Jakarta (ANTARA) - PT Pupuk Indonesia (Persero) mencatat realisasi menyalurkan pupuk bersubsidi telah mencapai 1,93 juta ton dari 9,55 juta ton alokasi di tahun 2024, guna meningkatkan produktivitas pertanian dalam mewujudkan swasembada pangan Tanah Air.

“Dari sisi penyaluran, sampai dengan 10 Mei 2024, Pupuk Indonesia telah berhasil menyalurkan pupuk bersubsidi sebesar 1,93 juta ton atau setara 20,3 persen dari total alokasi subsidi pupuk yang sebesar 9,55 juta ton secara nasional,” kata Direktur Pemasaran Pupuk Indonesia Tri Wahyudi Saleh dalam keterangan di Jakarta, Selasa.

Tri menyebutkan penyaluran pupuk subsidi tersebut yakni pupuk urea sebesar 1,12 juta ton dan NPK sebesar 809.073 ton. Meski begitu, dia tidak merinci sebaran penerima pupuk subsidi tersebut di seluruh Indonesia.

Dia menyampaikan pemerintah telah menetapkan alokasi subsidi pupuk secara nasional naik menjadi 9,55 juta ton atau meningkat 2 kali lipat dari yang sebelumnya 4,7 juta ton di tahun 2024.

Ia mengatakan bahwa penambahan alokasi subsidi pupuk ini tertuang pada Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 249 Tahun 2024 dan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 01 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Permentan Nomor 10 Tahun 2022.

“Kebijakan penambahan volume ini perlu disosialisasikan secara luas dan masif sehingga petani yang terdaftar dapat mengetahui dan menerima manfaatnya, selain itu pada pelaksanaan proses distribusi dan penyaluran atas tambahan volume alokasi pupuk bersubsidi ini harus diawasi dengan baik,” tutur Tri.

Tri menyebutkan alokasi pupuk subsidi tersebut ditujukan kepada empat jenis, yaitu Urea, NPK, NPK Formula Khusus, dan yang terbaru adalah pupuk Organik.

Penambahan alokasi terhadap empat jenis pupuk ini ditetapkan sebesar 4.634.626 ton untuk Urea, 4.278.504 ton untuk NPK, 136.870 ton untuk NPK Formula Khusus, dan pupuk Organik sebesar 500.000 ton.

Sementara itu, penambahan alokasi pupuk subsidi bisa dimanfaatkan oleh petani terdaftar atau petani yang memenuhi kriteria sesuai Permentan Nomor 01 Tahun 2024 yaitu tergabung dalam Kelompok Tani dan terdaftar dalam elektronik rencana definitif kebutuhan kelompok (e-RDKK).

Adapun pupuk bersubsidi ini diperuntukkan bagi petani yang melakukan usaha tani subsektor tanaman pangan seperti padi, jagung, dan kedelai, serta subsektor tanaman hortikultura seperti cabai, bawang merah, dan bawang putih, dan subsektor perkebunan seperti tebu rakyat, kakao, dan kopi.

Dari jenis-jenis usaha tani tersebut, ditetapkan bahwa kriteria luas lahan yang diusahakan maksimal 2 hektare termasuk di dalamnya petani yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Baca juga: PT Pupuk Indonesia: Alokasi pupuk bersubsidi Jatim jadi 1.920.074 ton

Pada aturan baru ini, Elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) dapat dievaluasi empat bulan sekali pada tahun berjalan. Dengan kata lain, petani yang belum mendapatkan alokasi bisa menginput pada proses pendaftaran pada proses evaluasi di tahun berjalan.

Tidak sampai di situ, lanjut Tri, alokasi pupuk subsidi dapat ditebus oleh petani dengan mudah hanya menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) di kios resmi. Penebusan pupuk menggunakan KTP dapat dilakukan karena seluruh kios resmi telah dilengkapi dengan aplikasi i-Pubers (Integrasi Pupuk Bersubsidi).

Lewat aplikasi i-Pubers, pemilik kios dapat melakukan verifikasi data melalui pemindaian KTP asli petani sehingga pupuk bersubsidi bisa didapatkan oleh petani yang berhak dengan mudah.

”Kami juga berharap petani dapat menebus pupuk bersubsidi dengan mudah menggunakan KTP. Petugas kios akan dengan sigap mendampingi dan mengawal proses penebusan pupuk agar pupuk bersubsidi bisa dimanfaatkan petani yang berhak sesuai dengan ketentuan,” ujar Tri.

Sejalan dengan penetapan kebijakan Permentan Nomor 01 Tahun 2024 dan Kepmentan Nomor 249 Tahun 2024, kata Tri, Pupuk Indonesia memastikan ketersediaan stok di semua lini untuk mendukung kebijakan tersebut.

“Per tanggal 10 Mei 2024, stok pupuk bersubsidi secara nasional saat ini tercatat sebesar 2,1 juta ton atau mencapai 222 persen dari ketentuan minimum yang ditetapkan pemerintah,” jelas Tri.



 

Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Evi Ratnawati
Copyright © ANTARA 2024