Kami menemukan jenis ikan dengan nama lokal atuk sembelung
Samarinda (ANTARA) -
Peneliti dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta memaparkan hasil riset kekayaan keanekaragaman hayati biota air tawar di perairan sungai Kelay Berau dan Danau Muara Siran Kutai Kartanegara Kalimantan Timur.
 
“Kami menemukan jenis ikan dengan nama lokal atuk sembelung -Pangio alternans-, ikan endemik Kalimantan yang berstatus terancam punah -Endangered- di Sungai Kelay Kabupaten Berau,” kata Dosen Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Donan Satria Yudha pada Sosialisasi Hasil Penelitian Potensi Keanekaragaman Hayati Biota Perairan di Muara Siran dan Sungai Kelay di Samarinda, Selasa.
 
Sejumlah peneliti gabungan dari UGM dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) meriset keanekaragaman hayati biota air tawar di Muara Siran dan Sungai Kelay di Samarinda di sepanjang tahun 2023.
 
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling baik secara penangkapan pasif dan aktif selama kurang lebih 10 hari. Pada tipe penangkapan pasif, peneliti menggunakan perangkap untuk mengambil sampel.
 
"Adapun pada tipe penangkapan aktif, kami langsung mengambil sampel dengan menggunakan berbagai alat tangkap," kata Donan.
 
Pemaparan hasil riset tersebut menghadirkan para pemangku kepentingan mulai dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kalimantan Timur, Pemerintahan Kecamatan Kelay, kemudian Pemerintah Desa Muara Siran, serta perwakilan mitra pembangunan dan organisasi perangkat daerah terkait.
 
Donan mengungkapkan bahwa awal mula penelitian ini adalah beranjak dari fakta bahwa ekosistem air tawar (sungai, danau, dan rawa) juga memiliki keanekaragaman hayati yang tak kalah tinggi dibanding biota di lautan.
 
"Secara umum, keragaman tersebut mencakup sepertiga dari seluruh spesies vertebrata yang ada. Namun, secara global, populasi biota air tawar yang dipantau telah menurun, rata-rata 83 persen sejak tahun 1970, jauh lebih cepat daripada biota darat atau laut," kata Donan.
 
Ia melanjutkan, untuk Indonesia dan Kalimantan Timur secara khusus, belum banyak penelitian yang bergerak tentang isu biota air tawar ini.
 
"Hasil penelitian menunjukkan bahwa perairan di Sungai Kelay yang berada di kawasan PT Wana Bakti Persada Utama -PT WBPU- menjadi habitat bagi 39 spesies ikan dan lima spesies krustasea," katanya.
 
Selain menemukan ikan yang terancam punah, pihaknya juga menemukan ikan status rentan, yaitu ikan atuk bensong (barbodes bunau). Menurut data penelitian sebelumnya dari Daniels tahun 2020, ikan atuk sembelung biasanya ditemui di bagian tengah Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam, tercatat di sebuah sungai gambut yang mengalir masuk ke Sungai Mahakam.
 
Adapun untuk ikan atuk bensong, kata Donan, diketahui habitatnya mudah ditemui di DAS Seturan Malinau, Kalimantan Utara. Maka, Donan mengatakan bahwa keberadaan mereka di Kabupaten Berau ini menjadi informasi yang baru.
 
“Temuan ini, menunjukkan bahwa perairan di sekitar PT WBPU dalam kondisi yang masih alami, tidak mengalami gangguan berat, dan menjadi habitat yang sesuai bagi biota perairan,” katanya.
 
Berdasarkan informasi warga setempat, masih terdapat spesies ikan yang belum dijumpai selama penelitian, yaitu patin (Pangasius sp) dan sidat (Anguilla sp).
 
Hal ini menunjukkan bahwa daftar spesies ikan masih dapat bertambah jika survei dilanjutkan. Habitat perairannya pun terbukti menyimpan potensi keanekaragaman hayati ikan dan krustasea yang tinggi, termasuk potensi temuan spesies baru.
 
Adapun pada lanskap Desa Muara Siran, tim peneliti menemukan 57 spesies ikan dan lima spesies krustasea. Dari daftar tersebut, 51 spesies ikan dan empat spesies krustasea merupakan spesies asli Indonesia, sisanya spesies introduksi (spesies alien).
 
“Ada yang bersifat menyerang dan ada yang berstatus asing,” kata anggota tim peneliti dari UGM, Rury Eprilurahman.
 
Rury yang juga dosen di Fakultas Biologi UGM itu mengatakan, spesies invasif seperti ikan nila, sapu-sapu, dan mas, mudah sekali ditemukan di wilayah Desa Muara Siran dan sekitarnya. Adapun yang berjenis asing seperti ikan patin, sepat siam, dan udang.
​​​​​
Melihat mulai ditemukan spesies asing ini, Rury mengatakan, perlu lebih banyak sosialisi tentang dampaknya ke depan. "Spesies yang diintroduksi ini akan mengancam bagi ekosistem dan kelestarian spesies asli,” katanya.
 
Rury menyarankan untuk melakukan pelarangan pelepasliaran spesies asing di wilayah Muara Siran dan sekitarnya. Desa Muara Siran, adalah desa yang masih memiliki danau dan rawa gambut yang terjaga baik di Kalimantan Timur.
 
Lahan gambut di desa ini merupakan daerah resapan air dan hutan rawa gambut dengan formasi pohon kahoi (Shorea balangeran) terbesar di Kalimantan Timur.
 
Wakil Ketua Yayasan Wahana Gerakan Lestari Indonesia Susilo Irwan Jasmono mengatakan bahwa selama ini warga di sekitar lokasi hanya memanfaatkan sebatas konsumsi. “Potensi untuk ikan hias, dan wisata minat khusus sangat besar di Kalimantan Timur,” katanya pada kesempatan yang sama.
 
Ia mengatakan pula bahwa ikan hias ini memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi daripada ikan konsumsi. Ikan hias itu dijual dengan harga per ekor. “Harga satu ekor ikan hias bisa senilai satu kilo ikan yang dikonsumsi,” katanya.
 
Ia menyarankan untuk membuat master plan pengelolaan biota air tawar ini. Dengan begitu, semakin cepat diatur tata kelola ikan itu, maka semakin terjamin kelestariannya.
 
“Penelitian ini merupakan langkah awal dalam mendokumentasikan kekayaan biota ekosistem air tawar di Kalimantan Timur,” kata Manajer Senior Program Terestrial YKAN Niel Makinuddin. 
 
Menurutnya, biota air tawar sering terlepas dari mata rantai konservasi, karena masyarakat terlalu terbiasa menemukan di pasar dan kemudahan akses menuju perairan air tawar.
 
Padahal menurut Niel, topografi Pulau Kalimantan yang dikeliling sungai-sungai dan danau-danau besarnya adalah surganya biota air tawar. Niel berharap dengan hasil yang dipaparkan hari ini, menjadi rekomendasi kebijakan untuk menyelamatkan spesies endemik, khususnya yang sudah berstatus terancam punah dan sekaligus memperkuat implementasi Pembangunan Hijau Kaltim atau Green Growth Compact (GGC).
 
“Kalimantan Timur ini diberkahi dengan berbagai keanekaragaman hayati, mari mengawal dengan mengenali apa saja yang masih ada, seperti dari penelitian ini,” kata Niel.

Pewarta: Ahmad Rifandi
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2024