Jakarta (ANTARA) - Marsekal TNI Tonny Harjono berusia 52 tahun saat dilantik oleh Presiden RI Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU), menggantikan Marsekal TNI Fadjar Prasetyo.

Dia pun menjadi kepala staf termuda jika dibandingkan dengan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak yang saat ini berusia 54 tahun dan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Muhammad Ali yang berusia 57 tahun.

Tidak hanya di kalangan kepala staf matra lainnya, Tonny juga merupakan marsekal termuda yang mendapat kepercayaan dari Presiden Jokowi untuk menggantikan Fadjar.

Dalam bursa kandidat KSAU, Tonny, yang merupakan lulusan Akademi Angkatan Udara (AAU) Tahun 1993, ia bersanding bersama lima perwira tinggi bintang tiga TNI AU lainnya, yaitu Wakil Kepala Staf TNI AU (Wakasau) Marsekal Madya TNI Andyawan Martono Putra (lulusan AAU Tahun 1989), Panglima Komando Operasi Udara Nasional (Pangkoopsudnas) Marsdya TNI Tedi Rizalihadi (lulusan AAU Tahun 1991), mantan Komandan Sesko TNI — yang belum lama ini dimutasi sebagai dosen tetap Universitas Pertahanan — Marsdya TNI Samsul Rizal (alumni AAU Tahun 1990 dan peraih Adhi Makayasa), Kepala Basarnas Marsdya TNI Kusworo (alumni AAU 1988), dan Komandan Komando Pembinaan Doktrin, Pendidikan, dan Latihan TNI AU (Dankodiklatau) Marsdya TNI Arif Mustofa (lulusan AAU Tahun 1988).

Kemudian, Tonny di jajaran alumni AAU 1993, juga menjadi satu-satunya perwira tinggi yang pertama kali menyandang pangkat Marsekal Madya, yaitu perwira tinggi bintang tiga, kemudian pangkat tertinggi di TNI AU, Marsekal, yang menyandang bintang empat. Rata-rata perwira tinggi lulusan AAU 1993 saat ini merupakan perwira tinggi bintang satu atau marsekal pertama, termasuk peraih Adhi Makayasa AAU 1993, Marsekal Pertama TNI Ian Fuady, yang saat ini bertugas sebagai Staf Khusus KSAU.

Selain itu, ada dua perwira lulusan AAU 1993 yang berhasil menyandang pangkat marsekal muda, yaitu Staf Khusus KSAU Marsda TNI Wahyu Hidayat Sudjatmiko dan Wakil Komandan Kodiklatau Marsda TNI Bambang Gunarto.

Tidak berlebihan jika menyebut Tonny punya jalan karir yang moncer sepanjang pengabdiannya sebagai prajurit TNI AU. Beberapa pengamat menilai terpilihnya Tonny sebagai KSAU tak dapat lepas dari pengalaman penugasannya yang beberapa kali berada dalam lingkaran inti Istana dan Presiden Jokowi. Tonny pada 2014–2016 pernah bertugas sebagai ajudan Presiden Joko Widodo, kemudian menjadi Sekretaris Militer Presiden (Sesmilpres) Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) RI pada 2020–2022.

Setidaknya, selama 4 tahun, Presiden Jokowi melihat langsung kinerja Tonny yang kemudian itu kemungkinan menjadi salah satu pertimbangan kuat dia dipercaya memimpin TNI AU, menggantikan seniornya, Fadjar Prasetyo, yang merupakan lulusan AAU 1988.


Aksi heroik di Bawean

Karier awal militer Tonny mulai dari dia berpangkat letda sampai Kapten dihabiskan di Skadron Udara 3 Pangkalan Udara (Lanud) Iswahyudi, Madiun, Jawa Timur. Skadron Udara 3 merupakan satuan tempur buru sergap yang saat ini menjadi markas pesawat tempur F-16 Fighting Falcon. Tidak hanya mampu menerbangkan F-16, Tonny juga dapat mengawaki Sukhoi Su-27/30, dan Hawk MK-53.

Tonny, saat masih berdinas di Skadron Udara 3 dan berpangkat kapten pernah menunjukkan aksi heroiknya saat memimpin misi “mengusir” lima pesawat F/A-18 Hornet Angkatan Udara Amerika Serikat (US Navy) yang masuk wilayah Indonesia tanpa izin, tepatnya di atas perairan Kepulauan Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, pada 3 Juli 2003. Lima pesawat asing itu terpantau radar TNI AU masuk wilayah Indonesia tanpa izin dan bermanuver seperti layaknya latihan tempur.

Dua pesawat F-16 dari Lanud Iswahyudi kemudian dikerahkan untuk mengidentifikasi lima pesawat asing itu. Dua pesawat itu, masing-masing diawaki oleh Kapten Pnb Ian Fuadi/Kapten Fajar Adrianto, dan Kapten Pnb Tonny Harjono/Kapten Pnb Satrio Utomo.

Dua pesawat itu, yang dilengkapi dua rudal AIM-9 Sidewinder dan 450 butir amunisi senapan mesin kanon kaliber 20 mm, kemudian terbang dan langsung disambut oleh dua pesawat F/A-18 Hornet AS. Di udara, pesawat tempur TNI AU dan US Navy bermanuver dan saling berupaya untuk mengganggu radar (jamming) satu sama lain. Pesawat-pesawat tempur itu juga saling bermanuver ketat dalam jarak yang tipis, hingga akhirnya salah satu pesawat Indonesia menunjukkan sinyal/gesture bahwa mereka bukan pesawat musuh.

Kontak antara dua pihak pun terjadi. Penerbang F-18 Hornet menyatakan mereka terbang di atas perairan internasional, yang kemudian direspons oleh penerbang TNI AU bahwa mereka memasuki wilayah udara Indonesia. Penerbang F-16 TNI AU itu pun meminta pesawat asing tersebut untuk melaporkan status mereka ke ATC terdekat, yaitu ATC Bali.

Kemudian, pesawat F-18 US Navy itu pun melaporkan aktivitasnya ke ATC Bali, yaitu mereka terbang di wilayah udara Indonesia untuk mengawal armada US Navy, yaitu kapal induk USS Carl Vinson, dua fregat, dan satu destroyer yang berlayar di perairan antara Pulau Madura dan Pulau Kangean menuju Selat Lombok.

TNI AU kemudian lanjut mengintai aktivitas kapal dan pesawat asing itu di perairan Indonesia, yang hasil pengintaian itu pun menjadi dasar protes Indonesia ke AS. Kedutaan Besar AS di Jakarta kemudian meminta maaf atas insiden tersebut, dan berjanji untuk melaporkan kegiatan/aktivitas mereka selama melintas di wilayah Indonesia.

Selepas berdinas di Skadron Udara 3 Lanud Iswahyudi, Tonny lanjut bertugas di Lanud Adisucipto sebagai instruktur penerbang. Dia kemudian mulai mengemban jabatan strategis sebagai Komandan Skadron Udara 11 Lanud Sultan Hasanuddin pada 2009–2011, kemudian Komandan Lanud Timika, Kepala Dinas Operasi Lanud Hasanuddin, dan Komandan Wing 5 Lanud Sultan Hasanuddin pada 2013–2014.

Tonny kemudian dipilih oleh Presiden RI Joko Widodo sebagai ajudannya pada 2014–2016.

Presiden Jokowi, saat awal kepemimpinannya, menunjuk tiga perwira dari tiga matra yang berbeda untuk menjadi ajudannya. Tiga ajudan itu, yaitu Tonny Harjono (Angkatan Udara), Widi Prasetijono (Angkatan Darat), dan Hersan (Angkatan Laut). Ketiganya punya karier yang moncer usai bertugas sebagai ajudan Jokowi pada 2016.

Widi, misalnya, saat ini perwira tinggi TNI AD itu berpangkat letnan jenderal dan mengisi posisi strategis sebagai Komandan Kodiklat TNI AD (Dankodiklatad), sementara Hersan berhasil menyandang pangkat laksamana muda, dan mengisi posisi strategis sebagai Panglima Komando Armada (Pangkoarmada) III.

Namun, prestasi tertinggi dari tiga eks ajudan Jokowi itu diraih oleh Tonny, yang saat ini mendapat kepercayaan sebagai kepala staf TNI Angkatan Udara dan otomatis menyandang pangkat tertinggi di TNI AU sebagai Marsekal TNI.

Sebelum mencapai posisi itu, Tonny menjabat Komandan Lanud (Danlanud) Adi Soemarmo pada 2016–2018, Danlanud Halim Perdanakusuma pada 2018–2020, Staf Khusus KSAU pada 2020, Sesmilpres Kemensetneg RI pada 2020–2022, dan Komandan Komando Pembimaan Doktrin, Pendidikan, dan Latihan TNI AU (Dankodiklatau) pada 2022.

Setidaknya dalam rentang waktu 2020–2022, Tonny menerima kenaikan pangkat dua kali, yaitu dari bintang satu ke bintang dua saat dia menjabat sebagai Sesmilpres, kemudian bintang dua ke bintang tiga saat dia menjabat sebagai Dankodiklatau.

Kemudian, Tonny menjabat sebagai Panglima Komando Operasi Udara Nasional pada 2022–2023, dan jabatan terakhirnya sebelum menjadi KSAU, Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) II.

Tonny saat ini pun memasuki babak baru dalam pengabdiannya, yaitu memimpin TNI AU. Ragam tantangan dan pekerjaan rumah menanti untuk segera diselesaikan, terutama dalam membina karir prajurit, meningkatkan kompetensi para prajurit dan penerbang, terlebih TNI AU dalam beberapa tahun ke depan akan mengawaki jet tempur Rafale, yang saat ini masih tahap produksi di Prancis.

Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Anton Aliabbas menyebut salah satu tantangan yang dihadapi KSAU baru, yaitu meningkatkan kesiapan (readiness) TNI AU secara signifikan. Kesiapan TNI AU yang prima merupakan kunci menghadapi sekaligus mengantisipasi berbagi dinamika geopolitik dan global yang tak menentu.

Oleh karena itu, perencanaan pembangunan kekuatan pertahanan udara menjadi krusial. Apalagi, saat ini pembahasan Rencana Strategis Pembangunan Kekuatan TNI AU 2025–2029 juga masih berlangsung.

Oleh karena itu, KSAU baru pilihan Presiden Jokowi perlu menjawab tantangan-tangan itu berbekal modal kepemimpinan yang kuat, pengalaman dan pengetahuan yang juga lengkap.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024