... 'nggak ada urusan bisnis. 'Ngapain aku urusin bisnis... "
Jakarta (ANTARA News) - Nama Panglima TNI, Jenderal TNI Moeldoko, disebut-sebut dalam berkas pemeriksaan tersangka korupsi Rudi Rubiandini, yang bekas kepala SKK Migas itu. Dikonfirmasi tentang itu, Moeldoko berkata, perkenalannya dengan Rubiandini terjadi saat dia masih menjadi kepala staf TNI AD. 

Akan tetapi, Moeldoko --seturut pengakuan dia-- tidak membicarakan bisnis, melainkan aktivitas eksploitas minyak dan gas di lokasi-lokasi penambangan, yang banyak ditentang masyarakat. Rubiandini minta Moeldoko membantu pengamanan instalasi dan situs eksploitasi mereka. 

"Rudi memang pernah ketemu saya saat saya jabat kepala staf TNI AD, waktu beliau ke Mabes TNI AD. Kami diskusikan antara saya dan asisten," kata Moeldoko. 

Dalam berkas pemeriksaan Rubiandini, pertemuan dia dengan Moeldoko terjadi dua kali, di satu tempat di kawasan Gambir dan rumah dinas Moeldoko, di bilangan Jalan Denpasar, Jakarta Pusat. 

Moeldoko, saat ditanya jurnalis, tidak mengurai rinci kedua pertemuan itu. 

Kecuali begini, "Dia (Rubiandini) juga bawa beberapa asisten. Dia pertamanya kenalin diri karena masih pejabat baru, sama saya juga. Setelah itu tidak lanjut pertemuan kedua," kata Moeldoko, saat meninjau Pasukan Pemukul Reaksi Cepat TNI AD di Markas Divisi 1 Kostrad Cilodong, Depok, Jawa Barat, Selasa.

"Jadi konteksnya itu, 'nggak ada urusan bisnis. 'Ngapain aku urusin bisnis," kata Moeldoko. Moeldoko menjadi kepala staf TNI AD pada 20 Mei-30 Agustus 2013, sementara Rubiandini di posisi puncak SKK Migas pada 15 Januari-14 Agustus 2013, jadi ada tiga bulan 25 hari waktu yang memungkinkan mereka bertemu. 

Walau dia mengaku tidak mengurusi bisnis, namun laporan resmi harta kekayaannya sebagai pejabat negara sebelum resmi menjadi panglima TNI, sebanyak Rp32 miliar; jumlah yang sangat mewah untuk seorang militer Indonesia.  

Dengan profesi murni sebagai tentara aktif semata-mata, harta kekayaan Moeldoko melebihi kekayaan Presiden Susilo Yudhoyono, sejak Yudhoyono menjabat pada 2004 hingga kini di penghujung masa jabatan kepresidenannya. Oleh majalah TEMPO, dia sempat disebut sebagai "Jenderal Tajir" alias kaya. 

Moeldoko, menjelaskan kepada pers, dia selaku pejabat yang bertanggung jawab atas masalah itu siap membantu menyelesaikan permasalahan itu. Tidak dia jelaskan maksud kata "menyelesaikan" itu. 

Moeldoko pun memberikan saran kepada Rubiandini agar kegiatan eksplorasi, eksploitasi, atau yang berkaitan migas juga memperhatikan persoalan masyarakat.

"Bapak harus dekati masyarakat. Jangan sampai nanti setelah berjalan malah semakin terjadi resistensi," kata Moeldoko kepada Rubiandini saat itu.

Namun, tak lama setelah pertemuan, Rubiandini ditangkap KPK. Tetapi, kerja sama pengamanan objek vital dengan Pertamina tetap berjalan.

"Ya setelah itu karena beliau (Rubiandini) tertangkap, ya tidak berlanjut. Kalau dengan PT Pertamina tetap berlanjut," tuturnya.

KPK, secara terpisah, mengaku tak memiliki beban psikologis memanggil Moeldoko, yang disebut-sebut masuk dalam berkas pemeriksaan Rubiandini.

"Misalkan ada nama-nama itu (Moeldoko) dan kami butuhkan maka yang bersangkutan akan kita panggil. Jadi, KPK tidak punya kendala teknis dan juga kendala pisikologis untuk memanggil para petinggi itu," kata Ketua KPK, Abraham Samad, saat itu. 

Hingga kini, KPK pun masih mendalami keterangan Menteri ESDM, Jero Wacik, sebagai saksi. 

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2013