Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa penindakan atas dugaan sumpah palsu mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hamid Awaluddin, yang dituduhkan Daan Dimara, juga Anggota KPU dan tersangka kasus korupsi, baru dapat dilakukan penindakan bila ada penetapan dari Majelis Hakim. "Kalau kasus sumpah palsu, harus ada penetapan hakim yaitu hakim pada pengadilan tempat keterangan itu diberikan, dalam hal ini Pengadilan Tipikor," kata Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan, Tumpak Hatorangan Panggabean, usai pembukaan Lokakarya Percepatan Pemberantasan Korupsi di Wisma Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Jakarta, Senin. Dengan adanya penetapan dari Majelis Hakim yang dimaksud, menurut dia, majelis hakim bisa meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU), agar menindaklanjuti pemeriksaan terhadap orang yang bersangkutan, atau dalam hal itu kepada Hamid Awaluddin, yang kini menjabat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum dan HAM). Ia mengatakan, pemeriksaan itu nantinya bisa dilakukan kepolisian, karena pihaknya tidak berwenang menangani kasus sumpah palsu yang termasuk dalam jenis pidana umum. "Berhubung sumpah palsu itu bukan kewenangan KPK, tentunya harus ada penetapan hakim dulu, baru diserahkan ke kepolisian untuk menyidik sumpah palsu itu kalau benar itu adalah sumpah palsu," ujarnya. Hamid Awaluddin pernah didengar keterangannya dalam perkara korupsi senilai Rp3,54 miliar dengan terdakwa Daan Dimara, yang dalam sidang tersebut menuding Hamid memberi kesaksian di bawah sumpahnya palsu. Menurut Tumpak, KPK pernah memeriksa Hamid terkait dugaan perbuatan korupsi bersama-sama dengan Daan Dimara saat penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2004. "Sampai sekarang kita belum bisa sampaikan apakah dia bersama-sama Daan Dimara melakukan perbuatan tindak pidana korupsi itu atau tidak," ujarnya. Ia mengakui, terdapat kendala yang terkait dengan penjelasan berbeda di antara Hamid, yang mengaku tidak menghadiri rapat berkaitan dengan tuduhan korupsi di KPU, dan ternyata Daan mengemukakan hal sebaliknya. "Kita akui ada perbedaan keterangan. Kita katakan benar telah terjadi rapat itu. Nah, sekarang kita kaji apakah sebatas penyelenggaraan rapat itu sudah dikategorikan perbuatan bersama-sama," demikian Tumpak. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006