Medan (ANTARA) - Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran strategis dalam pembangunan ekonomi Indonesia termasuk di Provinsi Sumatera Utara.

Berdasarkan data Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), kelapa sawit di Indonesia diperkenalkan pertama kali oleh Kebun Raya pada tahun 1884 dari Mauritius (Afrika). Saat itu Johannes Elyas Teysmann yang menjabat sebagai Direktur Kebun Raya Bogor.

Perkebunan kelapa sawit pertama dibangun di Tanahitam, Hulu Sumatera Utara, oleh Schadt, pria kewarganegaraan Jerman pada 1911.

Sejak saat itu perkebunan sawit di Sumatera Utara berkembang pesat. Pada tahun 2022, Dinas Perkebunan dan Perternakan Provinsi Sumatera Utara mencatat luas perkebunan sawit 1.379.442,72 hektare, terdiri atas 490.163,51 hektare luas perkebunan rakyat, 568.044,31 hektare perusahaan besar swasta, dan PTPN seluas 321.234,90 hektare.

Hal itu membuat Sumatera Utara menjadi provinsi yang memiliki salah satu perkebunan terluas di Indonesia dan memiliki peran dalam pertumbuhan ekonomi provinsi ini.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Cabang Sumatera Utara mencatat nilai ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil - CPO) Sumut mencapai 2,6 miliar dolar AS pada Januari -- September 2023

Nilai ekspor CPO periode Januari -- September 2023 itu masih di bawah nilai ekspor CPO sepanjang tahun 2022, yakni 4,1 miliar dolar AS. 

Pada cacatan Gapki Sumut, Provinsi Sumatera Utara memiliki 14 kabupaten/kota yang menjadi sentra kelapa sawit.

Adapun 14 kabupaten/kota tersebut yakni Langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Simalungun, Labuhanbatu, Labuhanbatu Selatan, Labuhanbatu Utara.

Lalu, Asahan, Batubara, Tapanuli Selatan, Padang Lawas, Padang Lawas Utara, Mandailing Natal, dan Tapanuli Tengah.

Luas tutupan kelapa sawit Sumatera Utara mencakup 12,7 persen luas tutupan sawit nasional.

Sementara berdasarkan data Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, nilai ekspor secara month to month pada Juli 2023 mengalami kenaikan dibandingkan bulan sebelumnya.

Nilai ekspor barang dari Sumut yang tercatat dari ekspor minyak hewan dan nabati termasuk di dalamnya adalah minyak sawit mentah (CPO) dan produk lainnya berjumlah dari 900,36 juta dollar AS menjadi 970,08 juta dollar AS atau naik sebesar 7,74 persen.

Sebagai komoditas ekspor utama, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara terus melakukan berbagai upaya agar industri kelapa sawit meningkat.

Salah satunya Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mengeluarkan peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 14 Tahun 2024 tentang Rencana Aksi Provinsi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan pada Tahun 2020 -- 2024.

Peraturan ini mencatatkan Sumatera Utara menjadi provinsi yang pertama kali menerbitkan kebijakan rencana aksi nasional kelapa sawit berkelanjutan dalam upaya menerapkan RAN KSB di tingkat provinsi.

Peraturan ini agar dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing dan dimasukkan ke dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD).

Visi Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Sumatera Utara adalah "Mewujudkan perkebunan kelapa sawit Sumatera Utara yang berdaya saing, berwawasan lingkungan, dan
Bermartabat.

Misi Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Sumatera Utara diarahkan pada intensifikasi pengelolaan kebun,pengembangan sarana prasarana pendukung usaha perkebunan.penguatan kelembagaan dan kemitraan, perlindungan sumber daya, pengembangan agro industri perkebunan, serta peningkatan penerapan standardisasi perkebunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, melalui lima cara.

Pertama, melakukan penguatan data, penguatan koordinasi dan infrastruktur. Kedua meningkatkan kapasitas dan kapabilitas pekebun, ketiga melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan.

Kempat menerapkan tata kelola perkebunan dan penanganan sengketa, dan kelima melakukan dukungan percepatan pelaksanaan sertifikasi perkebunan kelapa sawit berkelanjutan Indonesia dan meningkatakan akses pasar produk kelapa sawit.

Dalam pengembangan sarana prasarana pendukung usaha perkebunan, penguatan kelembagaan dan kemitraan, pada tahun 2023 Pemerintah Sumatera Utara mengajak sejumlah elemen untuk menjalin kemitraan dengan pemerintah daerah dalam upaya memajukan industri kelapa sawit di wilayah ini.

Kolaborasi pemilik perkebunan dengan pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan khusus di lingkup perkebunan kelapa sawit.

Selain itu, Pemerintah Sumatera Utara juga melakukan program peremajaan sawit rakyat di Sumut. Sepanjang tahun 2023, pelaksanaan program peremajaan sawit rakyat di Sumut mencapai 2.030 hektare.

Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Sumut Zakir Syarif Daulay mengatakan Pemerintah Provinsi Sumut terus melakukan berbagai upaya sehingga angka tersebut mengalami peningkatan.

"Dari data kami, luas sawit rakyat di Sumut saat ini ada 490.163 ha. Dari jumlah tersebut, sebanyak 12.700 hektare kebun rakyat ditarget akan diremajakan lewat program PSR karena usianya yang sudah tidak produktif. Hingga akhir tahun 2023, realisasinya hanya mencapai 2.030 hektare," ujar Zakir Syarif Daulay.

Lalu, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mendorong industri di wilayahnya untuk memasifkan hilirisasi kelapa sawit.

Pada 2024, Presiden Joko Widodo
meresmikan pabrik minyak makan merah Pagar Merbau di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

Pengelolaan hilirisasi sawit oleh koperasi, seperti Pabrik Minyak Makan Merah Pagar Merbau di Deli Serdang, menjadi langkah positif untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

Dibangunnya pabrik minyak makan merah diharapkan dapat memberi nilai tambah bagi para petani sawit yang memiliki sekitar 6,2 juta hektare kebun kelapa sawit di seluruh Indonesia.

Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (Diskop UKM) Sumut Naslindo Sirait mengatakan dengan koperasi aktif di pengelolaan sektor hilir, petani sawit terkonsolidasi dan meningkatkan kesadaran bahwa mereka memiliki nilai tawar di industri sawit.

"Hilirisasi pun tidak hanya dilakukan usaha atau industri besar," ujarnya.

Pengelolaan hilirisasi sawit oleh koperasi itu diharapkan dapat menjamin stok minyak makan atau minyak goreng sehingga mampu mencukupi kebutuhan masyarakat dengan harga yang stabil sehingga mencegah penambahan inflasi.

"Itu menjadi prototipe yang bisa terus dikembangkan di petani sawit. Mereka dapat beroperasi, terlibat dalam hilirisasi yang memproduksi minyak makan atau minyak goreng dan tidak hanya menjual TBS (tandan buah segar-red) semata," katanya.

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024