Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan perkara uji materiil UU No 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (KY) dan UU No 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (KK), yang diajukan oleh 31 hakim agung, menyatakan hakim konstitusi tidak termasuk obyek pengawasan KY. Putusan tersebut dibacakan secara bergiliran oleh delapan hakim konstitusi di Gedung MK, Jakarta, Rabu. "Untuk selanjutnya, hakim konstitusi tidak termasuk dalam pengertian hakim yang perilaku etiknya diawasi oleh KY," kata hakim konstitusi Soedarsono, saat membacakan putusan. MK mengabulkan permohonan 31 hakim agung sepanjang menyangkut perluasan pengertian hakim menurut pasal 24B ayat 1 UUD 1945 yang meliputi hakim konstitusi karena terbukti bertentangan dengan UUD 1945. Menurut MK, apabila ditinjau secara sistematis dalam perumusan UUD 1945, ketentuan mengenai KY dalam pasal 24B UUD 1945, memang tidak berkaitan dengan ketentuan mengenai MK yang diatur dalam pasal 24C UUD 1945. "Dari sistematika penempatan ketentuan mengenai KY, sesudah pasal yang mengatur tentang MA, yaitu pasal 24A dan sebelum pasal yang mengatur tentang MK, yaitu pasal 24C, sudah dapat dipahami bahwa ketentuan mengenai KY pada pasal 24B UUD 1945 itu memang tidak dimaksudkan untuk mencakup pula obyek perilaku hakim konstitusi," tutur hakim konstitusi, AS Natabaya. Ia menambahkan hal itu dapat dipastikan dari bukti risalah-risalah rapat panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR maupun dari keterangan para mantan anggota panita tersebut dalam persidangan bahwa perumusan ketentuan mengenai KY dalam pasal 24B UUD 1945 memang tidak pernah dimaksudkan untuk mencakup pengertian hakim konstitusi. Selain itu, MK berpendapat, berbeda dengan hakim biasa, hakim konstitusi pada dasarnya bukanlah hakim sebagai profesi tetap, melainkan hanya diangkat untuk jangka waktu lima tahun. Atas putusan tersebut, MK menyatakan pasal 1 angka 5 UU KY sepanjang menyangkut kata hakim konstitusi tidak berlaku lagi karena bertentangan dengan UUD 1945. Dalam putusannya, MK menentukan sendiri bahwa pengawasan terhadap pelaksanaan kode etik hakim konstitusi dilakukan oleh majelis kehormatan yang tersendiri dan dibentuk sendiri oleh MK sesuai pasal 23 UU MK. KY sebelumnya mengajukan permintaan kepada MK agar MK membuat pernyataan (deklarasi) agar MK mengenyampingkan atau menyatakan tidak akan melakukan pengujian terhadap pasal-pasal dalam UU KY yang dimohon untuk diujimateriil sepanjang yang berkaitan dengan hakim konstitusi, untuk menghindari adanya konflik kepentingan. Namun, MK menolak permintaan KY itu dengan alasan permintaan deklarasi itu pada esensinya adalah memohon agar KY mengeluarkan putusan sela, sedangkan putusan sela hanya bisa dikeluarkan oleh MK dalam kondisi tertentu seperti adanya dugaan perbuatan pidana saat perumusan UU yang dimohon untuk diujimateriil.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006