Kupang (ANTARA) - Menteri Koordinator Perekonomian periode 2001 hingga 2004 Prof Dorodjatun Kuntjoro Jakti menilai kasus pencemaran Laut Timor akibat meledaknya anjungan minyak Montara pada 21 Agustus 2009, bukanlah persoalan masyarakat pesisir Nusa Tenggara Timur saja, tetapi juga bangsa Indonesia.

"Kasus ini harus dijadikan sebuah yurisprudensi bagi bangsa Indonesia guna mengantisipasi kejadian serupa di kemudian hari mengingat begitu banyak anjungan minyak dan gas yang bertebaran di seluruh wilayah perairan Indonesia," kata mantan Menko Perekonomian pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri dalam keterangan yang diterima di Kupang, Sabtu.

Dia menyampaikan hal ini saat bertemu dengan Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Ferdi Tanoni bersama rekannya Heri Soba di Jakarta ketika membicarakan soal masalah pencemaran Laut Timor yang telah berlangsung hampir 15 tahun ini.

Hal ini karena kasus pencemaran di laut Timor itu mengakibatkan banyaknya korban jiwa serta kerugian bagi nelayan dan petani rumput laut yang sudah lama berprofesi sebagai nelayan dan juga sebagai petani rumput laut di sejumlah wilayah pesisir di NTT.

Menurut Prof Dorodjatun, kompensasi ganti rugi memang penting, akan tetapi jauh lebih penting adalah kasus pencemaran minyak Montara di Laut
Timor pada 2009, harus dijadikan sebagai sebuah "legal precedent" sebagai sebuah warisan bagi anak cucu bangsa Indonesia.

Ketua YPTB Ferdi Tanoni dihubungi terpisah dari Kupang mengatakan bahwa dirinya berada di Jakarta untuk membahas kelanjutan soal kasus tersebut.

Ferdi merupakan pejuang pencemaran Laut Timor yang diketahui telah berjuang untuk memproses terjadinya pencemaran laut Timor pada tahun 2009 lalu.

Tanoni yang secara resmi ditunjuk oleh Bupati-Gubernur NTT hingga Menteri Perhubungan RI sebagai otoritas khusus Pemerintah RI untuk menyelesaikan Kasus Pencemaran Laut Timor sejak tahun 2009 hingga saat ini.

Walaupun saat ini masih proses, namun Ferdi yang dihubungi dari Kupang secara terpisah mengakui telah menang di di Kabupaten Rote dan Kupang dalam menggugat PTTEP secara class action di Pengadilan Federal Australia itu.

Dia menceritakan panjang lebar soal kasus pencemaran Laut Timor yang sudah berlangsung hingga tahun ke 15 belum sepenuhnya juga membuahkan hasil.

“Kami juga telah mengadukan kasus ini kepada Komisi Hak Asasi Manusia PBB dan menuntut Pemerintah Federal Australia dan PTTEP-Bangkok untuk segera membayarnya,” tambah dia.

Dia juga mengaku dukungan penuh dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjatan yang menerbitkan Surat Keputusan the Montara Task Force yang beranggotakan 5 orang termasuk Ferdi Tanoni.

“Untuk maksud itulah kami sedang berada di Jakarta dan telah meminta waktu untuk bertemu dengan Luhut Pandjaitan agar bersama kita selesaikan kasus Montara ini,” katanya.

Mantan agen imigrasi Australia itu juga mengatakan bahwa kasus pencemaran Laut Timor akibat meledaknya anjungan minyak Montara di Blok Atlas Barat Laut Timor tersebut telah mengorbankan ribuan masyarakat di pesisir kepulauan Nusa Tenggara Timur, namun pihak perusahaan PTTEP asal Thailand itu malah lari dari tanggungjawab kemanusiaannya.

"Begitu banyak penyakit aneh yang diderita oleh masyarakat pesisir di kepulauan NTT, usaha budidaya rumput laut yang menjadi salah satu mata pencaharian rakyat pesisir NTT juga mengalami kehancuran akibat wilayah perairan budidaya sudah terkontaminasi dengan minyak serta zat beracun lainnya," ujarnya.

Terkait rencana pertemuan dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dia mengatakan sedang menunggu waktu pertemuan tersebut.

‘Saya sedang menunggu waktu pertemuan dengan pak Menko Marves. Semoga bisa bertemu dalam waktu dekat,” katanya.

Baca juga: Petani rumput laut korban Montara belum terima dana kompensasi 

Baca juga: YPTB minta Maurice Blackburn bayar ganti rugi petani rumput laut NTT

Pewarta: Kornelis Kaha
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2024