Belanja pemerintah juga meningkat pesat sebesar 30,1 persen secara year-on-year pada bulan Februari, didorong oleh belanja pemilu,
Jakarta (ANTARA) - Ekonom Senior Standard Chartered Bank Indonesia Aldian Taloputra menilai perekonomian Indonesia masih berada dalam siklus ekspansi di tengah situasi ketidakpastian global saat ini.

Hal itu tercermin dalam pertumbuhan pinjaman yang kuat 11,3 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) di Februari 2024, meningkat dibandingkan  Desember 2023 yang sebesar 10,4 persen (yoy), serta membaiknya pinjaman luar negeri swasta non-bank.

“Belanja pemerintah juga meningkat pesat sebesar 30,1 persen secara year-on-year pada bulan Februari, didorong oleh belanja pemilu,” ujar Aldian di Jakarta, Senin.

Baca juga: Menkeu proyeksikan pertumbuhan ekonomi RI kuartal I capai 5,17 persen

Kendati demikian, Standard Chartered menurunkan perkiraan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia di 2024 menjadi 5,1 persen dari sebelumnya 5,2 persen. Hal itu mencerminkan pemasukan dari pemilu yang lebih kecil dari perkiraan.

“Kami masih memperkirakan pertumbuhan di semester pertama yang kuat, namun hasil pemilu bulan Februari cukup meyakinkan sehingga tidak diperlukan adanya pemilu putaran kedua. Hal ini akan menurunkan dorongan konsumsi,” ujarnya.

Aldian menjelaskan, meskipun kemenangan telak presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo-Gibran menghilangkan ketidakpastian politik, peningkatan investasi yang kuat diperkirakan tidak akan terjadi dalam waktu dekat.

Transisi pemerintahan, termasuk pembentukan kabinet mungkin belum akan selesai hingga akhir 2024 sementara pemilihan kepala pemerintah daerah akan diadakan pada November mendatang.

Baca juga: ADB perkirakan Indonesia tumbuh 5 persen pada 2024 dan 2025

Dari segi inflasi pangan yang tinggi juga dapat mengurangi belanja konsumen, terutama di kalangan rumah tangga berpendapatan rendah.

Standard Chartered juga memperkirakan pertumbuhan PDB global tahun ini sebesar 3,1 persen, atau tidak berubah dari 2023.

Perusahaan perbankan global itu memperkirakan pertumbuhan sebesar 3,2 persen pada 2025, yang merupakan peningkatan dari perkiraan sebelumnya sebesar 3,1 persen.

Berdasarkan laporan Global Focus Economic Outlook Q2-2024 yang dikeluarkan Standard Chartered, Asia akan tetap menjadi mesin penggerak utama pertumbuhan perekonomian global.

Baca juga: Eskalasi ketidakpastian global, BI: Ekonomi RI masih berdaya tahan

Sementara itu, Afrika dan Kawasan Timur Tengah, Afrika Utara, Afghanistan dan Pakistan (MENAP) diperkirakan akan tumbuh lebih cepat pada 2024 dibandingkan pada  2023.

Namun demikian, pemilihan umum di sejumlah negara pada tahun ini mungkin akan mempengaruhi aktivitas investasi untuk sementara waktu, dan keputusan mengenai waktu dan kecepatan penurunan suku bunga akan tetap menjadi tantangan mengingat masih adanya kekhawatiran terhadap inflasi.

Bank-bank sentral besar kemungkinan akan memulai siklus penurunan suku bunganya dalam beberapa bulan mendatang, sehingga memberi ruang pelonggaran kebijakan oleh bank sentral di Asia pada kuartal ketiga.

Kenaikan suku bunga riil juga dinilai telah melemahkan ketersediaan kredit dan meningkatkan tingkat tunggakan utang, serta dampak pengetatan moneter sebelumnya kemungkinan masih akan terus berlanjut. Untuk itu, Standard Chartered memperkirakan pertumbuhan beberapa negara besar berada di bawah tren pada tahun 2024.

Head of Research, Europe and Americas, Standard Chartered Bank Sarah Hewin menjelaskan, peningkatan perkiraan pertumbuhan Amerika Serikat (AS) di  2024 mencerminkan banyaknya lapangan kerja yang tercipta saat ini dan momentum pertumbuhan yang berkelanjutan dari paruh kedua 2023.

Perekonomian di kawasan Eropa kemungkinan stagnan pada kuartal pertama dan pertumbuhan kredit masih negatif. Pertumbuhan PDB diperkirakan akan di bawah 1 persen pada satu tahun ke depan, meskipun dengan momentum yang membaik karena pertumbuhan upah riil yang lebih tinggi.

Menurut Sarah, aktivitas global kemungkinan akan mendapatkan kembali momentumnya secara bertahap seiring dengan berkurangnya pembatasan kebijakan moneter; sementara kebijakan penurunan suku bunga akan mendukung pertumbuhan global yang lebih kuat pada 2025.

“Di antara bank-bank sentral besar, kami memperkirakan Bank Sentral Eropa dan Bank of Canada akan mulai menurunkan suku bunga pada bulan Juni, The Fed pada bulan Juli, dan Bank of England pada bulan Agustus. Hal ini harus menjadi perhatian, khususnya di Amerika Serikat; setiap data terkait inflasi dalam beberapa bulan mendatang akan menjadi kuncinya,” tutupnya.

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2024