Air digunakan secara masif dalam semua industri dari hulu ke hilir, karena penggunaan air dalam industri merupakan penggerak utama yang signifikan dari proses produksi, pendinginan, pembersihan, hingga reaksi kimia
Jakarta (ANTARA) - Presiden Direktur Ecolab Indonesia Evan Jayawiyanto mengatakan air bersih sangat penting bagi kehidupan masyarakat, karena merupakan kebutuhan dasar untuk minum, kebersihan, dan kegiatan sehari-hari lainnya hingga dapat menjaga kesehatan masyarakat dan memenuhi tujuan iklim dunia.

"Air digunakan secara masif dalam semua industri dari hulu ke hilir, karena penggunaan air dalam industri merupakan penggerak utama yang signifikan dari proses produksi, pendinginan, pembersihan, hingga reaksi kimia. Setiap tahun, selalu ada target peningkatan untuk menghemat air yang perlu dilakukan oleh industri, namun kenyataan di lapangan terkadang menunjukkan bahwa kita menggunakan air secara berlebihan daripada yang ditargetkan," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Rabu.

Evan mencontohkan penggunaan air untuk pembuatan ponsel pintar atau smartphone rata-rata mencapai 3.400 galon, sedangkan pusat data atau data centers mengonsumsi 79,2 miliar galon per tahun.

Angka penggunaan air diperkirakan meningkat hingga lima kali lipat pada tahun 2030. Hal itu berarti penggunaan air industri merupakan penggerak utama yang signifikan dalam konsumsi air.

Bagi Ecolab, imbuh Evan, air merupakan sumber daya strategis yang sangat penting yang memungkinkan pertumbuhan dan profitabilitas bagi para pelanggan mereka. Apabila efisiensi terhadap air dilakukan lebih baik, risiko bisnis akan menjadi lebih rendah, biaya operasional lebih rendah, dan menghasilkan produk yang lebih baik.

Baca juga: PT IMIP upayakan ketersediaan air bersih tiga desa di Bahodopi

"Namun, terkadang air dianggap kurang berharga, artinya secara kualitas, kuantitas dan akses dianggap mudah didapatkan, padahal apabila dikelola dengan bijak dapat memberikan dampak yang sangat besar terkait operasional dan pertumbuhan bisnis," kata Evan.

The World Resources Institute (WRI) memproyeksikan apabila umat manusia masih melakukan skenario kegiatan berbisnis seperti saat ini, dunia akan mengalami kekurangan air bersih sebanyak 56 persen di tahun 2030.

Situasi itu jelas mendesak para penggiat bisnis untuk memikir ulang cara mengelola sumber airnya.

Berdasarkan studi Ecolab bertajuk Global Water Assessment Tracker yang dirilis pada 31 Maret 2023, masyarakat Indonesia memiliki kepedulian yang tinggi untuk menjaga kelestarian lingkungan dan mewujudkan ekonomi yang lebih baik dengan menjaga pasokan air bersih serta meningkatkan akses terhadap air bersih. Indonesia menjadi negara kedua tertinggi setelah Australia yang peduli terhadap isu air bersih, kekeringan, dan akses terhadap air bersih.

Studi Ecolab mengungkapkan bahwa Indonesia menjadi negara dengan perilaku pembelian tertinggi (82 persen) untuk mendukung praktik bisnis yang lebih berkesinambungan, disusul oleh Australia (49 persen) dan Jepang (33 persen).

Baca juga: Manunggal Air TNI hidupkan Desa Gunung Haji sebagai lumbung pangan

Lebih lanjut, Evan mengatakan perencanaan yang matang dan penerapan teknologi yang ramah lingkungan sangat diperlukan untuk menyelaraskan hubungan keberlanjutan air bersih dengan pembangunan.

Regulasi yang ketat terkait pemanfaatan air dan pengolahan limbah industri serta domestik juga diperlukan agar tidak mencemari sumber air.

"Tanpa pengelolaan air yang lebih baik, pertumbuhan penduduk, pembangunan ekonomi, dan perubahan iklim akan memperburuk kekurangan air," kata Evan.

Di seluruh dunia, kebutuhan air melebihi ketersediaan air. Secara global, permintaan meningkat lebih dari dua kali lipat sejak tahun 1960.

Ecolab melihat bahwa peningkatan kebutuhan air sering kali disebabkan oleh pertumbuhan populasi dan industri, seperti pertanian beririgasi, peternakan, produksi energi, dan manufaktur.

Sementara itu, kurangnya investasi pada infrastruktur air dan kesadaran terkait water stress, kebijakan penggunaan air yang tidak berkelanjutan, atau meningkatnya variabilitas akibat perubahan iklim dapat mempengaruhi ketersediaan pasokan air.

Baca juga: Acara ESG Dari Ecolab Mendorong Kepemimpinan Lingkungan

Tanpa intervensi, seperti investasi pada infrastruktur air dan tata kelola air yang lebih baik, kekurangan air akan terus bertambah buruk, terutama di negara-negara dengan pertumbuhan populasi dan perekonomian yang pesat.

The World Water Institute menyatakan Indonesia menduduki peringkat menengah hingga tinggi terkait indikator risiko air dan keadaan stres air.

Di kawasan padat penduduk, seperti Jakarta, akses dan pengelolaan air bersih belum memadai dan masih menjadi masalah serius akibat sumber air yang tercemar limbah dan polusi.

Evan menyampaikan bahwa kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan lembaga terkait sangat diperlukan untuk membangun infrastruktur yang memadai, seperti sistem penyaringan dan pemurnian air yang efisien. Dalam beberapa kasus, investasi terkait penghematan air dilakukan untuk memenuhi laporan, padahal seharusnya perencanaan investasi jangka panjang terkait ketersediaan air bersih perlu dipikirkan demi alasan yang lebih mulia, yaitu untuk generasi kita di masa depan.

Kampanye dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya konservasi air dan cara-cara mengurangi pencemaran harus terus dilakukan secara masif. Para pembuat kebijakan perlu memprioritaskan sumber energi terbarukan, misalnya pada sumber energi yang hemat air.

"Di perkotaan, air dapat diolah untuk dapat digunakan kembali, misalnya dalam sektor perhotelan atau industri, bisa digunakan kembali untuk irigasi atau kebersihan. Swasta juga perlu menetapkan target air berbasis ilmu pengetahuan dan menempatkan teknologi yang tepat dalam mengelola airnya di seluruh rantai perusahaan," pungkas Evan.

Baca juga: Marriott dan Ecolab berkolaborasi mendukung Bali Children Foundation sediakan pasokan air bersih dan sarana mencuci tangan bagi anak-anak SD di dataran tinggi Bali

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024