Berapa pun selisih suara yang diperoleh, pasti yang kalah akan membawa gugatan ke MK"
Jakarta (ANTARA News) - Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan mengatakan lebih dari 90 persen pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung berakhir di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kecenderungan pelaksanaan pilkada itu lebih dari 90 persen menggugat ke MK, padahal sebelum pemungutan suara Pilkada para calonnya sudah menandatangani pernyataan sikap siap menang dan siap kalah," kata Djohermansyah di Jakarta, Senin.

Akibatnya, konflik Pilkada pun berpindah ke MK dan membuka kemungkinan politik uang berpindah ke lembaga peradilan konstitusi itu.

Kecurangan dalam penyelesaian sengketa Pilkada di MK antara lain upaya membeli suara hakim sampai menghasut para pendukung kandidat sehingga menimbulkan keributa, seperti terjadi beberapa waktu lalu di MK.

Sementara itu, pengamat politik Satya Arinanto mengatakan kecenderungan penyelesaian sengketa Pilkada di MK sudah jauh-jauh hari disiapkan tim sukses pasangan calon.

"Umumnya, mereka sudah menyiapkan dana satu paket, termasuk biaya penyelesaian sengketa di MK. Berapa pun selisih suara yang diperoleh, pasti yang kalah akan membawa gugatan ke MK," kata Arinanto.

Oleh karena itu, guna mengurangi konflik Pilkada, Kemendagri kembali mengusulkan Pilkada tidak langsung atau pemungutan suara melalui DPRD yang dinilai  dapat meminimalisasikan politik uang dan politik transaksional.

"Anggota dewan DPRD akan diawasi oleh lembaga terkait dan juga masyarakat, sehingga dengan demikian pelaksanaan pilkada tidak langsung berjalan terbuka," ujar Djohermansyah.

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013