Kupang (ANTARA) - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Nusa Tenggara Timur mencatat selama 2023 konflik antara manusia dan buaya dengan jumlah terbanyak di Pulau Timor yang mencapai tujuh kasus.

“Terbanyak adalah Pulau Timor dari total 15 korban gigitan buaya di seluruh NTT,” kata Kepala BBKSDA NTT Arief Mahmud di Kupang, Kamis.

Dia mengatakan interaksi negatif antara buaya dan manusia di NTT cukup tinggi jika dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia.

Sesuai data, lima di antara 15 korban gigitan buaya itu, dinyatakan meninggal dunia karena gigitan parah.

Konflik antar buaya dan manusia juga terjadi di Pulau Sumba dengan jumlah enam kasus, sedangkan sisanya di Flores dan kabupaten Lembata yang masing-masing satu kasus.

Sejak Januari 2024 hingga saat ini terdapat dua kejadian tersebut yang menimbulkan seorang korban meninggal dunia.

“Periode Januari hingga April 2024 terdapat dua kejadian konflik yang mengakibatkan satu orang meninggal dunia,” ujar dia.

Baca juga: Babel bentuk satgas tangani konflik manusia dan satwa liar

Arief menilai penyelesaian interaksi negatif itu sebenarnya harus dilakukan dengan memperhatikan akar permasalahan, antara lain perbaikan habitat berupa hutan mangrove yang rusak serta membatasi aktivitas masyarakat di kawasan yang diperuntukkan habitat satwa.

Ia mengatakan insiden buaya muncul di area publik dimungkinkan terjadi karena buaya yang mencari habitat baru akibat habitat aslinya rusak atau adanya persaingan teritorial yang mengakibatkan individu tertentu harus pindah.

Pada kasus tertentu, katanya, buaya juga berinteraksi dengan masyarakat saat mereka melintas untuk pindah atau mencari makan.

Oleh karena itu, ujar dia, solusi jangka pendek yang diambil pemerintah saat terjadi interaksi negatif, khususnya di areal publik atau wilayah yang dekat dengan pemukiman, berupa menangkap dan merelokasi ke tempat tertentu.

Dengan cukup banyak buaya yang saat ini berada di penampungan sementara di BBKSDA NTT, katanya, perlu upaya mengubah masalah menjadi peluang, misalnya dengan dibangun fasilitas lembaga konservasi umum yang antara lain dimanfaatkan untuk wisata.

Selain itu, diperlukan partisipasi para investor untuk memanfaatkan peluang tersebut dengan dukungan pendampingan proses perizinan oleh BBKSDA NTT.

BBKSDA NTT mengimbau masyarakat untuk tidak mengambil langkah sendiri saat terjadi pertemuan dengan buaya, tidak membuang sisa makanan di laut yang dapat memancing kehadiran buaya, serta melaporkan kejadian interaksi negatif buaya melalui pusat panggilan BBKSDA NTT.

Baca juga: Delapan konflik satwa terjadi di Agam Sumbar selama awal 2024
Baca juga: BRIN: Buaya Australia masuki perairan NTT & berkonflik dengan manusia
Baca juga: BKSDA Sampit imbau warga waspadai kemunculan buaya saat musim hujan

Pewarta: Kornelis Kaha
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024