Kairo (ANTARA) - Presiden Mesir Abdel-Fattah al-Sisi dan Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres pada Minggu (24/3) menyuarakan penolakan penuh terhadap pemindahan warga Palestina dan operasi militer apa pun yang dilakukan Israel di Kota Rafah, Jalur Gaza.

Dalam pembicaraan mereka di Kairo, kedua pemimpin itu memperingatkan agar operasi Israel di Rafah tidak menimbulkan konsekuensi destruktif bagi situasi yang sudah mengerikan di kota tersebut, kata kepresidenan Mesir dalam sebuah pernyataan.

Mereka juga membahas upaya-upaya intensif untuk segera mewujudkan gencatan senjata di Gaza dan memberikan bantuan kemanusiaan yang memadai bagi orang-orang di daerah kantong yang terkepung itu, imbuh pernyataan tersebut.
 
   Warga menunggu untuk mengambil air di kota Rafah di Jalur Gaza selatan, pada 22 Maret 2024. (Rizek Abdeljawad/Xinhua)


Presiden Mesir dan sekjen PBB itu meminta agar kondisi yang kondusif untuk implementasi solusi dua negara diciptakan, menyebutnya sebagai "satu-satunya jalan untuk mewujudkan keadilan, keamanan, dan stabilitas di kawasan tersebut." 

Israel mengumumkan rencana untuk meluncurkan operasi darat skala besar di Rafah, tempat sekitar 1,5 juta pengungsi Palestina menetap, sebuah langkah yang ditentang secara luas oleh masyarakat internasional.

Pada hari yang sama, dalam konferensi pers gabungan bersama Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry, sekjen PBB itu menegaskan kembali seruannya agar gencatan senjata kemanusiaan segera dilaksanakan di Gaza, tempat Israel melakukan pengepungan ketat dan melancarkan serangan berat secara terus-menerus terhadap Hamas selama lebih dari lima bulan.

"Inilah saatnya untuk segera melakukan gencatan senjata kemanusiaan," katanya.

Serangan yang terus dilancarkan Israel di Gaza sejauh ini telah menewaskan 32.226 warga Palestina dan melukai 74.518 orang lainnya, menurut informasi terbaru yang disampaikan oleh Kementerian Kesehatan Palestina yang berbasis di Gaza dalam pernyataannya pada Minggu. Eskalasi serangan Israel dilakukan sebagai balasan atas serangan yang diluncurkan oleh Hamas yang berkuasa di Gaza pada 7 Oktober 2023 lalu di kota-kota Israel yang berdekatan, dengan sekitar 1.200 warga Israel tewas dan lebih dari 200 orang disandera.
 
 Warga memeriksa bangunan yang hancur setelah serangan udara Israel di kota Rafah di Jalur Gaza selatan, pada 22 Maret 2024. (Khaled Omar/Xinhua)


 "Tidak ada hal yang dapat membenarkan serangan mengerikan yang dilancarkan oleh Hamas pada 7 Oktober, dan tidak ada pula hal yang dapat membenarkan hukuman kolektif terhadap rakyat Palestina," kata Guterres dalam konferensi pers pada Sabtu (23/3) di sisi Mesir perlintasan perbatasan Rafah, tempat dirinya kembali menyampaikan seruan perdamaian itu. 
 

Pewarta: Xinhua
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2024