Sanaa (ANTARA News) - Pasukan keamanan Yaman menjinakkan dua bom mobil dan mencari lima kendaraan lain yang dipasangi bom di Sanaa setelah serangan mematikan terhadap kementerian pertahanan pekan lalu, kata polisi.

Setelah memperoleh petunjuk, pasukan keamanan melakukan operasi besar-besaran untuk mencari peledak dan mengamankan ibu kota Yaman tersebut, dan menemukan dua bom mobil pada Senin, kata seorang polisi kepada AFP, Selasa.

"Satuan-satuan pasukan khusus masih mencari lima bom lain," kata polisi itu.

Sejumlah aparat keamanan lain mengkonfirmasi keterangan tersebut.

Polisi itu menambahkan, beberapa tersangka anggota Al Qaida ditangkap dalam operasi itu.

Pihak berwenang meningkatkan keamanan di gedung-gedung pemerintah dan kedutaan serta kepentingan asing, khususnya di Sanaa, kata para pejabat.

Langkah itu diambil setelah kelompok Al Qaida mengakui serangan siang hari yang berani terhadap kementerian pertahanan yang menewaskan 56 orang pada Kamis pekan lalu (5/12).

Penyelidikan awal atas serangan itu menunjukkan bahwa sebagian besar penyerang adalah warga Arab Saudi.

Dua dokter dari Jerman, dua dari Vietnam dan satu dari Yaman tewas, juga dua perawat wanita asal Filipina dan satu dari India, kata Kantor Berita Saba.

Para pekerja medis yang tewas dalam serangan itu bekerja di sebuah rumah sakit di dalam kompleks kementerian tersebut.

Penyerbuan tengah hari itu merupakan serangan tunggal terburuk di Yaman selama 18 bulan ini.

Kompleks kementerian pertahanan itu "diserbu dan diserang pada Kamis... setelah mujahidin membuktikan bahwa di tempat tersebut ada ruang kendali pesawat tak berawak dan ahli-ahli AS", kata Al Qaida di Twitter.

Militan Al Qaida memperkuat keberadaan mereka di Yaman tenggara, dengan memanfaatkan melemahnya pemerintah pusat akibat pemberontakan anti-pemerintah yang meletus pada Januari 2011 yang akhirnya melengserkan Presiden Ali Abdullah Saleh.

Ofensif pasukan Yaman yang diluncurkan pada Mei 2012 berhasil menghalau militan Al Qaida dari sejumlah kota dan desa di wilayah selatan dan timur yang selama lebih dari setahun mereka kuasai.

Meski melemah, jaringan teror itu masih bisa melancarkan serangan-serangan terhadap sasaran militer dan polisi.

Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).

AS ingin presiden baru Yaman, yang berkuasa setelah protes terhadap pendahulunya membuat militer negara itu terpecah menjadi kelompok-kelompok yang bertikai, menyatukan angkatan bersenjata dan menggunakan mereka untuk memerangi kelompok militan itu.

Militan melancarkan gelombang serangan sejak mantan Presiden Ali Abdullah Saleh pada Februari 2012 menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya, Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang telah berjanji menumpas Al Qaida.


Penerjemah: Memet Suratmadi

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013