Kesamaan latar belakang bahasa, budaya, dan hubungan kekerabatan dengan masyarakat di wilayah perbatasan Timor Leste menjadi alasan utama mengapa bahasa Indonesia masih mendominasi dibandingkan bahasa resmi Timor Leste
Jakarta (ANTARA) - Kajian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan bahwa bahasa Indonesia telah menjadi sarana komunikasi dominan di perbatasan Indonesia-Timor Leste yang memperkuat hubungan kekerabatan dan warisan budaya antara kedua masyarakat.

"Kesamaan latar belakang bahasa, budaya, dan hubungan kekerabatan dengan masyarakat di wilayah perbatasan Timor Leste menjadi alasan utama mengapa bahasa Indonesia masih mendominasi dibandingkan bahasa resmi Timor Leste,” kata Peneliti Pusat Riset Riset Bahasa, Sastra, dan Komunitas BRIN Budi Agung Sudarmanto dalam pernyataan di Jakarta, Rabu.

Budi mengatakan penelitian linguistik itu dilakukan di daerah perbatasan Indonesia — Timor Leste yang telah terbit di Jurnal Cogent Arts & Humanities (2023), 10: 2273145 dengan judul The languages on the border of Indonesia and Timor Leste: A linguistic landscape study.

Kajian itu juga dilakukan bersama peneliti dari Universitas Udayana dan Artha Wacana Universitas Kristen Kupang yang menyoroti kontestasi bahasa dan bentuk-bentuk komunikasi yang terjadi di wilayah perbatasan kedua negara.

"Penelitian linguistik lanskap di wilayah perbatasan ini menjadi penting untuk dikaji karena tidak hanya berkaitan dengan bahasa tetapi juga politik, kebijakan, masyarakat, dan identitas,” ujarnya.

Baca juga: Cerminan keberhasilan rekonsiliasi Indonesia-Timor Leste dalam bahasa

Lebih lanjut dia menyampaikan bahwa bahasa daerah ditemukan, namun masih dalam jumlah yang sangat sedikit.

Pada ranah ruang publik penggunaan dwi bahasa lebih banyak dibandingkan dengan yang monolingual. Sedangkan, penggunaan multi bahasa lebih banyak ditemukan pada iklan yang menggambarkan promosi atas barang dan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan.

Budi menjelaskan bahwa penelitian itu merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang mendeskripsikan dan menganalisis data dengan rinci dan mendalam. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah observasi dan dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat delapan bahasa di ruang publik, yaitu bahasa Indonesia, Inggris, Tetun, Dawan, Melayu Kupang, Kemak, Arab, dan Portugis. Bahasa yang ditampilkan di ruang publik berbentuk monolingual, bilingual, dan multilingual.

BRIN melakukan observasi di kota Kefamenanu dan Atambua sebagai ibu kota Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten Belu di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia.

Hal itu didasari pertimbangan letak strategis kedua kota tersebut sebagai kota terdekat di kawasan perbatasan Indonesia – Timor Leste. Kedua kota tersebut merepresentasikan keragaman sosial, etnis, agama, ekonomi, dan juga bahasa di kedua negara.

Baca juga: Ramos Horta dukung penggunaan bahasa Indonesia

Observasi juga dilakukan di wilayah Pos Lintas Batas Napan, Wini, dan Motaain serta di kantor imigrasi induk.

Wilayah perbatasan Indonesia di Kabupaten Timor Tengah Utara dilengkapi dengan dua Pos Lintas Batas Negara, yaitu Napan dan Wini. Sedangkan di Kabupaten Belu terdapat Pos Lintas Batas Motaain.

Dari hasil observasi diketahui tentang lanskap linguistik di wilayah perkotaan Atambua, Kefamenanu, wilayah pedesaan, dan pos lintas batas di kedua kabupaten tersebut tidak menunjukkan adanya indikasi akomodasi terhadap bahasa resmi Timor Leste.

Konteks sosiolinguistik menunjukkan bahwa proses perubahan akan sangat bergantung pada pengaruh aspek sosial, politik, dan ekonomi, namun peluangnya sangat kecil. Pengamatan di kawasan perbatasan menunjukkan bahwa pelayanan pada dua kantor imigrasi tersebut menggunakan bahasa Indonesia.

BRIN mengungkap bahasa nasional Timor Leste tidak memberikan pengaruh yang signifikan untuk digunakan di ruang publik Indonesia karena masyarakat Timor Leste fasih berbahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia dipandang sebagai lingua franca yang mampu mengakomodasi semua kepentingan. Bahasa asing yang muncul adalah bahasa Inggris dan juga Arab (dalam jumlah yang tidak banyak), selain bahasa-bahasa daerah yang ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit.

"Penggunaan bahasa-bahasa daerah sangat sedikit penggunaannya, biasanya hanya dalam percakapan keluarga saja atau dalam ritual lisan adat,” papar Budi

Adapun kehadiran bahasa Tetun, meski merupakan bahasa resmi di Timor Leste, tidak dianggap sebagai bahasa asing di wilayah perbatasan karena merupakan bahasa daerah bagi sebagian masyarakat etnis Tetun di Indonesia.

Hal itu menunjukkan bahwa kontak bahasa antara kedua negara tidak mengancam identitas budaya masing-masing.

Baca juga: Bahasa Indonesia Pengantar Resmi di Institut Timor Leste
Baca juga: Indonesia Sambut Baik Pemakaian Bahasa Indonesia di Timor Leste

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024