Sanaa (ANTARA News) - Orang-orang suku membom pipa minyak utama Yaman dan diperlukan waktu beberapa hari untuk memperbaikinya dan memulai lagi pengaliran minyak mentah, kata sejumlah pejabat perminyakan dan lokal, Kamis.

Serangan itu, yang berlangsung di daerah Wadi Obaida di provinsi wilayah tengah penghasil minyak, Maarib, menghentikan aliran minyak dari ladang Maarib ke terminal minyak Ras Isa di Laut Merah, kata mereka.

Pemboman itu terjadi pada Rabu larut malam dan merupakan serangan ketujuh terhadap pipa minyak tersebut bulan ini dan berlangsung beberapa jam setelah perbaikan diselesaikan akibat pemboman sebelumnya.

Orang-orang suku dari Maarib berulang kali menyerang pipa minyak untuk menekan pemerintah pusat di Sanaa agar memenuhi tuntutan mereka seperti pekerjaan, sengketa tanah atau pembebasan rekan-rekan mereka yang ditahan.

Pipa saluran yang mengarah ke Laut Merah itu memompa sekitar 125.000 barel minyak per hari sebelum diserang pada 24 Mei.

Pipa saluran sepanjang 320 kilometer itu menghubungkan ladang-ladang minyak Safer dengan pelabuhan Hodeida di kawasan Laut Merah, kata beberapa sumber suku kepada AFP.

Pada Desember, militer meluncurkan ofensif terhadap orang-orang suku yang dituduh mendalangi serangan-serangan itu, menyulut bentrokan yang menewaskan 17 orang.

Serangan-serangan pada pipa minyak juga dituduhkan pada gerilyawan Al Qaida dan semakin sering terjadi setelah pemberontakan 2011 yang menggulingkan pemerintah.

Militan Al Qaida memperkuat keberadaan mereka di wilayah selatan, dengan memanfaatkan melemahnya pemerintah pusat akibat pemberontakan anti-pemerintah yang meletus pada Januari 2011.

Ofensif pasukan Yaman yang diluncurkan pada Mei 2011 berhasil menghalau militan Al Qaida dari sejumlah kota dan desa di wilayah selatan dan timur yang selama lebih dari setahun mereka kuasai.

Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).

AS ingin presiden baru Yaman, yang berkuasa setelah protes terhadap pendahulunya membuat militer negara itu terpecah menjadi kelompok-kelompok yang bertikai, menyatukan angkatan bersenjata dan menggunakan mereka untuk memerangi kelompok militan itu.

Militan melancarkan gelombang serangan sejak mantan Presiden Ali Abdullah Saleh pada Februari 2012 menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya, Abdrabuh Mansur Hadi, yang telah berjanji menumpas Al Qaida, demikian Reuters.

(M014)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013