Banjarmasin (ANTARA) -
Kala Matahari beranjak naik, aktivitas masyarakat di Sungai Martapura mulai bergeliat. Pada pagi di sungai itu, ada warga yang berangkat menggunakan sampan, rakit bermesin, hingga kelotok. Di sungai itu pula, ada warga yang mandi, mencuci, dan menunaikan keperluan lain.

Kondisi tersebut tergambar jelas dari atas Jembatan Banua Anyar, baik memandang ke arah hulu maupun ke hilir sungai. Karena jembatan di atas Sungai Martapura ini menghubungkan Kecamatan Banjarmasin Timur dan Kecamatan Banjarmasin Utara.

Gambaran rumah penduduk di sepanjang bantaran sungai itu sudah menjadi bagian tak terpisahkan di bengawan yang mengalir dari Kabupaten Banjar sebagai bagian hulunya dan Kota Banjarmasin sebagai bagian hilirnya hingga ke induknya Sungai Barito.

Sungai Martapura memiliki panjang sekitar 36 kilometer. Air sungai ini bersumber dari Waduk Riam Kanan Kabupaten Banjar yang merupakan bagian Pegunungan Meratus yang sudah menjadi Geopark Nasional sejak 2018.

Sungai Martapura memiliki cerita sendiri sebagai sungai yang sudah lama menjadi bagian kehidupan masyarakat Banjar. Tidak hanya sebagai kebutuhan tapi di sana ada kebudayaan dan pergerakan perekonomian masyarakat.

Sungai Martapura sangat besar manfaatnya  sebagai sumber kebutuhan air bersih, sebagai jalur transportasi sungai, dan sekarang untuk kemajuan pariwisata daerah.

Sungai Martapura memiliki keunikan tersendiri sebagai sungai besar kedua setelah sungai Barito di Provinsi Kalimantan Selatan, yakni bisa dieksplorasi sebagai objek wisata daerah.

Objek wisata di Sungai Martapura mengandung kearifan lokal bagi warga Suku Banjar, khususnya yang tinggal di sepanjang pinggiran sungai itu, dari masa ke masa.

Kearifan lokal yang kini masih terlihat nyata adalah pasar terapung di daerah Lok Baintan, Kabupaten Banjar. Ini merupakan kegiatan pasar rakyat di atas Sungai Martapura, yang namanya sudah mendunia.

Di sisi lain, kondisinya memang tidak lagi ramai pedagang dan pembeli seperti dulu ketika mereka menggunakan sampan secara alami. Karena, perubahan zaman terus menggerusnya.

Demikian juga pemanfaatan air Sungai Martapura sebagai sumber air bersih.
Air Sungai Martapura sejak beberapa tahun belakangan ini sudah berubah warna, menjadi kecokelatan, tidak lagi bening.

Masyarakat di bantaran Sungai Martapura kini tidak berani mengonsumsi langsung air sungai meski dimasak karena tak lagi sehat.

Warga yang sudah lama tinggal di bantaran Sungai Martapura di wilayah Sungai Jingah, Banjarmasin Utara, bernama Hasan (55) mengakuinya. Hasan bersama warga lain hanya berani menggunakan air Sungai Martapura untuk mandi, sebagian untuk cuci pakaian-- itu pun harus dibilas lagi dengan air bersih olahan dari perusahaan air di daerah itu.

Hasan menyatakan air Sungai Martapura sudah tercemar sejak puluhan tahun. Ia mengaku pernah mengalami masa ketika air itu jernih, hanya keruh ketika hujan.

"Dulu, kalau air permukaan keruh kita menyelam, minum air di bawah masih baik, sekarang semuanya kurang baik lagi," ucapnya.

Pemeriksaan kualitas air Sungai Martapura yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup Kota Banjarmasin mengonfirmasi indikasi itu.

Hasil pemeriksaan pada akhir 2023 menunjukkan kandungan air sungai Martapura tercemar tinggi bakteri coli.

Colitinja, bakteri dari kotoran manusia, kadarnya sudah melebihi ambang batas, di atas 1.000 ppm. Dari sampel yang diambil di bawah Jembatan RSUD Sultan Suriansyah Banjarmasin mencapai 2.200 ppm dan sampel di bawah Jembatan Basirih malah mencapai 7.000 ppm.

Demikian juga Total Dissolve Solid (TDS) atau jumlah zat padat terlarut sebagai patokan air berkualitas untuk boleh diminum maksimal 500 miligram per liter, di Sungai Martapura sudah melebihi 1.312 hingga 3.078 miligram per liternya.

Air Sungai Martapura di wilayah Kota Banjarmasin juga bisa berubah menjadi sangat asin apabila musim kemarau atau karena tingginya air laut masuk karena tidak jauh dari muara laut dari Sungai Barito.

Bahkan keasinan air Sungai Martapura bisa mencapai ribuan miligram per liter, padahal ambang batas air yang boleh diolah hanya sekitar 250 miligram per liter.

Jika kondisi air sungai Martapura terjadi keasinan yang sangat tinggi, sungai itu terlihat berwarna hijau tosca.

Kondisi ini juga membuat produksi air bersih di Kota Banjarmasin oleh PT Air Minum Banjarmasin menjadi terganggu karena sebagian besar air baku diambil dari Sungai Martapura.

Utamanya diambil di wilayah intake Sungai Bilu di Banjarmasin Timur dengan kapasitas 500 liter per detik. Jika terjadi keasinan tinggi, intake tersebut bisa berhenti total.

Air baku hanya bertumpu di intake Sungai Tabuk di Kabupaten Banjar, di wilayah lebih hulu Sungai Martapura yang jaraknya 20 kilometer dari Kota Banjarmasin dengan kapasitas 1.700 liter per detik.

Air Sungai Martapura masih menjadi tumpuan bagi kebutuhan air bersih ratusan ribu warga, utamanya di Kota Banjarmasin, yang air bawah tanah tidak bisa digunakan, sebab di wilayah rawa yang airnya terasa payau.

Air Sungai Martapura harus diolah dengan maksimal dengan menggunakan zat kimia, tidak hanya untuk menjernihkan, namun juga mematikan bakteri berbahaya.

Belum lagi masalah sampah yang membuat sungai Martapura. Jika intensitas hujan tinggi--ditandai  arus air makin deras--, terlihat banyak sampah memenuhi bagian hilir, yang terdampak besar di wilayah Kota Banjarmasin.

Sampahnya beragam, mulai dari limbah plastik, eceng gondok, hingga ranting dan batang pohon membuat pampangan besar tersangkut di bawah jembatan di Kota Banjarmasin, di bawah Jembatan Pasar Lama, dan Pangeran Antasari.



Penanganan

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan kini mengambil tongkat komando untuk penanganan skala besar atas permasalahan Sungai Martapura, dengan meluncurkan  Program Sungai Martapura Asri, kependekan dari Sungai Martapura aman, bersih, rapi, dan indah.

Program ini menggandeng dua daerah yang berkaitan aliran Sungai Martapura ini, yakni Kabupaten Banjar dan Kota Banjarmasin.

Kolaborasi penanganan masalah Sungai Martapura mulai diresmikan pada 2022.  Berbagai kegiatan dilakukan bersama untuk mengembalikan manfaat Sungai Martapura yang memberikan manfaat bagi makhluk di dalam dan sekitarnya.

Implementasi Program Sungai Martapura Asri, menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalsel Hanifah Dwi Nirwana, di antaranya menggerakkan warga untuk memelihara kebersihan Sungai Martapura dari hulu ke hilir.

Langkah utama melakukan sosialisasi ke masyarakat yang tinggal di pinggiran Sungai Martapura agar tidak membuang sampah ke sungai.

Menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan dan kelestarian Sungai Martapura. Inilah yang utama dilakukan pada program ini.

Juga membangun titik-titik unit usaha bank sampah di perdesaan yang berada di bantaran Sungai Martapura.

Langkah lain yakni Pemprov Kalsel, Pemkab Banjar, dan Pemkot Banjarmasin bergerak bersama melenyapkan jamban apung atau toilet di sungai.

Gerakan ini dilakukan dengan membangun toilet ramah lingkungan di masing-masing daerah agar pencemaran air Sungai Martapura sedikit demi sedikit berkurang.

Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Banjarmasin mematok target pembangunan 10.000 toilet sehat, khususnya di permukiman bantaran sungai.

Program ini pun secara bertahap dilaksanakan sesuai kemampuan APBD untuk memberikan bantuan bagi rumah warga yang tidak memiliki toilet sehat, yang saat ini realisasi sudah 2.000 toilet.

Pemkot Banjarmasin juga memaksimalkan peran Perusahaan Pengelolaan Air Limbah Domestik (PT PALD) untuk menangani limbah dari rumah tangga ini, yakni dengan membangun perpipaan untuk terkoneksi ke toilet rumah warga, khususnya yang berada di pinggiran sungai.

Atau membangun tangki septik (septic tank) komunal bisa mengelola air limbah dengan baik untuk kembali mengalir ke sungai.

Di sisi bagian hulu Sungai Martapura di daerah Kabupaten Banjar juga terus dilakukan pembongkaran toilet apung yang sempat ditarget hingga 1.000 jamban apung sejak 2016.

Ada 169 desa dari 227 desa di Kabupaten Banjar berada di bantaran Sungai Martapura tersebut yang warganya masih suka membuang hajat ke sungai melalui jamban apung.

Penghapusan jamban apung di Kabupaten Banjar dinilai cukup berhasil. Sekarang hanya tinggal sedikit bangunan lanting yang dulu menjadi tempat mandi, cuci, dan buang hajat di sepanjang Sungai Martapura.

Namun ini bukan berarti semua sudah usai.  Masih banyak lagi PR untuk penanganan agar kualitas dan kebersihan air Sungai Martapura menjadi lebih baik.

Air sungai di bagian hulu ini juga terdampak pertambangan batu bara, di mana kerusakan lingkungan akibatnya mengganggu kelestarian sumber air.

Yang menjadi perhatian pula banyaknya usaha masyarakat budi daya ikan di bantaran Sungai Martapura, yang dari pakannya berpengaruh besar bagi perubahan kualitas air.

Ditambahkan lagi di daerah bantaran Sungai Martapura banyak usaha mikro, kecil, dan menengah yang membuang limbah cair langsung mengalir ke sungai.

Permasalahan di Sungai Martapura pada zaman ini memang kompleks sehingga penanganannya pun menuntut keseriusan tinggi dari Pemerintah yang didukung penuh masyarakat.

Sungai Martapura harus bisa diselamatkan demi kemaslahatan dan kehidupan manusia beserta ekositemnya.



Objek wisata andalan

Di balik banyaknya kelestarian lingkungan yang terus diperbaiki di Sungai Martapura, ada misi lain, yakni menjadikannya salah satu sebagai objek wisata andalan di Provinsi Kalsel.

Sungai Martapura tidak hanya menggambarkan keindahan alam, namun juga kebudayaan karena menjadi bagian dari Geopark Pegunungan Meratus yang dalam ilmu geologi, terbentuk dari susunan kerak samudera, yang disebut ophiolite, yang terangkat ke permukaan sejak 200-150 juta tahun lalu.

Salah satu situs sejarah Geopark atau taman Bumi yang kini diajukan untuk diakui UNESCO tersebut adalah pasar terapung di Lok Baintan Kabupaten Banjar, kini menjadi andalan pariwisata Kalsel.

Pasar terapung dianggap jadi sejarah Geopark Nasional Pegunungan Meratus yang ditetapkan pada 2018, karena ada kearifan lokal, memiliki unsur budaya, dan pergerakan perekonomian masyarakat sejak lama.

Gambaran pasar terapung setiap pagi ini terus diupayakan lestari, bahkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI memasukkan gelar Festival Pasar Terapung Kalsel menjadi "Karisma Event Nusantara".

Kegiatan ini diharapkan makin meningkatkan kunjungan wisata di Provinsi Kalsel sekaligus mendongkrak perekonomian daerah dan masyarakat.

Memanfaatkan Sungai Martapura menjadi objek wisata juga dilakukan Pemerintah Kota Banjarmasin dengan membangun sungai hingga beberapa kilometer.

Yang menjadi ikon wisata di Kota Banjarmasin adalah Siring Sungai Martapura di Jalan Piere  Tendean di Banjarmasin Tengah. Di sini ada berbagai paket wisata yang ditawarkan bagi pengunjung.

Utamanya yang lebih ramai itu adalah wisata susur Sungai Martapura menggunakan transportasi sungai bernama kelotok yang bisa memuat 10-15 penumpang.

Wisata susur sungai hingga ke anak Sungai Martapura -- karena Kota Banjarmasin dijuluki kota seribu sungai -- memberikan pemandangan yang unik, utamanya melihat rumah warga di bantaran sungai dan kebiasaan kehidupan mereka setiap harinya, seperti mandi dan mencuci di sungai.

Sebagian masyarakat moderen yang tinggal di kota besar menganggap kehidupan masyarakat pinggir Sungai Martapura unik karena daya tarik pemandangan itu tidak hanya keindahan alam dengan pegunungan, hijau hutan, laut, dan lembah, namun juga budaya dan kearifan lokal.

Objek wisata di Sungai Martapura menyuguhkan pemandangan itu. Meskipun airnya tidak bening, masih sering terlihat pemandangan sampan yang lewat, namun itulah sisi lain yang dianggap wisatawan menarik.

Pemprov Kalsel saat ini membangun sebuah menara setinggi 99 meter atau Monas-nya Kalsel, yang berada tidak jauh dari Sungai Martapura di Jalan Sudirman atau eks Kantor Gubernur Kalsel.

Menara tersebut memperlihatkan dari atas bagaimana keunikan Kota Banjarmasin dan Sungai Martapura.
 
Sungai Martapura Provinsi Kalimantan Selatan dengan segala aktivitas masyarakat di sana. ANTARA/Bayu Pratama
 
Sungai Martapura Provinsi Kalimantan Selatan dengan segala aktivitas masyarakat di sana. ANTARA/Bayu Pratama

 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024