Semarang (ANTARA News) - Warga Nahdlatul Ulama (NU) mengancam akan memboikot tayangan televisi, jika fatwa dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang mengharamkan infotainment, yang merupakan bagian seruan moral, tidak diindahkan stasiun televisi. "Tidak menutup kemungkinan jika imbauan untuk tidak menonton infotaiment di televisi tidak ada pengaruh, maka bisa saja kita minta warga nahdliyin tidak nonton televisi, dengan kata lain memboikot," kata Ketua PWNU Jateng, Muhammad Adnan, di Semarang, Sabtu. Menurut dia, dengan anacaman boikot, terutama oleh warga nahdliyin, maka akan sangat berpengaruh pada televisi. Namun, ancaman itu masih merupakan wacana yang kemungkinan bisa dilakukan dan tidak dilakukan. Adnan menjelaskan untuk mengetahui perubahan tidaknya pasca-fatwa PBNU, pihaknya telah berkoordinasi dengan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) untuk terus melakukan monitoring terhadap siaran televisi. Bukan hanya berkaitan dengan tayangan yang negatif, tetapi tayangan porno, kekerasan, serta berita-berita yang bersifat provokatif untuk memecah belah, juga menjadi perhatian PWNU dan KPID Jateng. "Karena kita yang membuat fatwa haram, maka kami tidak akan melihat infotaiment sendiri, tapi yang monitor KPID. Mereka yang merekam seluruh siaran televisi dan kami tinggal meminta laporan tertulis," kata Adnan yang telah bertemu dengan KPID di kantornya Sabtu untuk audiensi. Kedatangan KPID ke PWNU, lanjut dia, lebih untuk memberi dorongan moral kepada PBNU, karena fatwa mengharamkan tayangan infotaiment di televisi sejalan dengan sejumlah undang-undang tentang penyiaran yang dimiliki KPID. "KPID yang melakukan pemantauan siaran, PWNU akan memfasilitasi untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat. KPID membuat spanduk yang akan dipasang di sejumlah kantor PCNU yang tersebar di Jateng," katanya. Melalui sosialisasi tersebut diharapkan masyarakat dapat mengajukan keluhan ke PCNU untuk kemudian diteruskan ke PWNU atau dapat mengadukan langsung ke kantor KPID Jateng. "Saat ini kami masih menunggu pembuatan spanduk oleh KPID. Sementara pemantauan siaran televisi sudah dilakukan KPID, karena pekerjaan memantau siaran adalah pekerjaan mereka," katanya. Adnan menegaskan, ancaman dan langkah sosialisasi yang dilakukan PWNU adalah salah satu cara agar fatwa yang telah dikeluarkan PBNU tidak ingin sebatas imbauan moral belaka tanpa ada hasil. "Memang infotaiment seperti `ngrasani` atau membicarakan orang lain sangat menarik terutama ibu-ibu dan disisi lain jika boikot jadi dilakukan, kami sangat memperhatikan nasib pekerja televisi. Namun kita tidak akan membiarkan moral bangsa rusak," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006