Jakarta (ANTARA) - Pengadaan perangkat pesawat tanpa awak atau drone berteknologi terkini untuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dinilai menjadi salah satu kebutuhan mendesak demi memaksimalkan upaya mitigasi dan operasi penanggulangan dampak bencana di Indonesia.

Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana BNPB Udrekh dalam siniar penanggulangan bencana yang dipantau dari Jakarta, Sabtu, mengungkapkan bahwa drone memiliki peran yang cukup vital untuk mempermudah kerja tim di lapangan saat merespons potensi darurat bencana ataupun saat menghadapi kondisi dampak bencana.

Ketika mendeteksi adanya potensi darurat bencana pada sebuah wilayah, maka BNPB akan langsung menerjunkan drone ke lapangan guna memonitor kondisi lalu memetakannya.

Menurut dia, hasil dari pemetaan tersebut akan menjadi rujukan atau dasar tindakan apa yang relevan untuk dilakukan sehingga bisa mengurangi dampak kerusakan bencana, baik itu bencana hidrometeorologi basah seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi atau pun kekeringan ekstrem yang memicu kebakaran hutan dan lahan.

Selanjutnya, penggunaan drone juga penting untuk membantu percepatan proses pendataan fasilitas umum yang rusak akibat hempasan bencana, termasuk pencarian korban hilang yang normalnya tidak boleh lebih dari 3x24 jam.

Namun, ia mengakui karena jumlah dan jenis drone yang dimiliki masih sangat terbatas, sementara wilayah Indonesia ini luas, maka BNPB sering mengalami kesulitan melakukan semua upaya itu.

Adapun contohnya seperti saat operasi penanggulangan bencana tsunami yang melanda Kota Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah dan gempa bumi Cianjur, Jawa Barat.

Baca juga: BNPB: Tak ada korban jiwa akibat gempa beruntun di Tuban Jatim

Baca juga: Jokowi perintahkan PUPR-BNPB cek bangunan rusak akibat banjir di Demak


Menurut dia beberapa unit drone jenis Fixed Wing milik BNPB mengalami kesulitan dalam menjangkau luas wilayah yang terdampak bencana skala besar itu.

"Hal tersebut dikarenakan perangkat yang digunakan itu spesifikasinya masih tergolong rendah; sensitivitas sensor, baterai cepat habis, dan jarak jangkauan," ujarnya.

Sehingga untuk mengatasi hambatan tadi, menurut dia, tim BNPB menggandeng beberapa relawan penerbang drone untuk bekerja sama berbagi data melakukan pemetaan, evaluasi dampak kebencanaan di Palu dan Cianjur.

“Itulah mengapa penggunaan drone BNPB sejauh ini lebih cenderung untuk literasi edukasi dan dokumentasi kebencanaan,” kata dia.

Ia menilai, berdasarkan pengalaman tersebut maka BNPB sudah sepatutnya dibekali pesawat drone berteknologi terkini, sehingga upaya mitigasi dan penanggulangan bencana bisa maksimal salah satunya seperti drone jenis LiDar.

Drone LiDar (Light Detection and Ranging) adalah pesawat tanpa awak yang dilengkapi sensor laser untuk mengukur jarak ke objek dan permukaan, menciptakan representasi 3D yang detail dan akurat dan memiliki daya tahan baterai.

“Kenapa LiDar, karena belum punya jenis itu padahal yang paling dibutuhkan sebab kemampuannya dapat melakukan observasi bencana secara cepat dan presisi,” ujarnya.

Maka dari itu Udrekh berharap pemenuhan kebutuhan pesawat drone LiDar ataupun peralatan penunjang darurat kebencanaan lainnya bisa segera direalisasikan, sehingga bisa lebih prima mengurangi dampak bencana yang saat ini sedang meningkat seiring anomali iklim di wilayah Indonesia.

Baca juga: Pencarian korban banjir Sumbar diteruskan atas permintaan keluarga

Baca juga: BNPB umumkan kasus Karhutla mulai mendominasi di Pulau Sumatera


Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024