Pihak berwenang Ukraina dan oposisi harus mencapai kesepakatan melalui cara-cara damai dan demokratis
Warsawa (ANTARA News) - Krisis di Ukraina telah memicu kekhawatiran di kalangan tetangganya di Eropa, terutama negara-negara bekas komunis yang juga pernah terjebak dalam cengkeraman Moskow dan sekarang mencemaskan kerenggangan Kiev dari blok tersebut.

Presiden Polandia Bronislaw Komorowski membatalkan pertemuan yang direncanakan dilakukan pada Senin dengan timpalannya dari Ukraina Viktor Yanukovych dan justru mengadakan pembicaraan tingkat tinggi terkait situasi di seberang perbatasan.

Polandia, pendukung kuat masuknya Ukraina ke Uni Eropa, "akan memastikan bahwa pintu ke Eropa akan selalu tetap terbuka untuk Ukraina", kata Komorowski kepada wartawan setelah pembicaraan Warsawa.

Beberapa negara lain di kawasan itu juga menyatakan keprihatinan mereka Senin atas meningkatnya kerusuhan di Ukraina, saat ribuan demonstran Ukraina memblokade gedung-gedung pemerintah di Kiev dengan harapan dapat memaksa keluar mereka yang berkuasa.

Namun utusan khusus Uni Eropa Aleksander Kwasniewski mengatakan Yanukovych tidak mungkin mengindahkan seruan oposisi untuk mengundurkan diri.

"Tampaknya jauh lebih mungkin bahwa tindakan yang lebih keras seperti pemberlakuan situasi darurat di Kiev atau kawasan yang lebih luas di negara itu akan diterapkan," kata mantan presiden Polandia itu pada radio RMF Polandia.

Desas-desus telah beredar bahwa Ukraina akan mengumumkan keadaan darurat di Kiev, lokasi para pengunjuk rasa mengumumkan pemogokan umum pada Senin.

Menteri Luar Negeri Ukraina Leonid Kozhara bagaimana pun meyakinkan timpalannya dari Polandia Radoslaw Sikorski melalui pembicaraan telepon bahwa pemerintah tidak memiliki rencana untuk melakukan hal itu.

Sementara itu Kementerian Luar Negeri Lithuania memanggil duta besar Ukraina untuk Vilnius pada Senin guna mengungkapkan "keprihatinan tentang terjadinya kekerasan dalam aksi demonstran damai di Independence Square" di Kiev pada Sabtu.

Pihaknya juga "menekankan perlunya untuk menyelidiki dan menghukum pelaku sepatutnya", menurut sebuah pernyataan kementerian .

Tanda-Tanda Kebijakan Imperialis


Kiev mengejutkan Eropa pekan lalu dengan cenderung mengikuti tekanan Rusia dan menolak untuk menandatangani pakta bersejarah dengan Uni Eropa yang akan menjadi sinyal pelepasan diri negara itu dari bekas majikannya, Rusia.

Keputusan Ukraina untuk membatalkan Perjanjian Asosiasi, yang telah dibuat berbulan-bulan lamanya, telah memicu terjadinya perang kata-kata antara Timur dan Barat yang mengingatkan pada hari-hari Perang Dingin dan memicu terjadinya sejumlah aksi protes terbesar yang pernah terjadi di Ukraina dalam satu dasawarsa terakhir.

"Rusia telah membeberkan tujuan kebijakan luar negerinya terhadap anggota Commonwealth of Independent States (CIS), untuk tidak membiarkan mereka bergerak lebih dekat ke Uni Eropa," kata Wojciech Konanczak, seorang analis di Pusat Pengkajian (Eropa) Timur di Polandia.

Keputusan Kiev "adalah sebuah kesuksesan untuk Rusia", katanya, seraya menambahkan bahwa krisis hubungan Uni Eropa - Ukraina akan lebih dalam lagi jika situasi saat ini terus berlanjut.

Terlebih lagi, katanya, "Moskow telah membuat jelas bahwa ia tidak akan membatasi tindakan di Ukraina saja, tetapi juga akan menarget Moldova, sebagaimana yang terjadi dengan Armenia", yang akhirnya bergabung dengan Uni Kepabeanan yang dipimpin Moskow.

Penasehat Komorowski, Roman Kuzniar mengatakan Uni Eropa harus memainkan peran penting dalam menghentikan Moskow untuk mewujudkan rencananya di kawasan itu .

"Uni Eropa memiliki potensi yang cukup untuk menetralisir tindakan Moskow, yang mengancam kedaulatan negara dan memiliki tanda dari kebijakan imperialis," katanya.

Presiden Lithuania Dalia Grybauskaite, yang negaranya saat ini memegang jabatan presiden bergilir UE , atas nama perannya mendesak Ukraina untuk membuat " keputusan strategis " .

"Pihak berwenang Ukraina dan oposisi harus mencapai kesepakatan melalui cara-cara damai dan demokratis," katanya dalam pernyataan.

Seruan untuk solusi damai juga datang dari politisi Eropa lainnya, termasuk Menteri Luar Negeri Swedia Carl Bildt - pendukung kuat lain integrasi Ukraina ke Uni Eropa - timpalannya di Ceko dan Slovakia, serta para pejabat di Brussels.

"Aksi unjuk rasa itu mengirimkan pesan yang sangat jelas," kata Steffen Seibert, juru bicara Kanselir Jerman Angela Merkel.

"Mudah-mudahan Presiden Ukraina Yanukovych mendengar pesan ini," katanya, sebagaimana dilaporkan AFP.

(G003)


Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2013