Surabaya (ANTARA) - Pusat Krisis Kementerian Kesehatan bersama Mandalawangi Peduli menggelar program psikososial di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, sebagai upaya mengatasi gangguan psikologis untuk anak-anak terdampak gempa.

"Dari berbagai kejadian bencana, efek psikologis selalu ada pada anak-anak walaupun tidak terlihat secara langsung. Untuk mengurangi tekanan batin baik yang terlihat maupun tidak terlihat ini, kita memang perlu bergerak untuk membantu mereka," kata Kepala Pusat Krisis Kementerian Kesehatan, Sumarjaya dalam keterangan diterima di Surabaya, Sabtu.

Sumarjaya menambahkan upaya mengatasi gangguan psikologis atau mental health yang biasa disebut trauma healing ini umumnya dilakukan tak lama setelah terjadi bencana.

Gangguan psikologis seperti cemas dan panik dapat muncul akibat lemahnya ketahanan mental yang dimiliki individu. Karenanya program psikososial menjadi sangat penting diadakan di lokasi bencana.

Baca juga: BPBD Jatim kirim ribuan terpal kepada pengungsi gempa Bawean

Baca juga: Tim gabungan BPBD dirikan tenda akibat gempa susulan di Pulau Bawean


"Berbagai upaya dapat dilakukan untuk membuat anak-anak korban gempa ini kembali bersemangat menjalani hari. Puskris bekerja sama dengan gerakan Mandalawangi Peduli turun ke lapangan dengan menggelar serangkaian kegiatan agar trauma pasca bencana dapat terobati," ujar Sumarjaya.

Melalui Program Tenaga Cadangan Kesehatan Puskris bekerja sama dengan Mandalawangi Peduli menggelar kegiatan di enam desa di Bawean yaitu Desa Kotakusuma dan Dekat Agung di Kecamatan Sangkapura, serta desa Kepuh Legundi, Ponggo, Klumpang Gubuk dan Grejeg di Kecamatan Tambak.

Peserta di masing-masing titik kegiatan berkisar antara 80 sampai 130 anak. Acara diawali dengan menyanyi bersama, berbagi cerita, mendongeng, berjoget, menggambar dan diakhiri dengan berdoa.

Ketua Mandalawangi Peduli Rahmi Hidayati mengatakan dengan kegembiraan yang muncul di acara yang didukung penuh oleh PT Semen Indonesia (Tbk.) ini, keceriaan hidup mereka dapat kembali setelah tekanan jiwa yang tinggi.

"Semoga ke depannya mereka tidak takut lagi beraktivitas secara normal walaupun tidak bisa melupakan kekhawatiran berulangnya gempa yang membuat rumah-rumah rusak bahkan ambruk,” katanya.

Rahmi menambahkan sampai saat ini masih banyak masyarakat Bawean termasuk anak-anak yang takut masuk ke dalam rumah. Mereka memilih tidur di teras dan halaman rumah beralas tikar dan bertudung terpal.

Masuk ke rumah hanya untuk masak dan mandi serta buang air. Hal ini disebabkan rasa cemas yang berlebihan apabila bencana tersebut terulang kembali.

Untuk mengurangi kekhawatiran tersebut, disosialisasikan pula cara-cara melindungi diri saat gempa terjadi. Misalnya, tidak usah panik, berlindung di bawah meja, dan jauhi kaca.

Bila memungkinkan, segera lari ke luar rumah menuju lapangan terbuka. Edukasi ini penting, ujarnya, mengingat getaran akibat gempa dirasakan setiap hari dengan berbagai frekuensi.

"Trauma healing menjadi langkah rehabilitasi yang tepat bagi korban bencana untuk bisa menyembuhkan diri dari kondisi yang menyedihkan setelah bencana. Diharapkan mereka tidak lagi larut dalam kekhawatiran dan kesedihan,” ujar Rahmi.*

Baca juga: Perpustakaan Boneka Surabaya hibur anak-anak terdampak gempa Bawean

Baca juga: Badan Geologi minta warga tak panik terkait fenomena Bledug Kramesan

Pewarta: Willi Irawan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2024