Jakarta (ANTARA News) - Warga sekitar tempat terjadinya kecelakaan KRL Commuterline dengan sebuah truk tangki BBM Senin siang tadi seakan terbangkitkan kenangan mereka pada kecelakaan kereta yang jauh lebih parah lagi terjadi 26 tahun silam pada 19 Oktober 1987 yang terjadi hanya berjarak satu perlintasan kereta api dari situs kecelakaan yang terjadi sekarang.

Laporan ANTARA 26 tahun silam menyebutkan, kecelakaan saat itu adalah yang terbesar kedua di Indonesia sejak 1969.

Kecelakaan kereta 26 tahun silam terjadi juga pada hari Senin, tepatnya pagi hari pukul 07.05 WIB di desa Pondok Betung, Pasar Bintaro, Kebayoran Lama. 

"Kecelakan itu terjadi akibat persilangan di luar jadwal tetap .Persilangan itu seharusnya terjadi di Stasiun Sudimara (kini masuk Provinsi Banten)," lapor ANTARA saat itu.

26 tahun silam itu, Kepala Humas PJKA Eksploitasi Barat Soemarto mengatakan KA-225 yang berangkat dari Rangkas Bitung pada pukul 05.00 WIB dengan membawa sekitar 700 penumpang harus tiba dan berhenti di Stasiun Sudimara pukul 06.49 WIB.  Saat bersamaan KA 220 dari Tanah Abang sudah tiba lebih dahulu pukul 06.40 WIB dan menanti di tempat itu.

Kedua kereta yang seharusnya bersilangan di Stasiun Sudimara, sekitar 10 km dari Stasiun Kebayoran Lama, ternyata tidak bersilangan di stasiun itu, sebaliknya bertabrakan sekitar empat km arah barat stasiun Kebayoran Lama sebelum Stasiun Sudimara dan berbenturan hebat sekitar pukul 07.05 WIB.

Saat itu seorang saksi mati yang tak disebutkan namanya, melukiskan benturan sekitar 100 m sebelah barat pintu kereta Tanah Kusir, Pasar Bintaro, Desa Pondok Betung itu denga,."Seperti bunyi beduk raksasa".

Sehari kemudian, ANTARA melaporkan delapan mayat berjatuhan dari bagian depan lokomotif KA Rangkas Bitung-Tanah Abang ketika Selasa siang ditarik keluar dari gerbong kereta api oleh lokomotif pemisah dua rangkaian kereta bertabrakan itu.

"Peristiwa yang mendebarkan ini disaksikan oleh ribuan masyarakat sekitar yang ingin melihat "drama" terakhir usaha penyelamatan para korban tabrakan kereta api yang terjadi Senin pagi yang menelan korban 151 orang tewas dan 215 orang luka berat dan ringan sampai pukul 13.00 WIB," lapor ANTARA saat itu.

Namun  Kadispen Polda Metro Jaya, Mayor Pol. Latief Rabar mengungkapkan jumlah korban yang meninggal dunia akibat kecelakaan ini adalah 141 orang.

Operasi pemisahan dua rangkaian kereta bertabrakan tersebut mulai dilakukan sejak pukul 09.00 WIB dengan menarik dua ujung rangkaian itu masing-masing oleh satu lokomotif selama 2,5 jam.

Data yang diperoleh ANTARA dari empat rumah sakit di wilayah Jakarta Selatan, Selasa siang menunjukkan, Rumah Sakit Fatmawati, sebagai rumah sakit rujukan untuk wilayah Jakarta Selatan, menerima 134 korban.

Rumah Sakit Setia Mitra menerima 49 korban. Rumah Sakit Pondok Indah menangani 26 korban, sedangkan Rumah Sakit Pusat Pertamina berjumlah 82 orang. Puluhan bahkan ratusan korban juga dirujuk ke RS Ciptomangkusumo.

Laporan akhir menyebutkan kecelakaan kereta yang disebut kecelakaan perkeretapian terburuk di Indonesia dan menyita perhatian dunia itu merenggut 156 jiwa.

Hasil penyelidikan menunjukkan ada kelalaian petugas Stasiun Sudimara yang memberikan sinyal aman bagi kereta api dari arah Rangkasbitung, padahal tidak ada pernyataan aman dari Stasiun Kebayoran.  Ini semua terjadi karena penuhnya jalur di Stasiun Sudimara.

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013