Jakarta, 28/11 (Antara) - Dear Ibu dan Ayah...banjir berita-berita seputar pejabat negara yang terjerat kasus korupsi mencetuskan pertanyaan, apakah Ibu dan Ayah mengenal sosok berpenampilan parlente, bertutur kata santun, berperilaku sopan, meski ujung-ujungnya ia menilep duit rakyat?

Ibunda di rumah, ayahanda di kantor serta merta menjejalkan jawaban kepada putra-putrinya di sekolah dengan mengatakan, jangan coba-coba meniru perilaku politikus dan pejabat negara yang tersandung korupsi. Adakah tips jitu mendongeng berita-berita korupsi?

Lho, kok mendongeng berita-berita korupsi? Bukankah beberapa dongeng sebelum tidur, seperti Kancil Mencuri Ketimun, Jaka Tingkir, Gundala Putra Petir, Aladdin, dan Hercules mengajarkan sosok anutan yang jujur, berani dan justru mereka tidak korupsi.

Dan ibunda dan ayahanda ujung-ujungnya kerepotan menjelaskan kepada sang bocah bahwa mereka yang mengorupsi uang rakyat sesungguhnya mengalami hambatan untuk membedakan antara hal yang nyata dan hal yang berbau fantasi.

Hal yang nyata dan bukan semata khayalan, bila dongeng sebelum tidur menyarikan motto bahwa kejujuran adalah kebijakan terbaik dan terutama, karena orang Latin klasik berpedoman kepada tiga kata yakni "Pulchre! Bene! Recte!" (Indah! Bagus! Benar!).

Sang ibu dan ayah kerapkali berpegangan kepada pepatah Latin klasik bahwa anak-anak tetaplah anak-anak, dan mereka mengerjakan apa saja yang bersifat kanak-kanak (Sunt pueri et pueri puerilia tractant).

Korupsi itu, jelas tidak indah, tidak bagus, tidak benar. Praktisnya, ibu dan ayah jangan mengorupsi kata-kata ketika mendongeng.

Dear ibu dan ayah... ajaklah putra-putri anda menyaksikan sebanyak mungkin pagelaran seni di gedung-gedung kesenian yang memanggungkan hal yang indah, hal yang bagus, dan hal yang benar dalam balutan kata dan drama.

Kepada ibu dan ayah, silakan mengatakan bahwa perilaku kancil tidak indah, tidak bagus, dan tidak benar, karena dia justru mencuri ketimun dari pak Petani.

Silakan mengatakan bahwa sepak terjang Jaka Tingkir, Gundala Putra Petir, Aladdin dan Hercules merujuk kepada tiga kata pamungkas, yakni indah, bagus, benar.

Inilah tips pertama mendongeng kepada kami anak-anak manakala Ibu dan Ayah membaca berita-berita mengenai pejabat negara yang mengorupsi duit rakyat.

Ceritakan kepada kami putra-putrimu bahwa puluhan pengunjuk rasa telah melemparkan tomat-tomat busuk ketika menuntut koruptor dihukum mati di Kantor Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Ceritakan kepada kami putra-putrimu bahwa termuat di sebuah surat kabar nasional, sebuah daftar mengenai beberapa politikus dan pejabat negara yang tersandung korupsi.

Akil Mochtar, jabatannya Ketua Mahkamah Konstitusi, tersangkut kasus suap pemilukada, belum disebut jumlah kerugian negara, vonis terhadap dia masih dalam proses.

Angelina Sondakh, anggota DPR Fraksi Partai Demokrat, suap penganggaran di Kemendiknas dan Kemenpora, kerugian negara mencapai Rp32 miliar, divonis 12 tahun penjara dan didenda Rp40 miliar.

Djoko Susilo, Kepala Korlantas Mabes Polri, korupsi simulator uji kendaraan, Rp121 miliar, divonis 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta. Nunun Nurbaeti, suap cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior BI, Rp20,8 miliar, 2,5 tahun penjara dan denda Rp150 juta.

Hartati Murdaya, Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, suap kepengurusan hak guna perkebunan kelapa sawit, Rp3 miliar; 2,8 tahun penjara dan denda Rp150 juta. Ahmad Fathanah, kasus penetapan kuota impor daging sapi, kerugian negara dalam proses, 14 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.

M Nazaruddin, Bendahara Umum Partai Demokrat, Suap Wisma Atlet dan 30 kasus lain, nilai proyek mencapai Rp6 triliun (dengan kasus lain), diganjar 7 tahun penjara dan denda Rp300 juta. Anas Urbaningrum, Ketua Umum Partai Demokrat, suap Wisma Atlet, kerugian negara Rp463,66 miliar, masih dalam proses.

Andi Mallarangeng, Menpora, suap Wisma Atlet, Rp463,66 miliar, masih dalam proses. Luthfi Hasan Ishaaq, Presiden PKS dan anggota DPR, penetapan kuota impor daging sapi, kerugian negara masih dalam proses, vonis masih dalam proses.

Wa Ode Nurhayati, Anggota DPR Komisi VII Fraksi PAN, Korupsi dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah, Rp6,5 miliar, enam tahun penjara dan denda Rp500 juta. Zulkarnaen Djabar, Anggota Komisi VIII DPR, Korupsi Pengadaan Alquran Kemeneg, Rp17 miliar, 15 tahun kurungan dan denda Rp300 juta.

Gayus Tambunan, PNS gol IIIA, kasus korupsi di Ditjen Pajak dan Pencucian Uang, kerugian negara Rp1,52 triliun, total dari empat kasus, divonis 30 tahun penjara dan didenda Rp300 juta. Miranda S Gultom, Deputi Gubernur BI, suap cek pelawat Deputi Gubernur Senior BI, kerugian negara Rp20,8 miliar, divonis 3 tahun penjara dan didenda Rp100 juta.

Ibu dan Ayah...daftar itu begitu panjang memuat nama-nama dari mereka yang kedapatan dan terindikasi mengorupsi uang rakyat.

Di mata hati kami putra putrimu, korupsi tidak lain mencuri "timun" yang bukan menjadi haknya, mengendap di kegelapan untuk mencari celah menilep duit rakyat, memoles dan memulas kata-kata agar seakan-akan kelihatan hebat kuat seperti Joko Tingkir atau Hercules, kenyataannya sekedar tebar pesona.

Tips kedua, Ibu dan Ayah jangan pernah memaksakan pendapatnya. Jika putra putri di rumah kurang mampu berpikir rasional, bantulah dan hargailah mereka untuk lebih berpikir rasional dengan tidak meremehkan sang buah hati.

Sikap menghargai kepada setiap upaya memberantas korupsi dengan berpikir rasional telah dikatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono manakala mengapresiasi Wakil Presiden Boediono yang telah memberikan keterangan kepada KPK terkait pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) yang diberikan Bank Indonesia kepada Bank Century pada 2008. Penjelasan ini dipandang dapat membuka kebenaran.

"Bapak Presiden tentu mengetahui Bapak Wapres Boediono memberi keterangan kepada KPK. Beliau mengapresiasi Bapak Wapres Boediono telah memberikan keterangan, sebagaimana yang diharapkan demi terbukanya suatu kebenaran," kata Juru Bicara Presiden Julian A Pasha di Kantor Presiden, Jakarta.

Tips ketiga, Ibu dan Ayah, jangan kikir mengapresiasi setiap apa yang kami lakukan bersama-sama teman di sekolah dan di rumah. Dongeng-dongeng kami bersama teman-teman adalah dongeng-dongeng kami.

Sebagai buah hati, kami putra-putrimu tidak ingin menjadi sosok yang dijadikan sekedar "remote control" yang dapat dikemudikan semata-mata atas perintah "atasan" di manapun mereka berada. Bukankah, Ibu Ayah bila di tempat kerja, membedakan antara kepatuhan dan ketaatan?

Kepatuhan, artinya menyadari setiap petunjuk kemudian mempertimbangkannya dengan masak-masak, meski tidak perlu juga ada kewajiban untuk melaksanakannya.

Sikap patuh berbeda dengan ketaatan buta. Ketaatan buta menganggap Perintah adalah Perintah (Befehl ist Befehl), sebagaimana kerap dikomando oleh warisan sistem Nazi dari Adolf Hitler. Ketaatan buta isinya sama dengan indoktrinasi.

Dan dongeng-dongeng kami sebagai putra-putrimu hendaknya jauh dari virus indoktrinasi. Ini tips keempat dari imbauan jangan mengorupsi dongeng-dongeng kami.

Jangan pula menjadikan pernyataan untuk memberantas korupsi sebagai semata-mata bancakan dari kata-kata. Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin menyatakan, "Pesan yang keras sudah tepat. Untuk koruptor Undang-undang Pencucian Uang sudah diterapkan dan hukuman lain yang berat sudah juga diterapkan."

Yuk, Bapak Ibu, silakan bersama-sama duduk di sofa dan menyaksikan film lucu. Pilihlah film yang tak kenal batasan waktu seperti "Some Like It Hot" dengan bintang Annie Hall yang disutradarai dan dibintangi oleh Woody Allen.

Jangan pernah mengorupsi dongeng kami putra putrimu di rumah. Kalau tempat kerja Ayah Ibu wangi dengan aroma lavender, melati, lemon, mint atau cendana, maka hati kami ingin juga semerbak wangi sebagaimana aromaterapi.

Lebih baik hidup jujur dan legal daripada mengais sampah dari kemewahan hasil korupsi (melius sincere legitemeque vivere purgamentis delectis quam corruptionibus).

Oleh A.A. Ariwibowo
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013