DPR bersama Pemerintah lantas menyepakati agar Gubernur dan Wakil Gubernur DKJ ditetapkan melalui pilkada dengan mekanisme perolehan suara lebih dari 50 persen atau 50 persen plus 1,
Jakarta (ANTARA) - Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) secara resmi telah disetujui oleh Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg) DPR RI dan Pemerintah untuk dibahas ke Rapat Paripurna DPR terdekat guna disahkan menjadi undang-undang.

Kesepakatan itu diambil dalam Rapat Kerja Pengambilan Keputusan Tingkat I Hasil Pembahasan Panitia Kerja RUU tentang Provinsi DKJ pada 18 Maret lalu dengan delapan fraksi menyatakan setuju terhadap pembahasan lebih lanjut RUU DKJ, dan satu fraksi lainnya menyatakan menolak pembahasan tersebut.

Pembahasan RUU DKJ oleh Panja RUU DKJ berlangsung intensif selama 4 hari berturut-turut sejak 13 Maret. Pasalnya, terdapat kebutuhan mendesak secara hukum untuk mengatur Jakarta dengan kekhususannya usai tidak lagi menjadi ibu kota negara.

Hal tersebut merupakan implikasi dari terbitnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) yang telah disahkan oleh Presiden RI Joko Widodo pada 15 Februari 2022.

Berdasarkan Pasal 41 UU IKN, disebutkan bahwa “Paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2OO7 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia diubah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini”.

Untuk itu dengan diundangkannya UU IKN, maka ibu kota negara dipindahkan dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN), dan status kekhususan Jakarta sebagai provinsi akan mengalami perubahan dari yang sebelumnya merupakan DKI menjadi DKJ.

Melalui RUU DKJ diharapkan Jakarta tidak hanya tumbuh sebagai pusat perekonomian nasional dan kota global, tetapi menjadikan Jakarta tumbuh dan berkembang sebagai kota utama megapolitan di tingkat nasional, regional, dan global, dengan terbentuknya kawasan aglomerasi sebagai penopang daerah penyangga Jakarta yang terintegrasi.

RUU DKJ yang merupakan RUU usul inisiatif DPR itu memuat 12 bab dan 73 pasal. Berikut beberapa kesepakatan antara Baleg DPR dan Pemerintah terkait materi muatan RUU DKJ yang dibawa ke rapat paripurna DPR:

Keberadaan Dewan Kawasan Aglomerasi

Salah satu muatan materi RUU DKJ yang menuai sorotan publik adalah terkait kawasan aglomerasi. Berdasarkan Pasal 51 RUU DKJ, kawasan aglomerasi mencakup wilayah Provinsi Daerah Khusus Jakarta, Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi.

Pemerintah memandang penting adanya harmonisasi, penataan, serta evaluasi pembangunan kawasan aglomerasi yang menjadi satu kesatuan dengan banyaknya permasalahan bersama, mulai dari, polusi, lalu lintas, banjir, migrasi penduduk, hingga masalah kesehatan. Untuk itu, Pemerintah semula mengusulkan agar kawasan aglomerasi dipimpin oleh wakil presiden (wapres) sebagai Ketua Dewan Kawasan Aglomerasi.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menjelaskan alasan Pemerintah mengusulkan wapres memimpin Dewan Kawasan Aglomerasi sebab akan menangani permasalahan kompleks yang sifatnya lintas menteri koordinator (menko), adapun presiden dinilai memiliki tanggung jawab nasional dan pekerjaannya yang sudah sangat luas sehingga lebih baik mandat tersebut diberikan kepada wapres.

Namun pada akhirnya, DPR bersama Pemerintah menyetujui rumusan baru dalam draf RUU DKJ, yakni agar ketua dan anggota Dewan Kawasan Aglomerasi dipilih oleh Presiden RI dengan tata cara penunjukannya diatur lebih lanjut dalam peraturan presiden.
Selain itu, terdapat pula perbaikan definisi kawasan aglomerasi dari draf awal RUU DKJ usul DPR guna menghormati prinsip otonomi daerah dari wilayah yang menjadi bagian dari kawasan aglomerasi, yakni kawasan aglomerasi didefinisikan adalah kawasan yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi sekalipun berbeda dari sisi administratif sebagai satu pusat pertumbuhan ekonomi nasional berskala global.

Mekanisme penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DKJ

Gubernur dan Wakil Gubernur DKJ dalam draf RUU DKJ usul DPR semula diusulkan untuk ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh presiden. Ketentuan tersebut bersifat khusus sebab berbeda dengan provinsi lainnya di Indonesia, yakni gubernur dan wakilnya ditetapkan melalui pemilihan kepala daerah (pilkada).

Pemerintah kemudian mengusulkan, agar Gubernur dan Wakil Gubernur DKJ dipilih langsung oleh rakyat melalui pilkada dengan sistem suara terbanyak, sebagaimana provinsi lainnya di Indonesia. Mekanisme penetapan itu awalnya disetujui oleh peserta rapat Panja RUU DKJ pada 18 Maret siang.

Namun, terjadi perubahan rumusan ketika rapat dilanjutkan pada Senin (18/3) malam. DPR bersama Pemerintah lantas menyepakati agar Gubernur dan Wakil Gubernur DKJ ditetapkan melalui pilkada dengan mekanisme perolehan suara lebih dari 50 persen atau 50 persen plus 1. Apabila tidak ada pasangan calon yang memperoleh suara 50 persen plus 1 pada putaran pertama maka akan dilakukan putaran kedua.

Ketentuan tersebut tidak memberikan kekhususan baru bagi DKJ, sebab masih sama dengan mekanisme penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU DKI) saat ini, yakni melalui pilkada dengan mekanisme perolehan suara lebih dari 50 persen atau 50 persen plus 1.

Aset Pemerintah Pusat

DPR bersama pemerintah sepakat untuk menghapus ketentuan dalam RUU DKJ yang mengatur agar aset kepemilikan pemerintahan pusat diserahkan ke Pemerintah Provinsi DKJ, seusai tidak lagi menjadi ibu kota negara.

Kesepakatan bersama tersebut menghapus ketentuan Pasal 61 RUU DKJ, yang menyatakan tiga aset kepemilikan pemerintahan pusat, yakni Kawasan Gelora Bung Karno, Monumen Nasional, dan Kemayoran diserahkan ke Pemerintah Provinsi DKJ usai tidak lagi menjadi ibu kota negara.

Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rionald Silaban yang hadir dalam rapat pembahasan Panja RUU DKJ mewakili Pemerintah, menjelaskan usulan Pemerintah menghendaki kepemilikan aset Kawasan GBK, Monumen Nasional, dan Kemayoran tetap dikelola Pemerintah Pusat setelah ibu kota negara berpindah dari Jakarta ke IKN, sebab objek tersebut masuk sebagai barang milik negara (BMN) yang pengelolaannya akan menjadi tanggung jawab Menteri Keuangan.

Meski demikian, disepakati Pemerintah Provinsi DKJ nantinya tetap dapat mengusulkan pemanfaatan barang milik negara tersebut kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan, sebagaimana ketentuan yang tercantum dalam Pasal 48 ayat (1) RUU DKJ.

DPD RI pun meminta adanya klausul tegas tentang kemudahan pemanfaatan aset Pemerintah Pusat oleh Pemerintah DKJ, sebab penggunaannya dimaksudkan tidak hanya untuk masyarakat DKJ, misalnya, ketika BMN tersebut digunakan untuk perhelatan internasional.

Untuk itu dalam Pasal 48 ayat (2) RUU DKJ, disepakati bahwa ketentuan lebih lanjut terkait norma waktu yang memberikan kepastian kemudahan dalam hal permohonan pemanfaatan aset BMN Pemerintah Pusat oleh Pemerintah DKJ disepakati untuk diatur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Prioritas pemajuan kebudayaan Betawi

DKJ memiliki kewenangan khusus di bidang kebudayaan, hal itu meliputi pemajuan kebudayaan dengan prioritas pemajuan kebudayaan Betawi dan kebudayaan lain yang berkembang di Jakarta. Lalu, pelibatan badan usaha, lembaga pendidikan, lembaga adat dan kebudayaan Betawi, serta masyarakat dalam pemajuan kebudayaan.

Prioritas pemajuan kebudayaan Betawi tersebut mencerminkan bahwa kekhususan bagi DKJ tidak hanya sekadar dicirikan dalam hal kewenangan sektoral, tetapi juga memuat aspek kesejarahan Jakarta sebagai upaya mempertahankan kearifan lokal agar tidak tergerus kemajemukan masyarakat, terlebih nantinya DKJ akan menjadi kota global.

Untuk itu, dalam rangka pemajuan kebudayaan Betawi tersebut, Pemerintah Provinsi DKJ membentuk dana abadi kebudayaan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah, serta dapat mengusulkan dana tambahan kepada Pemerintah Pusat.

Setelah RUU DKJ disahkan DPR melalui Pengambilan Keputusan Tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR terdekat maka Presiden Joko Widodo masih perlu menerbitkan keputusan presiden (keppres) sebelum Ibu kota secara resmi pindah dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN).






 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024