Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memandang kesetaraan substantif diperlukan untuk memastikan agar upaya pemulihan memiliki dampak yang tepat bagi korban.

"Ketika negara memberikan pemulihan kepada korban, perlu berdasarkan sifat dan karakter gender. Negara perlu memastikan mekanisme pemulihan tidak diskriminatif kepada perempuan," kata Wakil Ketua Komnas Perempuan Mariana Amiruddin, di Jakarta, Senin.

Hal ini menurut dia, penting karena dalam beberapa kasus pelanggaran HAM berat, perempuan korban memikul dampak yang lebih berat seperti pengalaman kekerasan seksual dan kekerasan berbasis gender lainnya yang membuat kondisi mereka menjadi lebih rentan.

Mariana Amiruddin mengatakan pemulihan juga harus memiliki dampak transformatif, yaitu mengatasi penyebab dan konsekwensi yang mendasari pelanggaran dan menawarkan perlindungan berkelanjutan, dan keterlibatan penuh hormat dengan korban.

"Prinsip keterlibatan penuh hormat dengan korban itu harus terpancar dalam kebijakan-kebijakan untuk pelanggaran HAM masa lalu," katanya.

Baca juga: Lindungi korban, Forum Pengada Layanan diminta kawal DAK NF PPA

Korban juga harus diberdayakan untuk membantu menentukan bentuk pemulihan yang sesuai dengan situasi mereka.

"Misalnya (peristiwa) Tanjung Priok, para perempuannya punya kebutuhan apa, ayah mereka hilang. Lalu (peristiwa) '65, mengalami penghilangan paksa, kesewenang-wenangan. Tragedi Mei '98, kekerasan seksual, selain dibungkam, juga sulit untuk diungkapkan karena begitu dalamnya kekerasan pada Mei '98 pada etnis tertentu, sehingga kemungkinan mereka mau bersuara sudah tidak mungkin lagi saat ini," kata Mariana Amiruddin.

Baca juga: Remaja perempuan korban pemerkosaan ayah kandung peroleh pendampingan

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2024