Jakarta (ANTARA) -
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi mengatakan bahwa efektivitas penyelenggaraan pemerintahan menjadi kata kunci dalam penyusunan jumlah kabinet menteri.
 
"Jadi kata kunci efektivitas pemerintahan itulah menjadi kata kunci dalam penyusunan jumlah kabinetnya, mau 34, mau 10, mau 20, mau lebih dari 34, semua mengacu pada efektivitas penyelenggaraan pemerintahan," kata Awiek, sapaan karibnya, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
 
Sebab, kata dia, presiden diberikan hak prerogatif untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menterinya, dan jumlahnya tidak dibatasi.
 
"Negara kita hari ini menganut sistem presidensial maka kita memberikan keleluasaan fleksibilitas kepada presiden untuk menyusun kabinetnya berdasarkan kebutuhan yang menurut beliau diperlukan," ujarnya.
 
Untuk itu, dia menekankan bahwa jumlah kementerian tidak menjadi acuan asalkan penyelenggaraan pemerintahan berjalan dengan efektif, bermanfaat, serta berguna bagi masyarakat.
 
"Kalau ada yang salah dari kita bernegara, tata cara pemerintahannya yang kita perbaiki. Karena kita sistemnya presidensial ya kita berikan kewenangan itu kepada presiden," ucapnya.
 
Dia pun menyebut pembahasan penyusunan Revisi Undang Undang (RUU) tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang bergulir di Baleg DPR RI saat ini berbarengan dengan wacana penambahan jumlah kementerian menjadi 40 pada pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka hanya kebetulan saja.

Baca juga: Ahmad Doli: Revisi UU Kementerian diperlukan guna ikuti zaman

Baca juga: Komisi II: Penambahan nomenklatur harus revisi UU Kementerian Negara

Baca juga: Pengamat: Penambahan nomenklatur kementerian membuat tidak efektif
 
"Soal kemudian bertepatan dengan momentum setelah pemilu presiden, ya namanya DPR, politik. Ya, bersinggungan dengan momentum politik. Kami tidak bisa menghindari itu karena DPR adalah lembaga politik. Ya, kebetulan saja isunya berbarengan," tuturnya.
 
Dia mengatakan di akhir periode masa jabatan DPR RI saat ini, lintas fraksi di Baleg DPR menginventarisasi undang-undang yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), namun belum ditindaklanjuti oleh DPR selaku pembentuk undang-undang.
 
"Kita inventarisasi rupanya ada puluhan. Di luar undang-undang ini (UU Kementerian Negara) masih banyak. Hari ini kan (yang dibahas) UU Kementerian, terus (UU) Keimigrasian, terus masih banyak yang lain. Ini dampak dari putusan Mahkamah Konstitusi, dan belum ditindaklanjuti menjadi revisi undang-undang," ujar dia.
 
Sebelumnya, Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan adanya Revisi Undang Undang (RUU) tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dibahas, salah satunya karena bentuk negara Indonesia yang menganut sistem presidensial.
 
Dengan sistem tersebut, menurutnya penentuan jumlah kementerian sepenuhnya diserahkan kepada presiden guna menentukan kebutuhan-nya untuk pemerintahan. Saat ini aturan yang berlaku berdasarkan UU tersebut, adalah jumlah maksimal kementerian sebanyak 34 kementerian.
 
"Jadi kita tidak mengunci (jumlah), dan itu memang intinya dari sistem presidensial yang kita anut," kata Supratman di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.
 
Jika nantinya revisi tersebut bakal menghapus jumlah maksimal kementerian sebanyak 34 kementerian, maka menurutnya angka jumlah kementerian pun bisa bertambah atau berkurang.

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024