering kelelahan, kurang tidur, pikiran, screen time. Screen time di sini ya bisa laptop, TV, handphone, komputer, yang terlalu lama. Loud flash, kilatan cahaya, dan udara dingin, air panas," kata Chairunnisa.

Baca juga: Dokter: Jangan panik ketika hadapi kejang pada anak
Baca juga: Epilepsi dapat mengganggu perkembangan otak dan motorik kasar anak

Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024