Biarkan problem demokrasi kita yang sedang berlangsung saat ini menemukan jalannya dengan cara-cara yang demokratis pula.
Jakarta (ANTARA) - Pengamat politik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Ardli Johan Kusuma mengatakan bahwa momen Lebaran dapat menjadi kesempatan bagi masyarakat, termasuk elite politik, untuk mempererat persaudaraan dan ikatan sosial dengan saling bermaaf-maafan.

"Tentunya ini merupakan hal yang sangat positif apabila para pemimpin bangsa saat ini juga ingin menunjukkan berlebaran dengan saling memaafkan, terutama dalam agenda open house (gelar griya) yang akan dilakukan oleh Presiden," kata Ardli saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Selasa.

Ardli menjelaskan bahwa gelar griya di Istana Kepresidenan pada Lebaran 2024 dapat menjadi momentum untuk memberikan pandangan positif bagi masyarakat.

"Apabila para tokoh politik nasional berkenan untuk menghadiri acara open house tersebut untuk saling bermaaf-maafan, tentunya itu akan memberikan dampak yang baik pada pandangan masyarakat bahwa para elite dalam kondisi yang saling menghargai dan penuh rasa damai dalam hubungan personal masing-masing," jelasnya.

Ia mengemukakan bahwa masyarakat akan mendapatkan suatu pelajaran bahwa berbeda pandangan politik merupakan sebuah keniscayaan dalam sistem pemerintahan yang demokratis, dan bukan hal yang perlu dikhawatirkan.

"Justru adanya perbedaan pandangan menunjukkan eksistensi dari demokrasi itu sendiri di suatu negara sehingga tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan kondisi politik saat ini," katanya.

 Ardli melanjutkan, "Biarkan problem demokrasi kita yang sedang berlangsung saat ini menemukan jalannya dengan cara-cara yang demokratis pula."

Menurut dia, gelar griya pada momentum Lebaran dapat dianggap sebagai bentuk upaya rekonsiliasi politik.

"Jika rekonsiliasi dimaknai sebagai pemulihan hubungan personal sebagai sesama anak bangsa, tentu sepatutnya adalah hal yang perlu kita apresiasi sebagai bentuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa," katanya.

Walaupun demikian, dia mengingatkan agar rekonsiliasi yang terbentuk dalam gelar griya tersebut bukan sebagai bagian lobi politik atau bagi-bagi kue kekuasaan.

"Sudah sepatutnya para elite tidak melakukan politisasi Idulfitri untuk melakukan retorika-retorika politik yang pada akhirnya momen Lebaran hanya menjadi alat para elite untuk mencapai kekuasaan, alih-alih menjadikannya momentum untuk melakukan refleksi dan penyucian diri," ujarnya.

Baca juga: Pengamat: Momen Idul Fitri bisa jadi ajang silaturahim banyak pihak
Baca juga: Istana siap sambut presiden-wapres terdahulu hadiri "open house"


Sebelumnya, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengajak tokoh politik yang pro maupun kontra terhadap Presiden RI Joko Widodo untuk dapat menghadiri gelar griya di Istana Kepresidenan.

"Saya menyarankan kepada tokoh-tokoh ataupun seluruh masyarakat, baik yang setuju maupun tidak setuju dengan Bapak Presiden, ayo datang! Kita sama-sama pada Idulfitri yang penuh dengan maaf-memaafkan untuk kita kembali kepada fitrahnya," kata Bahlil di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (8/4).

Sementara itu, pihak Istana Kepresidenan siap menyambut kehadiran presiden dan wakil presiden terdahulu, para mantan pejabat, serta masyarakat yang akan menghadiri gelar griya Idulfitri 1445 Hijriah di Istana Negara, Jakarta.

"Silakan bagi para mantan pejabat, para mantan VVIP, mantan presiden dan wakil presiden, mantan menteri, jika ingin datang berkenan hadir tentu kami akan memberikan pelayanan kepada beliau-beliau sejak dari alur masuknya sampai bersalaman dengan Pak Presiden, sampai dengan tempat jamuan yang akan kami siapkan," ujar Kepala Biro Protokol Sekretariat Presiden Yusuf Permana di Jakarta, Selasa.

Untuk gelar griya tahun ini, kata Yusuf, Sekretariat Presiden tidak menyiapkan undangan khusus. Istana Presiden terbuka untuk kedatangan tamu penting dan masyarakat sesuai dengan jadwal yang ditentukan mulai pukul 09.00 WIB.

Pewarta: Rio Feisal
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024