Surabaya (ANTARA) - Nadari tidak akan pernah bisa melupakan kejadian bencana alam luar biasa yang terjadi di tempat tinggalnya. Jarum jam saat itu menunjukkan pukul 11.22 WIB, ketika Nadari yang kesehariannya mencari rumput untuk ternaknya.

 Nadari dan warga Bawean lainnya sempat panik saat gempa dengan magnitudo 6,0 mengguncang Pulau Bawean, atau biasa disebut "Pulau Maji".  Madji dalam bahasa Arab berarti uang logam. Jadi, bentuk pulau ini menyerupai uang logam, berbentuk bundar atau lingkaran.

Pria berumur 52 tahun tersebut langsung memikirkan ibunya yang berada di rumah sendirian tidak berdaya karena sedang sakit stroke yang dideritanya lebih dari lima tahun.
 
Namun, kekhawatirannya sekejap hilang, setelah melihat kondisi rumah dalam keadaan baik. Nadari melanjutkan aktivitas selanjutnya, yakni shalat Jumat. Usai shalat, Nadari kembali mencari rerumputan untuk pakan ternaknya.
 
Gempa-gempa susulan pun terjadi lagi di pulau yang dihuni penduduk kurang lebih 107.761 orang itu, namun tidak seberapa kencang. Tapi, gempa cukup kuat terulang kembali pada pukul 15.52 WIB.  Gempa magnitudo 6,5 menghantam Pulau Bawean yang menyebabkan guncangan yang lebih lama dan dan kuat  sehingga banyak bangunan di sekitar rumah Nadari rusak.
 
Menurut data yang dihimpun oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gresik, tercatat sebanyak 4.083 rumah rusak, begitu juga 138 rumah ibadah dan satu fasilitas kesehatan di "Pulau Santri" Bawean juga rusak.

Nadari sudah mendengar informasi bahwa akan ada gempa-gempa susulan setelah awal kejadian pukul 11.22 WIB. Oleh, karena itu dirinya bersiap untuk menghadapi bencana tersebut.

Di tengah kondisi siaga, hanya satu yang dipikirkannya, yakni ibu yang melahirkan dan merawatnya dalam kondisi tidak berdaya. Khawatir, takut, kalut memenuhi pikiran Nadari.  Namun.  dirinya akhirnya pasrah kepada Allah SWT jika ada hal buruk akan menimpa sang ibunda.
 
Meski demikian, dalam perjalanan pulang dari mencari rumput pikirannya makin berkecamuk, terlebih saat melihat rumah tetangganya sudah ada yang roboh. Dirinya tidak bisa berbuat apa-apa, karena dia yakin bahwa peristiwa itu sudah digariskan oleh Allah SWT.
 
Nadari berlinang air mata saat perjalanan pulang menuju rumahnya. Hatinya menjadi lega seketika, saat mengetahui rumah yang ditinggali bersama ibunya masih utuh. Ia bergegas masuk untuk menemui ibunya. "Alhamdulillah, ibu baik-baik saja, tidak ada yang rusak, begitu juga rumah saya. Allah SWT masih memberi keselamatan ibu saya," ucapnya.

Kelahiran cucu
 
Setelah memastikan ibunya baik-baik saja, tidak lama berselang, Nadari dihubungi oleh anak perempuannya yang tengah hamil. Dirinya bergegas untuk segera menemui sang buah hati yang tengah berjuang sendiri, karena suaminya sedang bekerja di luar negeri.
 
Anak perempuannya, Rafidatul Hidayati, langsung dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Umar Mas'ud, Bawean, yang berjarak kurang lebih 20 kilometer dari rumahnya.​​​​​​​ 

Nadari sempat mengungkapkan kekhawatirannya terkait risiko proses persalinan saat gempa kepada bidan yang bertugas. Saat itu, bidan yang berjaga mencoba menenangkannya karena sudah dilakukan prosedur persalinan dalam keadaan darurat. Meskipun begitu, Nadari tetap was-was melihat kondisi rumah sakit yang sebagian rusak terdampak gempa.
 
Menurut catatan dari RSUD Umar Mas'ud Bawean, ada empat ruangan yang rusak akibat bencana alam tersebut, yakni unit gawat darurat (UGD), ruang persalinan, rawat inap Dahlia, dan Bougenville.
 
Proses persalinan akhirnya berlangsung di ruang lainnya. Nadari bersama istrinya selalu berdoa untuk anaknya agar diberikan kemudahan saat melahirkan.
 
Bayi berjenis kelamin laki-laki akhirnya lahir dari rahim ibunya setelah melalui proses persalinan di masa tanggap darurat  seperti telah ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gresik. Nadari sujud syukur karena proses persalinan anaknya lancar.
 
Tak berselang lama, gempa susulan dengan skala kecil terjadi lagi, Nadari bergegas menggendong cucunya keluar rumah sakit dan dibawa ke tenda darurat yang telah disiapkan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gresik, untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan.
 
Dari rentetan kejadian tersebut, Nadari merasakan betul trauma yang mendalam akibat gempa di Bawean, terlebih dirinya harus mengawasi ibunya yang sakit di rumah sekaligus mendampingi anaknya yang melahirkkan di RSUD Umar Mas'ud.
 
Terlintas di pikirannya untuk memberi nama cucunya yang baru lahir dengan unsur "gempa" dan Ramadhan, karena kelahirannya bertepatan dengan hal tersebut, yakni Rahmat Gempa Maulana atau Rahmat Gempa Ramadhan.
 
Dibesarkan di lingkungan pemeluk Islam yang kuat, dirinya selalu pasrah dan tawakal akan ketentuan dari Allah SWT  karena segala rencana-Nya pasti ada hikmahnya. Terlebih dengan adanya gempa bumi yang baru pertama kali dirasakan oleh Nadari sejak dirinya dilahirkan.
 

12 fakta gempa Bawean
 
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap adanya 12 fakta mengenai gempa yang terjadi di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, Jumat (22/3), dengan magnitudo 5,9 dan 6,5.
 
Fakta pertama, gempa Bawean merupakan jenis kerak dangkal yang dipicu oleh aktivitas sesar aktif dengan mekanisme geser atau mendatar di Laut Jawa.

Kedua, gempa di Bawean bersifat merusak atau destruktif, sehingga menimbulkan dampak kerusakan bangunan, tidak hanya di Pulau Bawean, tetapi juga di Gresik, Tuban, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan, Bojonegoro, Pamekasan (Madura), dan Banjarbaru (Kalimantan).

Ketiga, gempa Bawean terjadi dengan guncangan berspektrum luas, sehingga dampaknya dirasakan hingga jauh dari pulau tersebut, seperti Banjarmasin, Banjarbaru, Sampit, Balikpapan, Madiun, Demak, Semarang, Temanggung, Solo, Yogyakarta, Kulon Progo, dan Kebumen.
 
Fakta berikutnya adalah gempa tersebut tidak berpotensi tsunami. Terkait dengan hal itu, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami pada BMKG Daryono menjelaskan hasil pemodelan tsunami BMKG menunjukkan bahwa gempa Bawean tersebut tidak berpotensi tsunami.
 
Data lapangan hasil monitoring muka laut dengan menggunakan Tide Gauge milik Badan Informasi Geospasial (BIG) di Karimunjawa, Lamongan, dan Tuban menunjukkan muka laut yang normal tanpa ada anomali catatan tsunami.
 
Kelima, gempa Bawean berpusat di zona aktivitas kegempaan rendah, sehingga masyarakat awam menilai gempa Bawean sebagai "gempa tidak lazim" karena terjadi di wilayah yang jarang terjadi gempa dangkal.
 
Keenam, gempa Bawean berpusat di zona Sesar Tua Pola Meratus. Gempa Bawean membuktikan bahwa ternyata jalur sesar di Laut Jawa masih aktif sekaligus menjadi pengingat bagi masyarakat untuk selalu waspada terhadap keberadaan sesar aktif dasar laut yang jalurnya dekat Pulau Bawean.
 
Ketujuh, gempa Bawean dipicu reaktivasi sesar tua. Episenter gempa Bawean terletak tepat di jalur sesar yang sudah terpetakan. BMKG mencacat jika mencermati lokasi pusat gempa Bawean, tampak episenternya terletak tepat pada jalur Sesar Muria (Laut).
 
Kedelapan, muncul gempa susulan dengan magnitudo lebih besar, yaitu 6,5, sedangkan gempa pertama dengan magnitudo 5,9.
 
Hal tersebut bisa terjadi karena asperity atau bidang bakal geser di bidang sesar yang ukurannya lebih besar mengalami pecah belakangan.
 
Kesembilan, gempa susulan di Bawean cukup banyak. Hal itu disebabkan oleh karakteristik gempa kerak dangkal di Bawean terjadi pada batuan kerak bumi permukaan yang batuannya bersifat heterogen.
 
Ke-10, frekuensi gempa Bawean mulai menurun. Hasil monitoring BMKG hingga Minggu pukul 10.00 WIB mencatat sebanyak 239 kali gempa, dengan frekuensi kejadian yang semakin jarang. Jika pada Jumat (22/3) dalam satu jam dapat terjadi 19 kali gempa, data terkini menunjukkan dalam 1 jam terjadi 2–3 kali gempa.
 
Ke-11, gempa Bawean menambah catatan gempa kuat di Laut Jawa. Sebelumnya, hanya terjadi 4 kali gempa kuat di Laut Jawa tidak banyak, yaitu pada 1902, 1939, 1950, dan terkini pada 2024.
 
Terakhir, gempa Bawean memberi pelajaran penting bahwa ancaman gempa merusak di Jawa Timur tidak hanya berasal dari selatan, yaitu sumber gempa subduksi lempeng dan sesar-sesar aktif di daratan, tetapi juga dari sumber-sumber gempa di Laut Jawa di utara Jawa Timur.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2024