Aitron, Libanon (ANTARA News) - Dua pejuang Hizbullah nampak sedang santai di bawah pohon di sebuah perkampungan Libanon Selatan yang menghadap ke beberapa kawasan permukiman Israel di seberang perbatasan. Ini adalah hari keempat gencatan senjata antara Israel, Libanon dan pejuang Hizbullah yang menguasai Libanon Selatan dan kelompok milisi tersebut memandang genjatan senjata sebagai kemenangan Hizbullah. Mereka menyebut diri mereka "pemburu" Merkava, bagi peran yang mereka emban dari regu mereka untuk memonitor tank-tank Merkava Israel yang bergerak masuk ke wilayah Libanon, dan kemudian menghancurkannya dengan senjata anti-tank dalam 33 hari serangan Israel ke Libanon. Mengenakan seragam tentara, para pejuang muda yang baru berusia menjelang 20 tahunan itu berbicara dengan enteng tentang malam-malam tanpa tidur dan berbagai kegiatan militer selama serangan gencar Israel. "Kami memburu tank-tank ini seperti burung," kata salah satu pejuang kepada Deutsche Presse Agentur, DPA, di Desa Aitroun. "Kami sebetulnya dapat menghancurkan lebih banyak lagi tank jika perang masih berlanjut," kata seorang pemuda berusia 18 tahun, yang dengan perasaan berat hati tak bersedia mengungkapkan namanya Kedua pemburu Merkava itu memakai kacamata hitam yang trendy dan masih mengenakan helm militer dan menenteng senapan. Mereka menolak untuk mengungkapkan jenis roket yang mereka gunakan untuk menghancurkan tank-tank Israel. Sementara salah satu dari mereka meneropong dengan binokuler ke arah wilayah Israel, ia berkata kepada para wartawan asing dalam bahasa Inggris yang lancar, dengan memilih kata yang cermat saat menjawab pertanyaan. Dia menekankan "kemenangan" yang mereka raih dalam menghadapi pasukan Israel yang diyakini merupakan tentara terkuat dan berperlengkapan terbaik di Timur Tengah, dengan mengulangi pernyataan pemimpin Hizbullah, Sheikh Hassan Nasrallah, yang pada Senin lalu mengumumkan gencatan senjata sebagai "kemenangan strategis". "Ini seperti kita memainkan war game di Play Station," ujar pejuang lainnya, dengan senyum malu-malu. Menurut Hizbullah, sekitar 60 tank Merkava telah dihancurkan selama serangan yang dilancarkan Tel Aviv, setelah Hizbullah menculik dua tentara Israel dari kawasan Libanon Selatan pada 12 Juli lalu. Bangga mati syahid Kedua pejuang yang banyak berbicara itu menceritakan kembali "hari-hari keras" yang mereka alami, saat berlangsungnya pemboman tanpa berhenti dari jet-jet F-16 Israel buatan Amerika Serikat "di atas kepala kami" dan berondongan sistematis meriam Israel yang yang jatuh di sekitar posisi mereka. "Lihat helm saya," dia berkata, sambil menunjukkan lubang bekas pecahan peluru meriam. "Jika saya tidak menggunakan helm ini, saya mungkin sudah mati syahid saat ini." Para pejuang Hizbulah merasa bangga jika mati syahid, dengan keyakinan bahwa tewas pada saat membela tanah air dari agresi Israel maka mereka akan masuk surga yang kekal dan abadi. "Keteguhan hati dalam membela tanah air dan kecintaan pada kesyahidan inilah yang membuat para pejuang Hizbullah Syiah tak mengenal rasa takut ketika menghadapi serbuan tentara yang dilengkapi dengan senjata yang lebih unggul," tutur salah satu pejuang Hizbullah. Dalam pertempuran itu, lebih dari 1.000 warga Libanon, kebanyakan warga sipil, dan 120 serdadu Israel tewas, dan banyak infrastruktur Libanon, termasuk jalan-jalan, jembatan dan gedung, hancur. Gencatan senjata berdasarkan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa membutuhkan pasukan penjaga perdamaian berkekuatan 15.000 orang untuk mendampingi 15.000 tentara Libanon, dalam upaya mendapatkan kembali kedaulatan di Libanon Selatan, yang saat ini dikuasai para gerilyawan Hizbullah yang berdisiplin tinggi. Resolusi PBB sebelumnya, salah satunya pada 2004, menyerukan agar Beirut melucuti senjata milisi dan mendapatkan kembali kedaulatan atas wilayah itu, menyusul mudurnya pasukan Suriah. Nasrallah pada Senin lalu mengatakan pasukannya tidak mau dipaksa untuk melucuti senjata melalui "intimidasi atau tekanan." (*)

Copyright © ANTARA 2006