Ketika ekonomi global hanya tumbuh rata-rata 2 persen, kita dan segelintir negara seperti India dan Tiongkok, mampu tumbuh di atas 5 persen
Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anindya Bakrie menyatakan kondisi fundamental perekonomian Indonesia cukup kuat dalam menghadapi ancaman dampak krisis di Timur Tengah.

"Ketika ekonomi global hanya tumbuh rata-rata 2 persen, kita dan segelintir negara seperti India dan Tiongkok, mampu tumbuh di atas 5 persen," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.

Penegasan tersebut disampaikan Anindya saat bertemu Sekretaris Jenderal Kadin Internasional (International Chamber of Commerce/ICC) John Denton, di Kantor Pusat ICC, Paris, Perancis, Rabu (17/4).

"Kepada Sekjen ICC, saya menyampaikan optimisme bahwa fundamental ekonomi Indonesia cukup kuat menghadapi tekanan dan ancaman krisis akibat meningkatnya ketegangan di Timur Tengah. Seperti tekanan yang dialami nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pekan ini," ungkapnya.

Lanjut dia, kondisi ekonomi makro Indonesia memiliki daya tahan dalam menghadapi ancaman krisis, baik yang disebabkan eskalasi geopolitik maupun geoekonomi global. Sejumlah indikator yang menunjukkan kekuatan ekonomi makro, antara lain Indonesia masih mampu mencatat pertumbuhan di atas 5 persen.

Indikator lainnya adalah laju inflasi yang terkendali, jauh di bawah negara maju anggota OECD lainnya. Laju inflasi Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2024 sebesar 3,05 persen secara tahunan.

Baca juga: Analis: Konflik Iran-Israel berpotensi ganggu pertumbuhan ekonomi RI

Baca juga: Ekonom: Konflik Iran-Israel berpotensi pengaruhi pertumbuhan ekonomi


Mengenai penurunan nilai tukar rupiah yang menembus level psikologis Rp16.000 per dolar AS, menurut Anindya, bukan yang pertama kali terjadi. Sebelumnya, pada April 2020, kurs rupiah juga pernah bernasib sama. Pelemahan nilai tukar tidak hanya dialami rupiah, tetapi juga mata uang regional lainnya.

"Ini disebabkan oleh ketidakpastian kondisi geopolitik akibat memanas-nya Timur Tengah. Belum lagi perang dagang yang meruncing antara AS dan Tiongkok," jelasnya.

Anindya menegaskan, pemerintah dan Bank Indonesia sudah memiliki pengalaman menghadapi situasi tekanan seperti yang terjadi saat ini. Menurut dia, yang terpenting adalah komunikasi dengan dunia usaha terus dijaga, agar dapat diambil kebijakan yang tepat sasaran.

Selain itu, indikator rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga dalam rentang yang aman, yakni di bawah 40 persen. Jika dibandingkan dengan negara lain, tidak sedikit pasca-COVID, rasio utang-nya masih tinggi bahkan di atas 100 persen.

ICC adalah lembaga yang mempromosikan sistem perdagangan dan investasi internasional. ICC memiliki jaringan yang menjangkau lebih dari 170 negara, mencakup lebih dari 45 juta bisnis mulai dari UKM hingga perusahaan multinasional besar.

Pewarta: Fauzi
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024